29/03/2024
Beranda » Dari Seminar Kebudayaan, Ketahanan Budaya dalam Menghadapi Globalisasi: “Sebuah Tulisan Bisa Mengubah Dunia…”

Dari Seminar Kebudayaan, Ketahanan Budaya dalam Menghadapi Globalisasi: “Sebuah Tulisan Bisa Mengubah Dunia…”

Firdaus Abie, General Manager dan Pemred Harian Umum Rakyat Sumbar, ketika memberikan materi tentang Tradisi Menulis dan Ketahanan Budaya, pada Seminar Kebudayaan, Ketahanan Budaya dalam Menghadapi Globalisasi yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat, di Padang, Rabu (11/11/2020).

LAPORAN: SUKMA MURDANI – PADANG

Banyak keuntungan didapatkan dari menulis. Tak hanya sekadar mendapatkan materi, popularitas, tetapi kemampuan sebuah tulisan bisa mempertahankan nilai-nilai budaya dan sekaligus mampu juga mengubah dunia.

“Sebuah tulisan mampu mempengaruhi pikiran orang banyak, mengubah kebijakan mau pun situasi sebuah daerah,” kata Firdaus Abie, General Manager dan Pemred Harian Umum Rakyat Sumbar, ketika memberikan materi tentang Tradisi Menulis dan Ketahanan Budaya, pada Seminar Kebudayaan, Ketahanan Budaya dalam Menghadapi Globalisasi, di Padang, Rabu (11/11/2020), diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat.

Ia kemudian memberikan ilustrasi, seiring dengan mengutip pernyataan Bupati Belitung (ketika itu) Sahadi Saleh. Katanya, sejak kehadiran novel dan film Laskar Pelangi, mindset masyarakatnya berubah. Jika sebelumnya masyarakat bergantung kepada tambang timah, kini mereka melihat ada hal yang lebih menjanjikan, yaitu pariwisata. Masyarakat kemudian lebih sadar untuk melestarikan alam dan merawat seni budaya daerah.

“Banyak perkembangan dan kemajuan yang dicapai, termasuk dijadikannya Tanjung Kelayang ke dalam sepuluh destinasi prioritas di Indonesia,” katanya, lalu Ia membeberkan perkembangan yang terjadi di Pulau Belitung pascafilm Laskar Pelangi.

Ia kemudian memberikan sejumlah ilustrasi lain. Lewat tulisan, banyak kemajuan daerah yang turut didorong. Kemajuan tersebut berdampak kepada pertumbuhan ekonomi. Tak hanya si penulis, tetapi juga lingkungannya.

Selain itu, lanjutnya, sebuah tulisan sangat berpengaruh pula pada upaya Ketahanan Budaya. Di satu sisi, seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan juga mengalami perubahan. Hal itu disebabkan karena budaya terbentuk dari adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, karya seni, dan politik.

Hubungannya dengan Ketahanan Budaya adalah bagaimana menghimpun kekuatan dan keteguhan sikap mempertahankan budaya tersebut dari pengaruh luar. Apanya yang dipertahankan? “Yang harus dipertahankan tak hanya tradisi, tetapi harus dikembangkan nilai-nilainya sehingga kebudayaan itu tetap hidup dengan nilai-nilai yang tak bertentangan dengan nilai yang sudah turun temurun sebelumnya,” katanya.

Di hadapan peserta yang mayoritas pelajar dan mahasiswa tersebut, Firdaus Abie yang juga senior novelis, instruktur pelatihan menulis dan pegiat literasi menyebutkan, seorang penulis juga dituntut untuk memiliki kesungguhan, disiplin dan kesabaran serta kejujuran.
Tak lupa Ia juga membeberkan, di Harian Umum Rakyat Sumbar saat ini ada sebuah wadah menghimpun penulis-penulis pemula dan penulis muda, “mereka dibekali teknik-teknik dasar kepenulisan, baik penulisan jurnalistik mau pun penulisan kreatif lainnya,” kata Firdaus Abie yang sekaligus menyerahkan tiga judul buku karya penulis Bengkel Literasi Rakyat Sumbar untuk tiga peserta.

Sebelumnya, Iryasman, Widyaiswara LPMP Sumbar memaparkan Strategi Penanaman Nilai Bagi Generasi Muda. Ia menyebutkan, generasi milenial dan setelahnya, menghadapi tantangan yang sangat besar dan lebih berat dalam upaya menjaga Ketahanan Budaya.

“Selain derasnya pengaruh dari luar, pertahanan dari dalam juga tidak utuh,” kata Irsyaman.

Ia memberikan contoh nyata, terkait tidak ada lagi pelajaran muatan lokal di Sumbar. Katanya, hanya Kabupaten Mentawai dan Kota Pariaman yang memiliki muatan lokal secara utuh. Daerah lain, kalau pun ada, namun hanya disinggung-singgungkan pada pelajaran-pelajaran lain. Tidak utuh seperti halnya sebuah materi pembelajaran biasa.

“Siapa yang salah? Entahlah! Tapi ini karena ketidaktahuan dan kelalaian daerah saja!” katanya menegaskan.

Ia kemudian menggambarkan. Kabupaten Mentawai bisa memasukkan materi Budaya Mentawai ke dalam sebuah kurikulum. Prosesnya dimasukkan jauh hari sebelum ada batasan-batasan regulasi. Kota Pariaman, ketika slot materi  pelajaran budaya tak ada lagi dari pusat, justru disiasati secara cerdas dengan mengambil slot materi Bahasa Derah.

“Slot Bahasa Daerah tersebut bisa kemudian bisa dikembangkan dengan materi lain, terkait dengan budaya daerah. Kondisi ini yang tak diperhitungkan daerah lain,” katanya.

Seminar Kebudayaan, Ketahanan Budaya Dalam Menghadapi Globalisasi, diadakan sejak Selasa (10/11/2020) hingga Kamis (12/11/2020). Dibuka Kepala BPNB Sumbar Drs Suarman. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.