05/05/2024

rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Inmemoriam Dr Mafri Amir: “Taruihlah Manulih, Jan Lupo Kode Berita Tu..”

Inmemoriam Dr Mafri Amir: “Taruihlah Manulih, Jan Lupo Kode Berita Tu..”

Saya tergolong orang yang beruntung. Ketika saya melamar jadi wartawan di Harian Umum Semangat – Padang, surat lamaran saya dikembalikan, tetapi saya justru diterima. Cara menerimanya, bagi saya tergolong aneh.

Oleh: Firdaus Abie — Padang

“Silakan bung tinggalkan saya. Dua jam lagi kembali ke sini. Saya ingin tahu apa yang bung bawa ke kantor,” kata Yanuar Abdullah, Pemimpin Redaksi koran yang bermarkas di bekas Balai Prajurit, Jl Imam Bonjol – Padang.

Saya tertegun. Sang Pemred tersebut mengembalikan berkas lamaran saya.
“Coba bung ingat lagi. Saya tak pernah meminta lamaran menjadi wartawan, tetapi saya hanya mengatakan, jika ada kemauan dan kemampuan, silakan datang ke sini. Itu yang saya katakan, bung,” katanya sembari memaksaku untuk mengingat kembali apa yang disampaikan, beberapa hari sebelumnya.

Ketika itu, saya merupakan salah satu peserta Pelatihan Jurnalistik AMPI se-Sumatera dan Jawa. Pelatihan berlangsung sepekan, di Padang, pertengahan tahun 1991.

Saya memperoleh kesempatan hebat, menjadi salah seorang utusan DPD AMPI Sumatera Barat. Padahal, ketika itu, saya baru tamat SMA. Belum mengenal AMPI, apalagi pengurusnya.

Dua hari sebelum pelatihan berakhir, semua peserta dibawa kunjungan ke media cetak. Ketika itu ke Haluan, Singgalang dan Semangat.

Ketika di Semangat, Yanuar Abdullah menawarkan kesempatan untuk menjadi wartawan, seperti saya jelaskan di atas.
Saya kemudian meninggalkan sang Pemred.

Di kamera poket saya, ada beberapa foto lepas yang langsung saya bawa ke studio untuk dicetak. Sambil menunggu foto selesai, saya ke Pasar Raya. Mewawancara tentang harga Sembako.

Sekembali dari Pasar Raya, foto yang saya cetak ternyata sudah selesai. Saya balik ke kantor Semangat, tapi belum menemui Pak Yanuar Abdullah. Saya pinjam mesin ketik, lalu hasil wawancara di Pasar Raya saya jadikan berita. Satu berita selesai. Setelah itu saya buat berita lain.

Saya menulis berita olahraga. Ketika itu, ada kejuaraan bulutangkis se-Kota Padang, diadakan Pemuda Dalam Gaduang, Lubukbegalung, Padang, tempat saya tinggal. Ketua Panitianya, Imran Icik yang juga Ketua RT saya.

Saya juga salah seorang panitia. Saya tulis berita kegiatan tersebut. Sumber beritanya Pak Im.

Selesai dua berita. Lalu saya masuk ke ruangan Pemimpin Redaksi.

“Sudah, bung?” Pak Yanuar Abdullah menyambut saya.

“Sudah, Pak,” jawab saya, lalu menyerahkan kedua berita dan foto lepas tersebut.

Dilihatnya sejenak. Setelah itu ia menoleh ke ruangan tengah. Ruangannya dan ruangan tengah hanya dibatasi kaca polos.

“Serahkan ke bapak di dekat pintu itu,” katanya sembari menunjuk ke arah seseorang.

Saya mengangguk, lalu menyerahkan dua berita dan beberapa foto lepas yang sudah ditulis teksnya.

Sesampai pada orang yang ditunjuk Pak Yanuar Abdullah, saya memberikan salam kepada lelaki yang ditunjuk tersebut.

“Bang, saya diminta Pak Yan menyerahkan berita ini ke abang,” sapa saya pada lelaki tersebut. Belakangan saya baru tahu, beliau bernama Mafri Amir.

Saya tak tahu pasti posisinya di redaksi Semangat ketika itu. Perkiraan saya, kalau tak salah, beliau salah seorang Redaktur Pelaksana.

Ketika saya menyerahkan naskah tersebut, Bang Mafri Amir menoleh ke ruangan Pemred. Ternyata Pak Yanuar Abdullah masih berdiri. Ia memberikan kode kepada Bang Mafri. Bang Mafri pun kemudian memeriksa naskah saya.

Sia namo wak?” tanya beliau, “tulih di siko,” katanya sembari menyerahkan kembali naskah yang saya berikan.
Saya menulis nama saya. Sesuai aslinya, Firdaus. Beberapa tahun kemudian, saya pakai nama pena Firdaus Abie.

Besoknya, ketika saya kembali ke Semangat, saya membolak-balik koran tersebut. Mencari-cari apakah berita dan foto-foto saya dimuat? Ternyata, semuanya dimuat, walau ada beberapa bagian yang diperbaiki.

Pada akhir berita tersebut, tertera penggalan nama saya. Saya yakin, penggalan tersebut adalah kode berita untuk setiap berita yang saya tulis. Tertera seperti ini; (fir). Sedangkan untuk foto, sesuai nama lengkap saya; firdaus.

Beberapa waktu kemudian, satu persatu wartawan dan semua awak redaksi Semangat datang. Salah satu di antaranya lelaki yang menerima berita saya sehari sebelumnya.

Mokasih, bang. Berita wak alah dimuat,” kata saya kepadanya.

Taruihlah manulih. Jan lupo kode berita tu,” katanya.

Saya mengangguk, sekaligus setuju menggunakan kode (fir) untuk seluruh berita-berita yang saya tulis. Tujuh tahun kemudian, saya meninggalkan Semangat.

Saya pindah ke Padang Ekspres. Saya masih menggunakan kode (fir) tersebut.
Ketika ditugaskan menahkodai Harian Umum Rakyat Sumbar, sejak 2010 hingga kini, jika saya menulis berita, masih menggunakan kode (fir) tersebut disetiap akhir berita.

Kini, senior yang memberikan ide untuk kode berita saya; (fir), Bang Mafri Amir, sudah berpulang ke Rahmatullah, dalam usia 63 tahun.

Kabar yang beredar Senin (27/12) pagi, Bang Mafri Amir meninggal dunia di RS Hermina Ciputat. Selain menjadi wartawan, dulunya beliau juga dosen di IAIN Imam Bonjol, dosen di UIN Jakarta, staf ahli di Deputi Menko Kesra, Asisten Staf Khusus Wapres.

Beliau seorang senior yang turut memberikan warna dalam langkah saya di dunia jurnalistik. Seorang guru yang mengayomi. Beliau sangat menghormati seniornya dan santun pada yuniornya.

Semoga bang Mafri husnul khotimah, dan ditempatkan di sorga. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.