rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Padang Tidak Siap Hadapi Gempa

Padang Tidak Siap Hadapi Gempa

Ketua DPRD Kota Padang Syahrial Kani.

Padang, Rakyat Sumbar– Ketua DPRD Kota Padang Syahrial Kani menjelaskan, Kota Padang tidak siap dalam menghadapi bencana alam yang paling parah seperti tsunami. Hal ini di ungkapkan syahrial Kani saat ditemui di DPRD Kota Padang. Selasa (17/11/2020).

Menurutnya, informasi dari  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar yang menjelaskan gempa besar dengan kekuatan 8.9 magnitudo yang memicu gelombang tsunami setinggi 10 m dengan panjang 5 kilometer belum diantisipasi oleh pemko Padang sendiri.

“Walau pemerintah telah menjadikan beberapa bangunan sebagai shelter evakuasi tsunami, tetapi, kita lihat sendiri, apakah jalan menuju zona hijau telah terbangun dengan baik. Selain itu, sirine peringatan dini tsunami apakah berfungsi dengan baik,” ucapnya.

Lebih lanjut, Syahrial Kani memaparkan juga,  untuk mengurangi dampak korban jiwa jika hal yang ditakutkan terjadi. Walau dimasa pandemi ini, pemerintah harus mensosialisasikan kembali ke masyarakat bagaimana cara menghadapi gempa bumi dan tsunami.

“Kita semua tidak mengharapkan gempa berskala besar yang mengakibatkan tsunami terjadi di negeri ini. Tetapi, bagaimanapun kita harus waspada. Pemerintah melalui instansi terkait harus memberikan pelatihan kepada masyarakat bagaimana menghadapi bencana alam,” tambahnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Center of Disaster Monitoring and Earth Observation, Universitas Negeri Padang (DMEO UNP) Pakhrur Razi Ph.D. menjelaskan, gempa bumi dengan skala besar yang berpotensi tsunami berpeluang terjadi di Sumatera Barat. Hal ini diungkapkannya berdasarkan kajian dari penelitian para pakar gempa Belle Philibosian dari California Institute of Technology.

“Peluang kekuatan gempa dengan M 8.9 di dapat karena mereka mempelajari pergeseran coral (karang) didasar laut, kemudian melakukan perhitungan sehingga dapatlah angka M 8.9,” ucapnya.

Pakhrur Razi Ph.D. menjelaskan juga peluang gempa besar itu berpeluang berpusat di sekitar kepulauan Siberut. “Sejak 2006 kita telah melakukan observasi dengan memanfaatkan satelit, dan kita menemukan adanya pergeseran dan terjadi deformasi di daerah kepulauan mentawai,” jelasnya.

Lebih lanjut peraih gelar doctor dengan indek prestasi (IP) 4.0 dari Chiba University menyatakan bahwa gempa dengan kekuatan M 8.9 tersebut tinggal menunggu waktunya saja, karena sudah masuk kedalam siklus 200 tahun kegempaan di Kepulauan Mentawai.

“Dari catatan sejarah, gempa bumi terbesar dengan kekuatan magnitudo M 8.6 – 8.8 di Kepulauan Mentawai terjadi pada tahun 1797, sedangkan gempa dengan kekuatan M 8.8 – 8.9 terjadi di tahun 1833. Pada saat ini kita telah memasuki siklusnya,” ucapnya.

Pakhrur Razi Ph.D. menyarankan, karena Sumbar berada di daerah rawan gempa, pemerintah dan masyarakat harus selalu waspada dan siap siaga terhadap potensi gempa dan tsunami jika suatu saat terjadi.

“Untuk kondisi di rumah, pastikan tidak ada benda-benda yang menghalangi rubuh ketika gempa terjadi. Kemudian latihlah anak-anak untuk siap siaga dalam langkah menyelamatkan diri saat terjadi gempa dan setelah terjadi gempa,” tambahnya.

Dari 2018 hingga saat ini, gempa dengan kekuatan M5 terjadi sebanyak 26 kali yang terkonsentrasi di Pagai Utara bagian Selatan dan Pagai Selatan bagian Selatan. untuk saat ini gempa di kepulauan mentawai yang magnitudonya besar dari M5 ada sebanyak 26 kali dan terkonsentrasi di pagai utara bagian selatan dan pagai setatan bagian selatan.

Dalam catatan sejarah, gempa bumi yang memicu tsunami terjadi pada 10 Februari 1797 yang mengakibatkan kapal Inggris seberat 150-200 ton terdorong hingga sejauh 1 km ke pedalaman Batang Arau. Perahu-perahu kecil juga dihanyutkan hingga 1.8 km ke hulu sungai. Hampir di seluruh daerah di Air Manis dipenuhi air dan mayat manusia.

Di tahun 25 November 1833, terjadi lagi gempa bumi dengan kekuatan M 8,8 – 9,2. Daerah yang terimbas dari tsunami ini terjadi di Pariaman hingga Bengkulu. Tsunami ini juga menyebabkan kerusakan parah di Maladewa, Sri Lanka, dan Seychelles.

Selanjutnya, tahun 2010, gempa bumi yang berkekuatan M 7,7 kembali menimbulkan tsunami di Kepulauan Mentawai. Tsunami terjadi dua jam setelah gempa. Dampaknya desa di Kepulauan Mentawai hancur yang di sebabkan tsunami setinggi 3-10 meter.

Dari rangkaian tsunami yang terjadi di Sumbar, tsunami 1797 di Padang justru lebih tinggi dibandingkan 36 tahun setelahnya saat gempa 1833 yang secara magnitude lebih besar. Tetapi, ketinggian tsunami di Padang pada 1833 justru lebih kecil, hanya 2–3 meter saja. (edg)

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *