14/05/2024

rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » ISORI Soroti Kegagalan Timnas Indonesia. Prof Syahrial Bakhtiar : Butuh Pemantapan Pembinaan Usia Dini

ISORI Soroti Kegagalan Timnas Indonesia. Prof Syahrial Bakhtiar : Butuh Pemantapan Pembinaan Usia Dini

Padang, rakyatsumbar.id—-Ketua Umum Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI) Prof Syahrial Bakhtiar menyoroti kegagalan Timnas Sepakbola Indonesia diberbagai ajang.

“Sangat disayangkan, berpuluh tahun kita belum juga mampu membentuk Garuda tangguh yang bisa terbang lebih tinggi,” kata Syahrial Bakhtiar, di Padang, Sabtu (25/11/2023).

Pernyataan tersebut, katanya, bukan karena  dua Timnas Indonesia gagal di  U-17 dan Senior,  bukan pula merespon pernyataan Fakhri Husaini tentang  pemain Naturalisasi dan sebagainya, tetapi murni karena kerisauannya melihat kondisi pengelolaan Timnas yang tidak juga mempersembahkan hasil terbaik dan mengembirakan bagi dunia persepakbolaan Indonesia.

Mantan Ketua KONI Sumatera Barat dua periode ini menyebutkan, kini saatnya  momentumuntuk melihat  secara jernih menatap kedepan,apa sebenarnya yang harus dilakukan untuk memenuhi harapan, mimpi masyarakat Indonesia yang menginginkan “Garuda” yang bisa terbang lebih tinggi di angkasa persepakbolaan “Dunia”.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI) yang masih terus aktif menyimak perkembangan Sport Science dan manajemen pembinaan olahraga jangka panjang menyebutkan, hal pokok yang semestinya dilakukan untuk melahirkan “Prestasi (Garuda)” sebenarnya bukanlah hal yang baru,  namun selalu belum terjamah dan belum sungguh-sungguh dilaksanakan.

Sangat  banyak faktor yang terlibat dalam upaya melahirkan Garuda tersebut, yaitu sistem untuk mengidentifikasi bakat dan pengembangan Bakat Usia 12 tahun ke bawah, serta menjamin tersedianya pelatih profesional untuk membina bibit usia 12 tahun kebawah tersebut.

Sebenarnya, kata Syahrial Bakhtiar yang sering mengikuti workshop kepelatihan di berbagai negara dan sering juga diundang sebagai narasumber, peningkatan prestasi olahraga sudah mendapatkan angin segar ketika pada peringatan Hari Olahraga Nasional tahun 2020, Presiden Jokowi, mengemukakan beberapa hal.

Diantaranya, identifikasi calon atlet berbakat, reviu total dan rancang ulang ekosistem olahraga Nasional untuk meningkatkan prestasi olahraga Nasional. Bahkan tentang pentingnya identifikasi bakat juga sudah dituangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2022 pasal 20 poin h. Mengembangkan sistem pemanduan dan pengembangan bakat. Menganggap pentingnya menggarap hal yang mendasar ini pada berbagai kesempatan.

“Saya sudah  menyampaikanya kepada para pengambil kebijakan dalam dunia keolahragaan, khususnya PSSI. Namun nampaknya perhatian dan sumberdaya sedang terfokus untuk “menaikkan peringkat” saat ini, program dan kegiatan identifikasi bakat tidak segera nampak hasilnya,” kata Syahrial Bakhtiar.

Ia kemudian mengingatkan, sekali-kali  kita hanya terkejut jika pelatih asing mengatakan pembinaan “grass roots” kita lemah, isu tersebut hanya jadi trending topic beberapa hari, setelah itu tidak terdengar lagi.

“Marilah kita konsisten, teratur, terukur, dan terprogram didasarkan kaedah sport science untuk memproses lahirnya Garuda-garuda  yang tangguh, juga sabar karena untuk itu kata membutuhkan waktu 8 sampai 10 tahun. Tahap-tahap pada semua rentang umur tersebut memiliki tugas yang harus diajarkan, dilatihkan, dikembangkan, ditempa, tidak ada yang dapat dilompatikarena tahap yang diawalnya merupakan pondasi untuk membangun tahap berikutnya,” ajaknya.

Miliki Program Terukur

Syahrial Bakhtiar kemudian menyampaikan  sejumlah saran untuk  melahirkan  Timnas Sepakbola Indonesia yang tangguh. Pertama, program untuk meningkatkan peringkat yang telah ditetapkan secara maksimal,lanjutkan. Kedua, fokuskedepan dengan program grass roots. Harus jelas apa yang programkan dan yang dilakukan agar Indonesia memiliki Timnaskedepan.

“Saya tahu programnya mungkin ada, tapi belum menjadi prioritas pada kepengurusan saat ini, lalu siapa yang memulainya?” tanya tokoh olahraga Indonesia ini.

Akhirnya, kata Syahrial,  setiap masa kepengurusan program menemukan bibit dan melakukan pembinaan grass roots tersebut hanya tinggal di atas kertas. Tidak saatnya lagi untuk memilih calon atlet Timnas dengan blusukan ke daerah, mengandalkan pengamatan.  Menurut Schoorer, ahli identifikasi bakat, dibutuhkan 100 pasang mata untuk dapat menilai keberbakatan.

Berkaca dari Prestasi Masa Lalu

Berkaca kepada prestasi yang pernah diraih Garuda di masa lalu, semua kita tahu bahwa kita mampu, punya potensi, pernah berprestasi dan disegani di dunia persepakbolaan. Tidak seperti Jepang, Korea Selatan yang pada tahun 1974-1990 belum “masuk peta” sepakbola Asia, setidaknya  tergambar pada setiap kali “Piala Marah Halim” yang setiap tahun di gelar di Medan.

Marah Halim Cup menjadi salah satu turnamen besar turnamen yang mula digelar pada tahun 1972. Turnamen ini tidak hanya diikuti oleh kesebelasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, tetapi menjadi even yang dinantikan oleh negara Asia lainnya, seperti Jepang, Korea serta berbagai tim dari daratan Eropa, diantaranya Belanda, Jerman, hingga Yugoslavia. Ada pula tim dari Australia yang pernah dua kali menjadi juara.

Tapi sudahlah. Kondisi masa lalu, berbeda dengan kenyataan hari ini. Kita sudah tertinggal dari mereka. Kita memang ingin mencapai prestasi, maka benahi dan persiapkan dari sekarang.

Ketiga, dilihat dari data Desain Besar Olahraga Indonesia (DBON) mengungkapkan, ternyata hanya 2,1 persen anak-anak Indonesia yang berolahraga. Menjadi pertanyaan bagi kita, apakah anak-anak yang tidak berolahraga tersebut tidak memiliki potensi?

Malah mungkin diperkirakan, justru pada 97,9 persen anak yang belum terlibat dalam kegiatan olahraga tersebut ada peluang dan potensi bibit unggul disana. Mengapa mereka (anak) yang tidak atau kurang beruntung karena belum mendapatkan kesempatan tersebut digerakkan juga? Mungkin diperlukan langkah kongkrit untuk memperbesar “talent pool”.

Ia mengutip hasil penelitian Balyi, seorang pakar manajemen pembinaan olahraga  jangka panjang, yang sudah malang melintang membenahi manajeman oleharaga dibeberapa negara dengan sukses telah membuat tahap pembinaan. Usia 0-6 tahun disebut Active Start.

Lakukan Pembinaan Sejak Dini

Anak-anak yang di rumah, di PAUD, dibawa aktif bermain, diberikan sarana bermain, ada instruktur yang membimbing mereka ada panduan bagi pengasuh dan orang tua. Pertanyaannya sekarang, apakah sudah ada dan tersedia dengan memadai pembimbing untuk menanamkan budaya aktif bergerak untuk anak-anak kita? Rasanya belum ada, sehingga mereka menghabiskan hari-harinya tanpa aturan atau kaidah yang dibutuhkan untuk mengembangkan keterampilan gerak mereka.

Tahap berikutnya, usia 6-9 tahun disebut Tahap Fundamental. Merupakan tahap mempelajari dan Mengembangkan keterampilan gerak dasar. Seluruh gerak dasar seperti lokomotor, obyek control harus dikuasai. Anak-anak harus bisa melempar dengan teknik yang betul, bias menendang bola dengan benar, bisa berlari dengan baik.

“Apakah kita memiliki pelatih sepak bola khusus yang menguasai keterampilan mengajar dan melatih untuk tahap yang sangat menentukan ini. Hal tersebut sudah dilakukan orang diberbagai negara. Sejauh ini, sistem kita belum menjamah hal prinsip di atas, belum tuntas, tidak selesai. Ini artinya, dari sini kita sudah tertinggal,” sebutnya.

Jika dihitung sejak usia4 tahun hingga 9 tahun, maka 5 tahun waktu pembinaan sudah terlewatkan begitu saja. Tidak kita sentuh sama sekali. Padahal kedua tahap pembinaan ini sangat penting. Apa yang sudah dicanangkan Presiden tiga tahun lalu, untuk merombak total manajemen pembinaan olahraga di Indonesia, belum sempat dikerjakan. Ada apa?

Berikutnya, tahap ketiga usia 9-12 tahun adalah masa Belajar Berlatih. Tahap ini harus dipastikan anak-anak mempelajari berbagai teknik bermain sepakbola serta beberapa cabang olahraga lainya, karena belum dianjurkan untuk spesialisasi sepak bola saja, walaupun hasil tes deteksi bakat mereka berpotensi besar untuk sukses sebagai pesepakbola.

Mereka sebaiknya diajari juga beladiri juga agar terbentuk otot-otot yang tidak telalu tersentuh dalam teknik sepakbola, meningkatkan kepercayaan diri dan sebagainya, mereka sebaiknya diikutkan juga mempelajari teknik Renang membuat tangan dan kaki kuat, paru-parunya bagus, lari dan lainnya.

Sebab, dalam kenyataan di lapangan nanti, semua otot akan berkontribusi dan terbiasa dengan beragam latihan. Kalau satu cabang saja, unsure geraknya terbatas. Misalnya, sepakbola, unsure gerak tangan kurang terbangun. Tak perlu khawatir. Jangan takut mereka kehilangan fokus, sebab ada prosesnya.

“Fakta lain juga menunjukkan, mereka yang juara Olympiade sekali pun, tidak ada yang focus satu cabang saja sejak kecil, tetapi menjalani proses multilateral  yang ada. Kita juga belum membangun tahap ketiga ini dengan baik dari penyediaan pelatiah, pelatih yang mau terlibat membina sungguh-sungguh pada usia ini baik dari segi kualitas dan kuantitasnya sangan terbatas, dan banyak didasarkan kepada hobi dan sukarela, belum tersertifikasi dengan standar sebagai pelatih anak-anak,” urainya.

Bagi yang merasakan pengalaman melatih, kata Syahrial Bakhtiar, sungguh sangat berat tugas sebagai pelatih anak-anak, harus menjadikan anak anak senang berlatih, having fun, terus ditumbuhkan motivasinya, latihan kondisi fisiknya jauh berbeda dengan apa yang harus dilakukan para seniornya, apa yang dikosumsi oleh mereka sebagai calon Garuda tangguh, belum lagi sarana dan prasarana minimal yang harus tersedia.

Dari data yang dimiliki Syahrial Bahtiar, dirinya  sempat bertanya kepada pelatih dan manajemen klub-klub top atau Sekolah sepak bola (SSB) yang pernah mewakili Indonesia pada even internasional untuk Usia  di bawah 12 tahun, apakah ada diantaranya menjadi pemain nasional senior, mereka mengatakan tidak ada, malah ada yang cedera, tidak  bisa meneruskan karier sebagai pesepak bola. Hal ini menggambarkan tidak berhasilnya program pembinaan usia 6-12 tahun.

Tingkatkan Kualitas SSB

Kedepan diharapkan PSSI memanfaatkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas SSB yang telah tumbuh dan dikelola oleh masyarakat, dengan memberikan perhatian yang memadai, terutama terhadap kualitas pelatih.

Perlu program pendidikan pelatih yang berkualitas untuk para pelatih yang sangat diharapkan pengabdian dan dedikasinya, menjadikan pelatih U-12 tahun cukup menjanjikan karir dan profesinya, sementara tidak berbayar seperti pelatihan pelatih yang ada saat ini, yang jumlahnya sungguh besar.

Keempat, Deteksi Bakat. Perhatikan cabang potensial bagi calon atlet tersebut. Kemudian dilakukan Identifikasi Bakat. Ketika sudah ditemukan cabangnya, lalu lakukan identifikasi, sejauh mana potensi keunggulanya, apakah unggul di level nasional atau bisa ke level internasional.

Perlu tes spesifik, kita bisa lihat hasil tes identifikasi, apakah bias seunggul anak-anak di Eropa. Bagi pemain bola, lihat hasil tes Dribbling-nya apakah sama atau tidak dengan anak-anak seusia mereka di belahan Eropa.

Apakah sama atau unggul ? Unsur kondisi fisik apa yang baik dan kurang, bagaimana kemampuan koordinasinya? Jika kita deteksi sekitar 5000 orang anak-anak SSB, maka memungkinkan kita punya peluang untuk mendapatkan bibit unggul tersebut. Saat ini PSSI tidak memiliki  data  tersebut.

Ada berapa orang yang unggul, dimana mereka, siapa yang unggul diantara mereka tersebut? Kalau dideteksi, tak mungkin kita tidak memperoleh bibit unggul untuk menyiapkan Garuda untuk 30 orang.

Kelima, Program Latihan Didasarkan Kematangan Biologis Anak. Bagian ini tidak dilakukan dan tidak dilaksanakan. Item ini diabaikan begitu saja. Praktek di lapangan selama ini, anak-anakusia 10, 11 dan 12 tahun biasanya latihan digabung.

Program latihannya sama, padahal kematangan mereka berbeda. Umur kronologis berbeda dengan usia biologis. Usia biologis bisa di bawah umur lahir.  Beban latihan yang diberikan pada usia 10, 11 dan 12 tahun perlu perhatian.

Anak usia 11 tahun dengan 12 tahun saja, tingkat kematangannya berbeda, apalagi anak usia 10 tahun dengan 12 tahun, sangat jauh sekali perbedaannya, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan. Perlu ilmu untuk melihat kematangan. Anak-anak yang seusia saja terdapat perbedaanya, ada yang terlambat matangnya, tak bias diberikan beban yang sama, harus dibedakan.

Syahrial Bakhtiar menekankan,  perlu mengusahakan memunculkan Garuda yang dibesarkan ditanah airnya, dengan memantapkan pembinaan usia -12 Tahun, disamping itu agar kualitasnya trus teruji perlu dicarikan teman sebagai memotivasi mereka berlatih juga perlu ditambahkan “Garuda Asing”.  (edg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.