“Mengapa hanya Tiga Hari Saja, Ustad?”
Umroh Gratis Karyawan Paragon Technology and Innovation (5)
Oleh: Firdaus Abie
“Mengapa hanya tiga hari saja, ustad?” protes beberapa orang di antara kami.
Sang ustad, Muhammad Azzam, hanya menjawab dengan senyum. Tanpa perlu dijelaskannya, ia yakin semua jamaah umroh Paragonians, yang terdiri dari karyawan, keluarga dan wartawan, sudah tahu jawabnya.
Sari Nuryatini, Esa dan Rahmadan Syahril, tiga karyawan Paragon Technology and Innovation yang ditugaskan perusahaan untuk memimpin Kloter 14, tersenyum.
“Insya Allah, suatu saat kelak kita bisa kembali ke sini,” kata Rahmadan Syahrial.
Jamaah Umroh Paragon tersebut merupakan karyawan Paragon Technology and Innovation yang minimal bekerja tujuh tahun.
“Protes” yang meluncur tersebut, sebenarnya bagian dari rasa terkejut karena Ustad Azzam dan Ustad Hakim mengabarkan, besok pagi, semua Jamaah Umroh Paragon sudah harus berada di lobi hotel, lalu secara berjamaah menuju makam Nabi Muhammad SAW.
“Kita ziarah wada’ ke makam Nabi Muhammad,” kata Ustad Hakim.
Semua paham. Ziarah wada’ menandakan bahwa rombongan Jamaah Umroh Paragon akan segera meninggalkan Madinah. Akan meninggalkan Masjid Nabawi. Meninggalkan makam Nabi Muhammad SAW yang bersebelahan dengan Makam Abu Bakar Siddiq dan Makam Umar Bin Khatab.
Aku menyimak semua yang dijelaskan Ustad Muhammad Azzam. Ustad yang mengelola pondok pesantren di Lombok, menceritakan kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW. Ia mengisahkan beratnya perjuangan Nabi Muhammad SAW, termasuk hal-hal yang ada di sekitar kawasan Masjid Nabawi.
Di rumah Rasulullah yang kini menjadi makam, ada jendela menghadap ke Baqi. Baqi terletak di sebelah Tenggara rumah Nabi, atau Tenggara dari Masjid Nabawi. Pemakaman Baqi dikenal dengan Jannatul Baqi. Dalam sejarahnya, Allah perintahkan Nabi Muhammad untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai pekuburan kaum muslimin di Madinah. Luas pemakaman di Baqi 180.000 m2, kelilingnya dipagar tinggi.
Sahabat pertama dimakamkan di Baqi, Utsman bin Mazh’un Radhiallahu ‘anhu”. isteri-isteri Rasullah, anak-anak beliau, sahabat dan pejuang-pejuang Islam dimakamkan di Baqi. Di antara keutamaan pemakaman di Baqi, selain tempatnya atas perintah Allah kepada Nabi Muhammad, Rasullah juga berjanji untuk selalu menziarahi pemakaman tersebut.
“Siapa yang bisa meninggal di Madinah, silahkan meninggal di Madinah. Karena aku akan memberikan syafaat bagi orang yang meninggal di Madinah.” (HR. Turmudzi 3917, dishahihkan An-Nasai dalam Sunan al-Kubro (1/602) dan al-Albani).
Di sebelah jendela, ada pintu yang lebih besar. Pintu yang sekaligus berada di bagian belakang rumah tersebut menjadi tempat bagi malaikat Jibril untuk berkunjung menemui Baginda Rasulullah. Ada rasa berbeda mengalir dalam tubuh.
Ustad Hakim kemudian memimpin doa. Doa panjang disampaikan untuk Rasulullah, keluarga, sahabat dan pejuang-pejuang Islam. Lantunan doa menembus relung-relung kalbu. Hadirkan rasa rindu. Rindu pada Rasulullah. Rindu pada Baginda Rasul. Baru dua hari lalu berada di Madinah, kini sudah harus bersiap-siap untuk meninggalkan Kota Madinah. Baru beberapa kali saja berziarah di makam Baginda Rasul, sekali di Baqi, sekali di Jabal Uhud, kini sudah harus berpisah.
“Sekarang, lanjutkan doa sendiri. Sampaikan semua isi hati,” kata Ustad Hakim seusai memimpin doa.
Satu persatu memperbaiki posisi. Ada yang bergerak agak menjauh. Ada yang tetap pada posisinya semula. Aku tak bergerak. Terus melanjutkan doa. Salah satu isi doa yang saya sampaikan; meminta dan bermohon agar Allah memberikan kesempatan dan kemudahan padaku serta keluarga untuk beribadah di Tanah Suci. Menunaikan ibadah haji dan umroh.
Dalam perjalanan menuju Masjid Bir Ali untuk Miqat sebelum umroh, sekitar 20 menit menggunakan bus dari Madinah, masih sangat segar dalam ingatanku perihal tiga hari di kota suci tersebut. Hari-hari beribadah di Masjid Nabawi. Berburu waktu untuk bisa masuk ke Raudah. Alhamdulillah, semua jamaah dapat beribadah di Raudah. Ada di antaranya yang lebih dari sekali.
Ziarah ke Jabal Uhud juga tak kalah membuat ada rasa haru. Nabi Muhammad memimpin perang besar di Jabal Uhud. Jabal (Gunung) Uhud berjarak sekitar 5 KM dari Madinah. Tingginya sekitar 1.050 meter. Panjangnya 7 Km dan terdiri dari batu-batuan granit, marmer merah dan batu-batu mulia. Jabal Uhud tidak tersambung dengan gunung yang lain.
Ziarah ke Jabal Uhud tidak langsung datang ke sana, tetapi hanya melihat dari kejauhan, tepatnya Lembah Aqiq, tempat perang besar Perang Uhud. Di sana ada Jabal Arrimah yang sekaligus ada Makam Syuhada Uhud. Saat Perang Uhud, 15 Syawal 3 Hijrah atau Maret 625 Masehi, 70 sahabat Nabi Muhammad dan pejuang Islam, gugur. Termasuk paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Mutholib. Mereka yang gugur dimakamkan di Makam Syuhada Uhud.
Perang Uhud jumlah pasukan tidak berimbang. Awalnya Rasulullah memimpin 1.000 orang, kaum musrikin Quraisy 3.000-an orang, namun ada di antara pasukan nabi tersebut yang mengundurkan diri, sehingga Rasulullah hanya memiliki 700 orang pasukan.
Dalam sejarahnya, saat perang tersebut, kaum muslimin sebenarnya telah mendapatkan kemenangan dan kaum musyrikin mundur. Tapi 50 pemanah yang ditempatkan di Jabal Arrimah tergoda melihat barang-barang berharga yang ditinggalkan musuh, mereka turun dan mengabaikan perintah Nabi Muhammad, kecuali Abdullah bin Jabir dan enam pemanah lainnya.
Alhasil, melihat situasi itu Khalid bin Walid (komandan Quraisy saat itu dan belum masuk Islam) memanfaatkan keadaan membawa pasukan berbelok dari arah belakang pasukan Islam dan pasukan kaum muslim mengalami kekalahan yang tidak sedikit.
Ziarah juga dilakukan ke rumah-rumah sahabat Nabi Muhammad yang sudah dijadikan masjid. Termasuk ziarah ke Masjid Qiblatain. Qiblatain berarti dua kiblat. Masjid ini mulanya dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah karena dibangun di bekas rumah Bani Salamah. Letaknya di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja ke jurusan Wadi Aqiq atau di atas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah.
DI awal Islam, orang melakukan salat dengan kiblat ke arah Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha) di Palestina. Tahun ke 2 Hjijriah, Senin di bulan Rajab, saat Nabi Muhammad salat zuhur di Masjid Bani Salamah, saat itu beliau menghadap ke arah Masjidil Aqsa, tiba-tiba turun wahyu (Al Baqarah ayat 144) yang artinya;
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Masjid Quba merupakan masjid pertama dibangun Rasulullah SAW, yakni pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi. Masjid ini sudah bisa digunakan dihari ketiga pembangunannya. Kini dapat menampung hingga 20 ribu jamaah.
Masjid ini memiliki tiga pintu utama dan 16 pintu. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama masjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.
Di antara keutamaan beribadah di Masjid Quba, menurut Ustad Hakim, melaksanakan salat sunah di sini, ibadahnya sama dengan melaksanakan sekali umroh.
“Kita sudah sampai di Masjid Bir Ali, saatnya mempersiapkan diri untuk Miqat,” kata Ustad Hakim.
“Labbaik allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni‘mata laka wal mulk. La syarika lak.
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”
Waktu berlalu terasa sangat singkat! (*)