Usai Mutasi, Empat Pejabat Eselon III asal Sutera Nonjob
Painan, rakyatsumbar.id –Entah karena disengaja atau sekedar kebetulan, empat orang pejabat eselon III yang berasal dari Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan dinonjobkan, setelah proses mutasi dilakukan pada Jum’at (22/03/2024) oleh Bupati setempat.
Keempat pejabat eselon III tersebut, yaitunya Denni Anggara, Dongki Agung Pribumi, Yespi Nawiarsih serta Digdian Budiman.
Denny Anggara dengan jabatan terakhir sebagai Camat Kecamatan Batang Kapas juga ikuterta di Non-job kan serta Dongki Agung Pribumi jabatan eselon III nya yaitu sebagai Kepala Bidang Ketentraman dan ketertiban Umum di Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadan Kebakaran.
Yespi Nawiarsih sebelumnya merupakan pejabat eselon II dengan menduduki jabatan sebelum diturunkan sebagai pejabat eselon III adalah kepala BKPSDM, Kepala Inspektorat serta Staf Ahli di Setkab setempat
Diturunkan sebagai pejabat eselon III menduduki jabatan sebagai Kepala Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan di Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Pesisir Selatan yang pada saat mutasi Jum’at kemarin dinonjobkan oleh bupati setempat.
Digdian Budiman sebelumnya merupakan salah satu pejabat eselon III di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dengan menduduki sebagai Kepala Bidang Cipta Karya, kemudian dimutasi ke Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup sebagai Kepala Bidang Pertanahan dan pada saat mutasi bergulir kemarin turut serta dinonjobkan.
Tidak Mengacu Regulasi
Empat orang putra terbaik dari kecamatan sutera yang dinonjobkan oleh Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar tersebut dalam prosesnya disinyalir tidak mengacu kepada regulasi dan kuat dugaan hanya demi kepentingan politis semata.
Fenomena nonjob sebagian orang merupakan hal yang lumrah, namun sebagian pihak berpandangan sebagai kebijakan yang salah. Non job bagi aparatur sipil yang berkinerja baik tanpa sebab merupakan perbuatan sewenang-wenang pemerintah.
Pejabat berwenang menganggap rolling sebagai bentuk penyegaran, namun menjadi masalah bilamana kebijakan rolling mengandung Keputusan Non Job tanpa melalui prosedur yang sah.
Istilah nonjob tidak di atur dalam hukum kepegawaian. Hukum kepegawaian hanya mengatur tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan dari Jabatan Struktural sebagaimana di atur dalam PP No. 100 Tahun 2000 Jo. PP N0. 13 Tahun 2002.
Dalam ketentuan tersebut, PNS dapat diputuskan non job dengan syarat apabila PNS tersebut mengundurkan diri dari jabatannya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dari PNS, diangkat dalam jabatan struktural lainnya, cuti diluar tanggungan negara, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan organisasi satuan kerja dan tidak sehat jasmani dan rohani.
Hukum kepegawaian hanya memperbolehkan mutasi jabatan dalam lingkup perpindahan jabatan struktural dalam eselon yang sama, perpindahan jabatan ke eselon yang lebih tinggi dan perpindahan jabatan dari jabatan struktural ke dalam jabatan fungsional dengan status jabatan yang sama.
Hukum kepegawaian secara tegas melarang mutasi jabatan dengan serta merta mencopot jabatan struktural seseorang.
Lebih lanjut, dalam Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana di atur dalam Pasal 7 Ayat 4 PP No. 53 Tahun 2010, apabila istilah Non Job disamakan dengan istilah Pembebasan dari Jabatan maka pemberian Non Job ini masuk dalam Kategori Hukuman Disiplin Berat.
Mekanisme yang ditempuh sejak awal harus masuk dalam jalur pemberian Sanksi Kedisiplinan PNS.
Ketentuan tersebut mengatur tahapan sanksi kedisiplinan mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh Tim Pemeriksa, selanjutnya dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan, Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi, apabila ditemukan pelanggaran dan kesalahan baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan.
Sanksi yang dapat diberikan pun secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat adalah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah saat ini yaitu nonjob.
Dalam UU No. 51 Tahun 2009 Jo. UU 9 Tahun 2004 Jo. UU 5 Tahun 1896 tentang PTUN, apabila seseorang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan TUN agar keputusan itu itu dinyatakan batal atau tidak sah yang dapat disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Undang-undang memberikan kesempatan selama 3 bulan kepada pihak yang dirugikan untuk menempuh jalur ini.
Sudah sepatutnya dalam membuat suatu keputusan (beschikking) pemerintah bersikap cermat dan berprinsip kehati-hatian dalam mematuhi peraturan perundangan yang ada, karena dapat berakibat keputusan/tindakan pemerintah menjadi tidak sah.
Tidak sahnya tindakan pemerintah tersebut pada akhirnya akan berakibat keputusan yang dibuat cacat yuridis sehingga batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Nonjob Masuk Kategori Melawan Hukum
Keputusan nonjob tanpa dasar pun dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara prosedural, substansial dan dilakukan dengan cara menyalahgunakan kewenangan bahkan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Lebih lanjut dalam Pasal 53 Ayat 2 UU PTUN mengatur tentang perbuatan sewenang-wenang pemerintah, karena peraturan perundangan secara rigid telah memberikan kewenangan kepada Pejabat TUN dalam melaksanakan urusan kepegawaian.
Selain upaya PTUN dimaksud, bagi Pejabat yang telah dirugikan haknya, dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah secara tertulis dan bilamana tidak ditanggapi dapat meneruskannya keberatannya kepada Komisi Aparatur Sipin Negara (KASN) di Jakarta.
Penyalahgunaan kekuasaan juga merupakan bentuk Tindak Pidana Kejahatan Jabatan yang di atur dalam KUHP, lebih lagi menjurus pada unsur pencemaran nama baik bagi pejabat non job yang dapat membuktikan tidak pernah melakukan kesalahan dan pelanggaran berat namun dicopot jabatannya.
Upaya perdata berupa Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Pengembalian Jabatan dan Pemulihan Nama Baik Keputusan Non Job tersebut juga menjadi tidak sejalan dengan manajemen penataan ASN sebagaimana di atur dalam Pasal 1 Poin 22 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN bahwa penataan PNS berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Namun terkadang, kekeliruan dalam pemberian Non Job prinsipnya tidak sepenuhnya menjadi Kesalahan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian, karena apabila masukan dari bawah kepada Bupati salah maka dapat dipastikan Keputusan sang Pejabat menjadi salah.
Ketika dikofirmasi kepada salah satu dari pejabat eselon III yang dinon-jobkan tetsebut bakal melaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Awak media ini belum mendapatkan jawaban yang jelas.
“Kita lihat dulu, apakah akan ada langkah selanjutnya atau tidak, itu kita pelajari dulu, “ucap salah seorang pejabat yanh tidak mau disebutkan namanya. (fdr)