Negeri Kisruh, Swasta Menunggu
Padang, Rakyat Sumbar—Rusuh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sumbar Tahun 2020 masih berlanjut. Kekecewaan walimurid calon siswa yang anaknya tidak masuk sekolah negeri, telah berujung dengan aksi demo berjilid-jilid menuntut Dinas Pendidikan (Disdik).
Bahkan hingga Senin (13/07/2020), demo masih berlanjut. Kemarin giliran Gedung DPRD Sumbar yang didatangi untuk kali kedua. Puluhan walimurid merupakan yang mendatangi gedung dewan ini masih mempersoalkan nasib anak mereka, yang tidak lolos dalam PPDB. Mereka menuduh, adanya kecurangan dalam sistem penerimaan SMK dan SMA yang telah dilakukan.
Salah seorang perwakilan walimurid,
Rio Gustivernando saat rapat dengar pendapat dengan DPRD Sumbar di Padang mengatakan, hasil temuan di lapangan ditemui adanya penipuan dan pemalsuan data berdasarkan Surat Keterangan Domisili (Suked).
“Kita meminta Dinas Pendidikan membentuk tim khusus dalam menyikapi persoalan ini. Masalah zonasi banyak menimbulkan persoalan,” kata dia.
Pada kesempatan itu dia memberikan sejumlah bukti hasil temuan di lapangan terkait adanya kecurangan dalam PPDB dan diserahkan langsung ke Ketua DPRD Sumbar dan Kepala Disdik Sumbar.
Warga lainnya Yuniar dari Kota Padangpanjang yang ikut hadir, juga mempersoalkan zonasi ini karena banyak siswa dari daerahnya yang tidak diterima di sekolah akibat jarak mereka dengan sekolah cukup jauh.
“Ini jadi persoalan dan harus kita berharap agar hal ini ada solusi sehingga ada kepastian,” kata dia.
Menjawab berbagai tuntutan tersebut, Ketua DPRD Sumbar, Supardi pada rapat kemarin dengan tegas meminta Diskdik memberikan solusi terhadap persoalan. Dia menganjurkan, kalau perlu meminta ada penambahan kelas kepada Kementerian Pendidikan.
“Kita berharap persoalan ini diselesaikan, ada beberapa catatan kitab mulai dari server dan verifikasi bermasalah yang ditemukan,” kata dia.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri mengatakan, persoalan sebenarnya adalah jumlah daya tampung sekolah yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat bersekolah.
Menurut dia dulu seleksi untuk masuk sekolah melalui nilai dan masyarakat menerima hal itu dan menyadari jika nilai anak rendah mereka tidak dapat sekolah di negeri.
“Saat ini ada kemungkinan penambahan murid, hal itu yang coba dilakukan. Misalnya, sekolah menerima 10 kelas dengan maksimal satu kelas 36 orang sekarang dapat menjadi 40 orang per kelas,” kata dia.
Swasta Menunggu
Terkait sekolah swasta, Pengamat Pendidikan Sumbar Prof. Jamaris Jamna menilai, kebijakan pemerintah belum berpihak kepada sekolah swasta dalam PPDB 2020. Begitu juga dengan adanya aturan tentang PPDB Online kali ini. Saat ini di sejumlah sekolah negeri masih terjadi penambahan kuota untuk jalur zonasi, ini untuk membuka kesempatan siswa yang belum lulus saat tahapan sebelumnya dilaksanakan.
“Perlakuan untuk sekolah swasta masih sama, ketika tak tertampung di sekolah negari barulah sekolah swasta jadi pilihan terakhir,” ujar dia.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Padang ini menilai, harusnya sekolah swasta juga dilibatkan dalam penerimaan peserta didik baru, sehingga tak mengharap siswa “buangan” setelah tak bisa masuk negeri.
Ia menjelaskan, sekolah swasta juga perlu didorong dalam peningkatan kualitas sarana dan prasarana, sehingga kualitasnya sama dengan sekolah negeri. Sebab jika itu tak segera dilakukan, maka sekolah swasta akan mati dengan sendirinya.
Apalagi dengan sistem belajar jarak jauh atau belajar online ini akan dipermanenkan, tentunya keberadaan sekolah swasta makin tertinggal.
“Penerapan PPDB sistem zonasi ini tujuannya bagus, selain pemerataan kualitas pendidikan di setiap sekolah, juga menjadikan mobilitas orang tidak terlalu banyak keluar rumah. Dengan anaknya bersekolah dekat dengan rumah, tentu pengeluaran orangtua juga terbantu karena biaya tranportasi
yang berkurang,” jelasnya.
1.760 Kursi SMA Diluar Zonasi
Disdik Sumbar menyiapkan sistem diluar zonasi dengan kuota sekitar 1.760 kursi, untuk menampung siswa yang gagal masuk sekolah negeri karena sistem zonasi pada seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.
“Ada cukup banyak kasus, siswa yang berprestasi di SMP tidak bisa masuk sekolah negeri karena sistem zonasi. Karena itu kita buat kebijakan penerimaan siswa di luar zonasi,” kata Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri di Padang, Senin (13/07/2020).
Penerimaan itu benar-benar di luar sistem PPDB. Indikatornya tidak lagi jarak antara rumah siswa dengan sekolah (zonasi) tetapi nilai. Adib mengatakan masyarakat ternyata lebih bisa menerima anaknya tidak dapat masuk sekolah negeri karena nilainya rendah, ketimbang karena jarak sekolah yang jauh.
“Jadi saat PPDB ditutup, banyak siswa yang tidak terjaring karena jarak rumahnya jauh dari sekolah. Untuk mengatasi hal itu, kita coba koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ada beberapa solusi yang coba kita usulkan tapi hanya satu yang dinilai memungkinkan,” katanya.
Solusi yang diusulkan diantaranya menambah sekolah, menambah rombongan belajar atau mengoptimalkan isi kelas. Solusi pertama dan kedua ditolak kementerian karena perlu banyak anggaran, penambahan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) guru yang secara jumlah belum memadai.
Solusi yang kemungkinan bisa dilakukan adalah optimalisasi isi kelas dari awalnya maksimal 36 orang satu kelas menjadi 40 orang satu kelas. Secara prinsip, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menyetujui hal tersebut.
Artinya, jika satu SMA ada penerimaan untuk 10 kelas baru, maka penambahan siswa yang memungkinkan untuk sekolah tersebut adalah 4 kali sepuluh, 40 orang. Sementara sekolah yang membutuhkan optimalisasi itu sekitar 44 sekolah jadi kemungkinan akan ada sekitar 1.760 lowongan yang tersedia untuk siswa yang tidak lulus dalam PPDB.
“Tapi nanti jika nilainya tidak juga memadai, maka kita minta orang tua siswa untuk legowo dan menyekolahkan anaknya di swasta,” kata Adib.
Ia mengatakan sistem optimalisasi isi kelas itu memang tidak menerima banyak siswa karena mempertimbangkan kelangsungan sekolah swasta di Sumbar. (isr/mul)