19/04/2024

rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Manfaatkan Media Sosial Untuk Berjualan

Manfaatkan Media Sosial Untuk Berjualan

Tanti Dewi saat membakar lemang.

Tanti Dewi Lakoni Usaha Membuat Lemang di Tengah Pandemi

Oleh : Welluril–Solok

Dalam kondisi pandemik Covid-19 tidak menyurutkan sebagian warga untuk bertahan hidup. Mereka harus lebih kreatif dalam mencari alternatif usaha agar bisa keluar dari himpitan ekonomi. Semua pasti bisa.

Tanti Dewi (41) atau akrab dipanggil Dewi, warga Katapiang, Jorong Batu Palano, Nagari Selayo, Kabupaten Solok saat ini melakoni usaha membuat lemang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akibat pandemi wabah Corona saat ini,  suami Dewi tidak lagi bekerja.

Di tengah kegalauan untuk menghidupi keluarga, Dewi malah menemukan jalan yang tidak disangka-sangka. Usaha membuat lemang menjadi tumpuan ekonomi keluarganya.

Awal mulanya ibu empat anak ini melakoni usaha membuat lemang  usai lebaran 1441 Hijriah atau tahun 2020. Saat itu, dirinya tengah buka-buka media sosial Facebook. Muncul dalam beranda kenangannya, postingan lemang tahun lalu.

“Saat itu, saya bagikan kembali postingan soal lemang di Facebook, dan ternyata ada yang minat. Pesanan awal pada waktu itu sekitar 10 batang dan saya buatkan sesuai pesanan,” ungkap Dewi.

Sejak saat itu, Dewi berpikir serius untuk fokus usaha lemang. Apalagi masa-masa sulit itu, dirinya dan suami sedang tidak ada pekerjaan. Sementara mereka harus menghidupi empat anak dan orang tua.

Dari pesanan pertama yang dibuatkan Dewi, pelanggan tersebut merasa puas dan memesan lagi, sampai 15 batang hingga 25 batang. Lemang buatan tangannya mulai diketahui oleh masyarakat hingga ke perantauan.

“Sejak saat itu, saya putuskan untuk fokus usaha membuat lemang. Kalau dipikir-pikir, membuat lemang cukup sulit. Namun, karena desakan hidup dan dijalani dengan ikhlas, terasa ringan,” ungkapnya.

Beragam jenis lemang dibuat Dewi bersama suami dan anak di kediamannya di Nagari Selayo. Mulai dari lemang beras pulut (ketan) hitam, Beras pulut putih, lemang Ubi, lemang Pisang dan lemang tapai.

Untuk membuat lemang, butuh waktu pengerjaan yang tidak gampang serta waktu yang cukup lama. Diawali dengan menebang buluh atau bambu (talang) yang dibeli kepada masyarakat sekitar. Kemudian mencari daun pisang dan proses lainnya.

“Kalau dari awal proses pembuatan sampai matang, butuh waktu sekitar 6-7 jam, dan tidak bisa ditinggal begitu saja. Api harus dijaga dan di putar agar matangnya merata dan tidak hangus,” bebernya.

Untuk harga jual, lemang beras pulut hitam dan putih dijual 65 ribu rupiah per batang, lemang beras pulut campur pisang 60 ribu rupiah per batang dan lemang ubi jalar 50 ribu per batang.

Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar waktu memulai usahanya, membuat istri dari Roni tersebut berinisiatif untuk mempromosikan produknya secara online. Salah satunya melalui Facebook.

“Saya posting ke group-group Facebook, dan juga beranda sendiri dengan menandai teman lainnya, Facebook sangat membantu saya untuk memasarkan lemang buatan saya,” jelas anggota RAPI Kabupaten Solok itu.

Hingga kini, pesanan lemang buatan Dewi tidak saja berasal dari daerah Kabupaten dan Kota Solok saja, namun sudah merambah pasar nasional. Pesanan datang dari Jakarta, Jambi, dan Pekanbaru hingga Padang.

Permintaan lemang buatan Dewi terus meningkat dari waktu ke waktu, mulanya hanya 10 batang, sekarang sudah sekitar 25 hingga 30 batang per minggu atau lebih 100 batang per bulan.

“Banyak juga pesanan yang datang dari daerah jauh. Namun, kita masih ragu karena takutnya terlambat saat pengiriman dan bisa basi. Makanya, kita pilih yang dekat dan cepat saja dulu,” terangnya.

Saat ini, Dewi masih sedikit terkendala dengan daya tahan lemang yang memang cukup singkat, hanya sekitar 3 hari, terutama lemang beras pulut campur pisang dan ubi. Dewi harus memastikan pengiriman bisa secepat mungkin.

Untuk pemesanan, perantau dan masyarakat daerah lainnya yang suka makan lemang bisa menghubungi langsung uni Dewi Telpon : 0823 8335 0078 atau pesan WhatsApp di nomor 08877491394.

Sebagai panganan khas Minang, lemang cukup susah ditemui dan biasanya hanya dimasak pada hari-hari besar seperti lebaran, hajatan atau acara adat lainnya. Biasanya, perantau Minang suka lemang untuk melepas rindu terhadap kampung halaman.

“Selain itu, saya juga senang membuat lemang karena ikut merawat atau melestarikan panganan khas daerah Minangkabau,” tutupnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.