Tim Irman Gusman Sanggah Pernyataan KPU Sumbar
Tim Irman Gusman sanggah pernyataan KPU Sumbar.
Padang, rakyatsumbar.id – Pernyataan pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumbar, yang memutuskan bakal calon legislatif (Bacaleg) DPD RI, Irman Gusman, tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tahapan penyusunan DCT (Daftar Calon Tetap) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, memantik reaksi dari Tim Irman Gusman Center.
Tim Irman Gusman Center menilai pihak KPU Provinsi Sumbar, telah keliru dalam memahami status hukum Irman Gusman dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA), tertanggal 24 September 2019.
“Putusan Peninjauan Kembali kasus Irman Gusman yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tertanggal 24 September 2019 ternyata tidak seperti pemahaman KPUD Sumbar yang tercermin dari keterangan saudara Ori Syativa Syakban tersebut di atas yang membuktikan KPUD Sumbar telah keliru memahami status hukum Irman Gusman dalam putusan PK oleh Mahkamah Agung dimaksud,” kata Sekretaris Tim Irman Gusman Center, Fahrul Rizal, saat jumpa pers di Padang, Selasa, (31/10) sore.
Ia melanjutkan, sesuai putusan PK Mahkamah Agung tertanggal 24 September 2019 tersebut, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang sebelumnya telah menggunakan Pasal 12 huruf b Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mendalilkan kasus penyuapan.
“Dalam putusan PK dimaksud, Mahkamah Agung setelah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimaksud, mengadili kembali perkara a quo dengan tidak menggunakan Pasal 12 huruf b, melainkan menggunakan Pasal 11 Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ucap Fahrul Rizal.
Menurut Fahrul Rizal, karena Mahkamah Agung dalam mengadili kembali perkara a quo menggunakan Pasal 11 UU dimaksud, maka ancaman hukuman yang mendasari putusan PK dimaksud, sesuai Pasal 11 tersebut, ternyata bukannya lima tahun atau lebih, melainkan satu tahun sampai lima tahun, sementara putusan PK Mahkamah Agung, sesuai Pasal 11 tersebut, ternyata 3 tahun, dengan demikian maka putusan yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap terhadap Irman Gusman adalah 3 tahun, bukan 5 tahun.
“Dalam putusan PK dimaksud Mahkamah Agung juga menetapkan hukuman tambahan terhadap Irman Gusman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun dan hukuman politik ini sudah selesai dijalani oleh Irman Gusman dari tanggal 24 September 2019 sampai dengan 24 September 2022.
Ia menjelaskan, sesuai fakta hukum sebagaimana dijelaskan di atas, maka Irman Gusman sudah selesai menjalani pidana badan selama 3 tahun, dan hukuman tambahan berupa hukuman politik selama 3 tahun, apabila Irman Gusman harus dihukum lagi dengan hukuman politik sehingga tidak dapat mengikuti Pemilu 2024, maka hal itu berarti Negara menghukum warganya tanpa adanya kesalahan yang dibuat oleh warganya tersebut, karena Irman Gusman telah selesai menjalani hukuman, baik pidana badan maupun hukum politik.
“Ini melanggar azas hukum yang menyatakan tiada hukuman tanpa kesalahan. Ini juga berarti KPU Sumbar telah melanggar hak azasi Irman Gusman untuk maju dalam Pemilu 2024, sehingga tindakan demikian jelas merupakan kesewenang-wenangan, karena menghukum warga negara yang tidak melakukan kesalahan apapun terhadap KPU Sumbar,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, keputusan KPU Sumbar yang telah keliru memaknai status hukum Irman Gusman sebagaimana diuraikan dalam putusan PK Mahkamah Agung tertanggal 24 September 2019 tersebut, ternyata telah mendatangkan kerugian yang amat besar bagi Irman Gusman, sehingga KPU Sumbar harus mempertanggung-jawabkannya secara hukum.
“KPU Sumbar ternyata juga telah keliru dalam memaknai Pasal 182 huruf g UU No.7 Tahun 2017 yang menyangkut status hukum Irman Gusman, karena ternyata status Irman Gusman yang dipersyaratkan dalam Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023 itu tidak bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, karena Pasal 182 huruf g dimaksud mensyaratkan ancaman pidana 5 tahun atau lebih,” beber Fahrul Rizal.
Ia menambahkan, sementara putusan PK oleh Mahkamah Agung terhadap Irman Gusman tidak menggunakan Pasal 12 huruf b UU Tipikor yang mensyaratkan ancaman pidana 5 tahun atau lebih, melainkan menggunakan Pasal 11 yang mensyarakan ancaman pidana 1 tahun sampai 5 tahun, sementara putusannya adalah 3 tahun.
“Sehingga terhadap Irman Gusman tidak bisa diberlakukan Pasal 182 huruf g tersebut karena ternyata ancamannya adalah 1 tahun atau lebih, sampai 5 tahun. Jadi tidak sesuai dengan bunyi Pasal 182 huruf g tersebut,” ulasnya.
Ia mengungkapkan, Pasal 182 huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tersebut juga memuat klausul pengecualian yang mengatakan “Kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.” Dengan adanya klausul pengecualian dimaksud, maka Irman Gusman seharusnya dikecualikan dari pembatasan dalam pasal 182 huruf g dimaksud.
“Karena, telah mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana, melalui penerbitan tiga jilid buku berjudul Menyibak Kebenaran yang telah beredar luas di masyarakat,” imbuhnya.
“Telah mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana melalui surat keterangan Ka Lapas Sukamiskin Bandung dan Surat Keterangan Kejaksaan serta pemberitaan di media massa. Dengan demikian maka Irman Gusman seharusnya dikecualikan dari pembatasan dalam Pasal 182 huruf g tersebut di atas, karena semua unsur pengecualian yang dimaksud dalam pasal 182 huruf g tersebut telah terpenuhi,” sanggahnya.
Ia mengakhiri, dengan keputusan KPUD Sumbar seperti diuaraikan di atas maka KPUD Sumbar telah mendatangkan kerugian materiil dan non-materiil terhadap Irman Gusman, yang telah mengikuti semua proses pencalonan anggota DPD sebagaimana dipersyaratkan oleh KPU Pusat.
“Maka, menjadi tanggung jawab KPUD Sumbar dan KPU Pusat yang keputusannya telah melanggar azas azas hukum yang berlaku di negara ini, sehingga pihak yang dirugikan akan meminta pertanggungjawabannya secara hukum,” pungkas Fahrul Rizal, didampingi, Ketua Tim Irman Gusman Center, Mahardi Efendi, dan lainnya.
KPU Sumbar memutuskan dan menyatakan bahwa Irman Gusman Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai Calon Anggota DPD RI Dapil (Daerah Pemilihan) Sumbar, Pemilu 2024 dalam tahapan penyusunan DCT DPD.
Sikap tersebut diambil KPU Sumbar sebagai tindak lanjut Surat Dinas KPU RI Nomor 1096 Perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Agung.
Melalui surat tersebut, KPU Provinsi diperintahkan untuk mempedomani Putusan MA Nomor 28 Tahun 2023 pada masa penyusunan Daftar Calon Tetap DPD.
“Setidaknya, ada dua dokumen Irman Gusman yang kita verifikasi kembali, yaitu putusan pengadilan yang bersifat inkrah dan Surat Keterangan Kalapas Kelas 1 Suka Miskin Bandung,” Ketua Divisi
Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sumbar, Ory Sativa Sya’ban, melalui keterangan tertulisnya, Selasa, (31/10).
Pada dokumen putusan pengadilan tersebut, yang bersangkutan (Irman Gusman) termasuk ke dalam kategori mantan terpidana yang dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih.
Ia menyampaikan, berdasarkan ketentuan pasal 15 ayat (1) huruf g, syarat calon anggota DPD diantaranya adalah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang inkrah karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan, yang inkrah dan secara jujur terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
“Disisi lain, dalam Surat Keterangan Kepala Lapas Kelas 1A Suka Miskin, yang bersangkutan (Irman Gusman) dinyatakan bebas terhitung tanggal 26 September 2019. Artinya, hingga hari terakhir masa penerimaan pendaftaran, belum memenuhi masa jeda 5 tahun sebagaimana dipersyaratkan,” bebernya.
sebelumnya, Irman Gusman dinyatakan memenuhi syarat dan ditetapkan KPU RI dalam DCS DPD dapil Sumbar, karena dalam putusan pengadilan dimaksud, Irman Gusman juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 Tahun.
“Berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat 2 PKPU 11 tahun 2023 tentang pencalonan DPD, Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 tahun tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik,” sebutnya.
Ia menyebutkan, dalam putusan MA 28 tahun 2023, MA Menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11 Tahun 2023 tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum, artinya pasal 18 ayat 2 tersebut sudah tidak berlaku lagi.
“Finalnya, putusan akhirnya ada di KPU RI. Kita tunggu SK (Surat Keputusan) penetapan DCT DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dari KPU RI tanggal 3 November nanti,” ungkap Ory Sativa Sya’ban.
Selain Irman Gusman, Bacaleg Rifo Darma Saputra juga tidak disusun ke dalam DCT DPD Dapil Sumbar untuk Pemilu 2024, pasca menyatakan mundur dari pencalonan DPD pada 3 Oktober 2023. “Tentu akan terjadi pergeseran nomor urut DPD dalam penetapan DCT yang akan ditetapkan oleh KPU RI Tanggal 3 November 2023,” pungkasnya. (byr)