27/04/2024

rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Cuaca Panas Melanda, Waspada Ancaman Karhutla di Musim Kemarau

Cuaca Panas Melanda, Waspada Ancaman Karhutla di Musim Kemarau

Cuaca panas melanda, waspada ancaman Karhutla di musim kemarau.

Padang, rakyatsumbar.id – Suhu udara di Sumbar beberapa hari belakangan terasa semakin panas. Kondisi ini perlu diwaspadai, karena beberapa daerah yang memasuki musim kemarau.

Gubernur Sumbar Mahyeldi mengingatkan pemerintah kabupaten kota dan masyarakat agar menyiapkan diri menghadapi cuaca panas selama enam bulan ke depan.

“Beberapa hal yang perlu disikapi yakni cuaca panas dan musim kering. Kami sudah bertemu dengan BMKG, kemungkinan Mei sampai enam tujuh bulan ke depan ada kawasan-kawasan di Sumbar yang curah hujannya sangat rendah dan suhu atau cuacanya sangat panas, sebut Gubernur Mahyeldi, dalam keterangannya, Kamis (27/4/2023).

Ia menyampaikan, untuk mengantisipasi kondisi ini, pihaknya telah memberikan arahan kepada Kepala Dinas Kehutanan Sumbar segera mengaktifkan tim pengendalian kebakaran lahan dan hutan (Karlhutla) dan melakukan koordinasi dengan BMKG. Sehingga dapat mengetahui spot yang perlu diantisipasi terjadinya karhutla.

“Arahan kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar juga telah diberikan untuk mendorong masyarakat segera memulai melakukan penanaman padi. Diminta bulan April dan Mei sudah mulai lakukan penanaman sehingga Juli sudah panen, terangnya.

Menurutnya, dengan melakukan penanaman padi, maka jika ada kawasan yang mengalami kekeringan, menjelang itu terjadi sudah bisa dilakukan panen.

Ini upaya jaminan untuk ketersediaan pangan bisa disuplay untuk mengantisipasi daerah-daerah yang mengalami cuaca panas dan kekeringan. Dinas terkait juga harus dikoordinasikan dengan Bulog untuk antisipasi ketersediaan pangan, terangnya.

Kurangi Aktifitas di Luar Ruang

Sementara itu, terpisah Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun BMKG Minangkabau, Yudha Nugraha menyebut, dilihat dari indikator suhu udara memang terjadi peningkatan di wilayah Indonesia termasuk di Sumatera Barat.

Hal ini secara klimatologis karena beberapa daerah sudah masuk musim kemarau.

“Selain itu, karena proses dinamika dan fisis atmosfer, pengaruh dari berkurangnya fenomena-fenomena gangguan cuaca yang menyebabkan pertumbuhan awan hujan. Begitu juga adanya sistem tekanan tinggi sehingga kondisi cuaca cenderung lebih cerah dan kelembaban tinggi dan dampaknya suhu udara terasa panas,” bebernya.

Meskipun begitu, Yudha menjelaskan, suhu udara maksimum di Sumbar masih dalam kategori normal.Belum mencapai ekstrem atau dianggap sebagai gelombang panas. Kondisi cuaca cerah linier juga dengan radiasi UV, dimana puncak radiasi berada pada pukul 11.00 hingga 14.00 WIB. Kondisi ini dapat terjadi pada periode Mei-Juni yang merupakan periode musim kemarau di Sumbar

“Diimbau masyarakat mengurangi aktivitas pada saat rentang waktu tersebut. Jika memang harus ke luar, sebaiknya menggunakan pelindung dari radiasi seperti payung, topi, atau tabir surya serta selalu menjaga cairan tubuh,” jelasnya.

BMKG Himbau Masyarakat Tidak Panik

Suhu panas yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia masih dalam batasan normal. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang sempat mendeteksi suhu panas melonjak mencapai 37,2 derajat Celsius di Ciputat pada 17 April 2023.

Namun hal itu tidak berlangsung lama, suhunya kemudian bergerak turun pada kisaran 34 hingga 36 derajat Celsius.

Adanya suhu panas ini sempat menimbulkan kekhawatiran di masyarakat indeks Ultraviolet (UV) akan dapat membahayakan. BMKG mengimbau ke masyarakat untuk tidak panik menyikapi hal tersebut.

Jika memang dirasa diperlukan, sebaiknya masyarakat yang melaksanakan aktivitas di luar rumah menggunakan perangkat tabir surya saja.

“Masyarakat disarankan agar tidak perlu panik menyikapi informasi UV harian tersebut, serta mengikuti dan melaksanakan himbauan respon bersesuaian yang dapat dilakukan untuk masing- masing kategori index UV,” kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati dalam keterangannya, belum lama ini.

Dia pun menjelaskan adanya fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari. Menurutnya, besar kecilnya radiasi UV yang mencapai permukaan bumi memiliki indikator nilai indeks UV. Indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori: 0-2 (Low), 3-5 (Moderate), 6-7 (High), 8-10 (Very high), dan 11 ke atas (Extreme).

Secara umum, pola harian indeks ultraviolet berada pada kategori Low di pagi hari; mencapai puncaknya di kategori High, Very high, bahkan sampai dengan Extreme ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi, terjadi pada siang hari antara pukul 12:00- 15:00 waktu setempat. Setelah itu akan kembali bergerak turun ke posisi Low.

Sejumlah kategori ini tentu sangat bergantung pada lokasi geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, serta tutupan awan. Menurut Dwikorita Karnawati, tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara pada suatu wilayah.

“Untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian (sejumlah kategori) dapat teramati dari hari ke hari meskipun tidak ada fenomena Gelombang Panas. Faktor cuaca lainnya seperti berkurangnya tutupan awan dan kelembapan udara dapat memberikan kontribusi lebih terhadap nilai indeks UV,” paparnya.

“Untuk lokasi dengan kondisi umum cuacanya diprakirakan cerah-berawan pada pagi sampai dengan siang hari dapat berpotensi menyebabkan indeks UV pada kategori Very high dan Extreme di siang hari,” imbuh Dwikorita. (mul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.