27/04/2024

rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Betor, Kreasi Anak Bangsa Ciptakan Lapangan Pekerjaan

Betor, Kreasi Anak Bangsa Ciptakan Lapangan Pekerjaan

Antar penumpang: Pengemudi Betor, Amang (belakang) mengemudikan Betornya mengantarkan penulis ke tempat tujuan pada 2016. Di Gorontalo, Betor adalah alat transportasi populer yang digunakan sehari-hari. (DOKUMEN/RAKYATSUMBAR)

Sesekali terdengar teriakan pelan para pengemudi Betor jika melihat pejalan kaki. Si pengemudi langsung menawarkan jasa antar ke tempat tujuan”.

Laporan: Handi Yanuar, Gorontalo.

Becak motor atau Betor berjejer panjang. Kendaraan beroda tiga itu di parkir rapi menanti giliran di Jalan Cokroaminoto, kawasan Gorontalo Mall, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.

“Betor, pak,” teriak Amang, pelan. Lelaki itu menawarkan saya untuk bersedia menaiki Betor miliknya.

Ongkos Betor relatif murah, Rp5 ribu. Tapi, jika pandai menawar, ongkos Betor bisa dibayar Rp3 ribu. Bayaran itu bisa untuk jarak jauh dekat.

Amang pun berkisah, di Kota Gorontalo ada banyak Betor. Betor merupakan transpor populer di Provinsi Gorontalo. Moda transportasi ini merupakan modifikasi sepeda motor.

Sepeda motor yang dimodifikasi dijadikan Betor, harus menambah bagian depan, dengan membeli kepala Betor seharga Rp4 juta.

“Betor adalah transpor paling populer di sini, untuk mengantarkan penumpang ke tempat tujuan lebih cepat,” kata Amang, menjelaskan.

Bagian depan Betor ditambah tempat duduk, dilengkapi dua roda di depan, sehingga menjadi kendaraan beroda tiga. Pengemudi Betor di belakang, penumpang di depan.

Tapi, Betor berbeda dengan motor becak atau Mobek. Penumpang mobek berada disamping pengemudi. Betor dan Mobek hanya dibedakan dengan posisi pengemudi dan penumpang.

Betor milik Amang, sudah cukup bagus. Bagian depan dilengkapi kaca penutup yang bertujuan melindungi penumpang dari debu, panas matahari atau hujan.

“Penutup ini dibuat untuk melengkapi Betor ini, pak. Terserah, penumpang mau menggunakannya atau tidak. Saya hanya menyediakan saja,” sebut Amang, ayah dua anak perempuan ini.

Di sepanjang jalan Kota Gorontalo, banyak dijumpai pengendara Betor. Ada yang sedang menunggu tumpangan di sudut-sudut kota. Ada pula yang wara-wiri mengejar rezeki, sedangkan Amang mangkal di Gorontalo Mall, dari pukul 10.00 hingga pukul 21.00 waktu setempat.

Amang, juga pernah merantau ke Manado, Sulawesi Utara. Namun, nasibnya tak sebaik yang diharapkan. Lelaki bertubuh gempal ini pun kembali ke kampung halaman, Gorontalo, mengadu nasib di jalanan, menarik Betor, demi hidup yang harus dijalani.

Berkawan panas, bermandikan hujan, berselimut debu jalanan hal biasa baginya. Hampir setiap hari dirasakannya. Amang tak berpantang, sebab ia tak ingin dikalahkan kondisi. Semua itu harus dilawannya. Berpeluh keringatlah Amang demi memperoleh rupiah.

Panas matahari seperti menjadi vitamin bagi Amang untuk membakar semangatnya, siraman hujan bak penghapus dahaga, sedangkan debu-debu jalanan seakan-akan menjadi penghalus kulit menangkal terik matahari, menyatu dengan topi dan kacamata yang dikenakannya.

Sejumlah Betor sedang diparkir di kawasan kawasan Gorontalo Mall, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo (ISTIMEWA)

Penghasilan Amang sebagai pengemudi Betor memang tidak menentu, sebab upah jasa antar yang relatif kecil. Amang baru akan bisa meraup upah banyak, apabila Betornya dirental. Ia bisa meraup upah hingga Rp250 ribu dalam sehari.

Namun, ia juga pernah mengalami nasib sial ketika Betornya dirental orang. Penumpang yang merental Betornya hilang awan, walaupun orang tersebut meminta untuk ditunggu. Amang lelah menunggu, si penyewa itu tak kunjung datang. Aman pulang dengan tangan hampa. Namun, ia tetap sabar.

Pengalaman pahit itu tidak membuat ayah dari Indah, dan Irda, ini patah semangat. Demi dua anak perempuannya, supaya asap dapur tetap ngepul suami dari Fitri, terus menarik Betor. Semangatnya terus membara untuk keluarganya yang selalu menanti kepulangannya ketika hari mulai gelap.

“Sekarang Betor sudah banyak, jadi penghasilan sehari Rp75 ribu. Dulu, saya juga pernah bekerja sebagai kuli bangunan,” beber Amang, yang tinggal di Kabupaten Batudaa, Provinsi Gorontalo, sekitar 30 menit dari Kota Gorontalo.

IPB Gorontalo Wadah Pengemudi Betor

Banyak orang menyebutkan Gorontalo merupakan kota 1.000 Betor, padahal di provinsi tropis itu ada sekitar 19 ribu Betor. Itulah salah satu alasan Betor sebagai moda transpor populer di provinsi yang memiliki makanan khas milu siram atau sup jagung.

Di daerah penghasil ikan tuna ini ada pula persatuan pengemudi Betor, yakni Ikatan Pengemudi Betor atau IPB Gorontalo. Persatuan ini dibentuk berawal dari solidaritas dan kebersamaan sesama pengemudi Betor.

”Salah satu misi terbentuknya IPB Gorontalo adalah untuk mengadvokasi jika ada pengemudi Betor yang mendapat persoalan”, kata Iwan S. Abdul Latif, Ketua IPB Gorontalo.

Iwan menekankan Betor bukanlah ciptaan pemerintah Gorontalo, bahkan Betor juga bisa dikatakan kegagalan pemerintah yang tidak bisa membantu menciptakan lapangan kerja untuk menanggulangi pengangguran.

Pengemudi Betor memakir rapi Betor mereka di salah satu kawasan Kota Gorontalo. (ISTIMEWA)

Betor merupakan ciptaan orang Gorontalo asli, hasil karya anak bangsa. Rakyat yang tak mampu, yang terjepit perekonomian, kemudian menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, untuk diri sendiri, demi anak bini.

“Saya membantah keras kalau ada pemerintah yang mengklaim bahwa Betor adalah ciptaan pemerintah,” kata Iwan ketika dijumpai di rumahnya suatu ketika.

Awal mula Betor Gorontalo tercipta pada tahun 2000. Semula, hanya sepeda motor saja. Berkat kepiawaian seseorang laki-laki yang bernama Feri Hasan, yang memodifikasi sepeda motor menjadi Betor.

“Berkat dia, Betor kemudian bermunculan di Gorontalo, dengan ilmu yang dimilikinya, ia memodifikasi sepeda motor menjadi Betor,” ungkap Iwan.

Pertumbuhan Betor tidak bisa dibatasi, sehingga berdampak terhadap hasil pendapatan pengemudi. Kondisi ini dikeluhkan Amang dan Iwan. Namun, di sisi lain, Betor turut memudahkannya warga Gorontalo untuk berpergian.

Warga yang beraktivitas sehari-hari bisa lebih cepat tiba ke tujuan, seperti berbelanja ke pasar, atau ke tempat tujuannya lainnya. Penumpang diantar ke tujuan dengan membayar jasa antar yang tidak terlalu mahal.

“Ongkos Betor tidak terlalu mahal. Saya juga sampai lebih cepat ke pasar. Transportasi yang ada di sini hanya Betor saja,” ucap Jakob, salah seorang penumpang Betor.

Selain menumpangi Betor, masyarakat di Gorontalo bisa menumpangi angkutan kota (Angkot) sebagai alat transportasinya. Namun, di Gorontalo tidak ada taksi sebagai transportasi.

Oleh sebab itu, di Gorontalo, Betor lebih sering digunakan sebagai alat transportasi sehari-sehari, karena Betor lebih mudah ditemui di sudut-sudut jalan.

“Angkot memang sudah lama ada, sebelum saya lahir, hanya taksi yang nggak ada. Tapi, Betor lebih populer di sini,” ujar Christopel Paino, warga Gorontalo.

Sekarang, di Gorontalo, Betor sudah mulai tersedia di dalam aplikasi ojek online. Di aplikasi itu, calon penumpang bisa memanfaatkan Betor sebagai transportasi jasa antar, memesan makanan, atau mengirimkan sesuatu.

Christopel memperkirakan, pada aplikasi Gojek, Betor tersedia sudah lama, atau hampir sekitar dua tahun terakhir ini, sedangkan di aplikasi Grab belum lama.

“Saya memang pakai itu (aplikasi ojek online), kalau mau pesan makanan atau kirim paket. Saya sering pake gofood dan gosend, dan itu Betor (alat transpor),” sebut jurnalis Mongabay Indonesia ini.

Perjuangan Amang yang penuh keringat untuk mengais rezeki demi menghidupi keluarganya sebagai pengemudi Betor adalah sebuah harapan. Harapan supaya bisa bertahan hidup disaat terbatasnya lapangan pekerjaan.

IPB Gorontalo pun ada untuk memberikan bantuan hukum bagi pengemudi betor yang mengalami permasalahan. Sebuah kolaborasi yang baik, dari anak bangsa di Gorontalo yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan memodifikasi sepeda motor menjadi Betor. (*)

(*) Feature ini sudah mengalami perbaikan. Dibuat ketika Meliput Perubahan Iklim, di Gorontalo, ketika mengikuti lokakarya wartawan Travel Fellowship, Meliput Daerah Ketiga (MDK) IV yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo, di Jakarta, pada Agustus-September 2016.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.