rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » 62 Keramba di Sungai Bungin Pessel Dipindahkan

62 Keramba di Sungai Bungin Pessel Dipindahkan

Budidaya ikan kerapu.
Pesisir Selatan, rakyatsumbar.id –  Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) melakukan pemindahan 62 unit keramba jaring apung dari perairan Kawasan Madeh, Kecamatan Koto XI Tarusan ke perairan Sungai Bungin, Kecamatan Batang Kapas.
Hal ini bagian dari upaya meningkatkan produktivitas masyarakat nelayan dalam melakukan budidaya ikan kerapu. Terutama di perairan Kampung Sungai Bungin sesuai  potensi yang ada.
Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Pessel Firdaus mengatakan, keramba jaring apung yang di pindah itu merupakan bantuan hibah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia (RI) selama rentang waktu 2013-2015.
“Karena di lokasi lama pemanfaatannya kurang maksimal oleh masyarakat nelayan, sehingga kami pindahkan ke perairan Sungai Bungin,” katanya, Senin (13/6/2022).
Ia menjelaskan, pemanfaatan keramba jaring apung itu tidak maksimal di perairan kawasan tersebut, karena beberapa pertimbangan.
Salah satu pertimbangannya, lantaran tidak ada kelanjutan budidaya oleh kelompok nelayan yang ditunjuk di lokasi itu.
“Setelah bantuan habis, semua kegiatan pembudidayaan pun berakhir. Dari pada keramba jaring apung tidak digunakan di lokasi yang lama, maka kami putuskan untuk pindah ke Sungai Bungin,” jelasnya.

Kelompok Nelayan

Menurutnya, di Sungai Bungin itu nanti, proses awal budidaya yang akan dilakukan oleh kelompok nelayan.
Selain itu, ada bantuan anggaran pokok pikiran (pokir) Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
“Selain bibit, nelayan nantinya juga akan akan mendapat bantuan berupa pakan. Sesuai rencana anggaran itu akan cair tahun ini,” ungkapnya.
Nantinya, ikan kerapu hasil budidaya nelayan akan di ekspor ke beberapa negara Asia seperti Hongkong dan Singapura. Harganya pun sangat menjanjikan secara ekonomi.
“Jika dulu hanya ikan kerapu jenis Bebek yang dalam keadaan hidup yang berharga tinggi, namun belakangan yang mati pun harganya cukup baik yakni Rp 420 ribu per kilogram.
“Padahal sebelumnya dalam keadaan hidup harga per kilogram hanya Rp400 ribu.”
“Ini tentu sangat menguntungkan secara ekonomi, dan diyakini akan membuat masyarakat nelayan akan bisa hidup sejahtera nantinya,” ungkap Firdaus. (efi)

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *