Rekonstruksi Kurikulum Pendidikan Vokasi Pertambangan
Sebagai bangsa dan negara dengan kekayaan melimpah dibidang hasil tambang, Indonesia masih memiliki banyak potensi cadangan sumber daya alam mineral dan batubara. Sebagaimana diceritakan dalam Kumparan BISNIS (2020); yang memberitakan bahwa tiga puluh sembilan persen (39 %) cadangan emas dunia ada di Indonesia. Nikel sebagai bahan utama pembuatan baterai untuk mobil listrik di Indonesia berada pada peringkat cadangan ketiga terbesar dunia. Demikian juga dengan bahan tambang lain seperti batubara, tembaga dan perak, produksi dari Indonesia selalu berada dan masuk dalam sepuluh besar peringkat dunia.
Pada era revolusi industri 4.0, sektor pertambangan mineral dan batubara juga tak terlepas dari berbagai tantangan. Untuk memastikan kegiatan pertambangan tetap dapat berjalan lancar dan berkesinambungan serta dapat memberi sumbangsih bagi pendapatan negara, diperlukan penyiapan tenaga kerja yang terampil dan memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan dari setiap tahapan usaha pertambangan yang dilakukan. Penyiapan tenaga kerja yang memiliki kompetensi, dilaksanakan lewat program pendidikan dan pelatihan. Untuk penyiapan tenaga kerja melalui pendidikan fomal, dilakukan dari tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK), pendidikan diploma, dan pendidikan sarjana.
Dari proses pendidikan itulah akan dihasilkan lulusan yang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang diperlukan. Kemampuan melakukan pekerjaan dengan baik sesuai standar yang ditetapkan diistilahkan dengan kompetensi. Kompetensi itu sendiri adalah gabungan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang terakumulasi dalam bentuk performan seseorang, yang diperlukan dalam menangani dan mengelola pekerjaan pertambangan dengan baik.
Pada Permendikbud nomor 22 tahun 2020, terkait renstra tahun 2020–2024 kemendikbud dalam hal relevansi pendidikan, disampaikan bahwa; peningkatan relevansi lulusan pendidikan dengan industri dan dunia kerja (IDUKA) merupakan bagian prioritas pembangunan pendidikan di periode 2015-2019. Seiring dengan itu, maka peningkatan mutu dan proses pembelajaran serta perbaikan dan peningkatan terhadap kualitas para lulusan, sebagai luaran program pendidikan dan pelatihan menjadi kewajiban yang mutlak dan harus dilakukan.
Pendidikan vokasi sebagai bagian dari pendidikan secara keseluruhan, juga memiliki problematika tersendiri, beberapa permasalahan pada proses pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi adalah, pertama; masih dirasakan kurangnya komitmen para stakeholder dalam bentuk peran serta aktif didalam mendukung pelaksanaan kegiatan dan penguatan program pendidikan kejuruan atau pendidkan vokasi; kedua, kurikulum yang digunakan dan dilaksanakan pada pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi masih belum mampu beradaptasi dengan kebutuhan industri, dunia usaha dan dunia kerja (IDUKA); ketiga, bagi masyarakat umum dan bagi calon mahasiswa, program pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi belum menjadi pilihan utama dalam menentukan pilihan untuk melanjutkan studinya; keempat, pengalokasian anggaran untuk penyelenggaraan program pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi masih belum mencukupi, sementara pendidikan vokasi membutuhkan sarana prasarana yang memadai sesuai dengan perkembangan di IDUKA;
Kelima, sumber daya manusia sebagai tenaga pendidik yang ada pada program pendidikan vokasi atau politeknik umumnya masih berlatar belakang pendidikan akademis, bukan berasal dari IDUKA yang syarat dengan pengalaman dan disetarakan; keenam, keinginan masyarakat secara umum melihat bahwa untuk pendidikan kejuruan atau vokasi, lebih memilih jalur pendidikan jangka pendek seperti kursus dan latihan kerja, dan kurang mempertimbangkan jenjang karir untuk masa depannya; ketujuh, dibandingkan dengan pendidikan akademik, dukungan pemerintah daerah dalam pemberian beasiswa untuk mahasiswa yang menempuh jalur pendidikan vokasi dirasakan masih lebih sedikit atau kurang; dan kedelapan, masih terbatasnya dosen vokasi yang berasal dan punya pengalaman lapangan serta memiliki gelar magister (S2).
Pendidikan vokasi pada perguruan tinggi diselenggarakan berlandaskan pada regulasi pendidikan yang berlaku, termasuk dalam menyusun kembali atau merestrukturisasi kembali serta melakukan implementasi/pelaksanaan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Hal ini menjadi penting agar relevansi lulusan dan kebutuhan pekerja secara nasional dapat terpenuhi. Keluaran program pendidikan vokasi, selain diharapkan dapat bekerja dengan kemampuan yang mumpuni sesuai bidangnya, juga dituntut untuk dapat berperan sebagai agen perubahan dalam konsep dan pemikiran terkait pentingnya kewirausahaan, serta menjadi contoh bagi generasi berikutnya dalam menjawab berbagai tantangan bangsa.
Dengan sifat kurikulum yang dinamis, adaftif, akomodatif, dan konstektual terhadap perkembangan dan kebutuhan sesuai massanya, mengharuskan kurikulum pendidikan termasuk didalamnya kurikulum pendidikan vokasi pertambangan perlu senantiasa dievaluasi dan direkonstruksi, sehingga kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan, dapat disuplai atau diisi dari lulusan yang dipersiapkan dengan perangkat kurikulum yang baik dan selalu up to date.
Selain itu kurikulum dan proses pembelajaran pada pendidikan tinggi vokasi yang ditujukan untuk mempersiapkan dan melahirkan calon tenaga kerja kompeten, mampu beradaptasi menghadapi perubahan budaya kerja, siap kerja, siap mandiri, siap berkompetisi, baik secara nasional, regional maupun global, secara berkesinambungan harus dirancang secara baik untuk mampu diwujudkan dalam realita pembelajaran mahasiswa yang efektif, sehingga mahasiswa dapat belajar secara otpimal dan mengembangkan potensi dirinya menjadi pribadi dengan karakter mulia, memiliki pengetahuan, dan keterampilan.
Disamping itu, masih terdapat kesenjangan dengan realita di lapangan terkait serapan lulusan program D3 Teknik Pertambangan, dan berbagai hal terkait relevansi pengetahuan yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan kompetensi tenaga kerja di lapangan. Keluhan lulusan D3 Teknik Pertambangan yang diperlakukan jauh berbeda dengan lulusan sarjana terkait salari yang diterima dan jenjang karir yang jauh berbeda hingga tiga sampai empat tahun untuk masa kerja yang sama, dan pemberian tugas pekerjaan yang kadang sama dengan beban yang diberikan untuk lulusan sarjana. Melalui penelitian ini akan diungkap bagaimana kompetensi dan peta jabatan bidang pertambangan, khususnya untuk D3 Teknik Pertambangan. Kemudian akan dilihat apa permasalahan terkait kurikulum yang ada melalui penilaian alumni dan pengguna lulusan. Serta usulan tentang kurikulum hasil rekonstruksi dalam bentuk buku kurikulum D3 Teknik Pertambangan.
Penelitian dalam rangka rekonstruksi kurikulum ini, menggunakan pola desain penelitian pengembangan kurikulum model grass root, dengan metode Delphi teknik; dimana pola penyelesaian masalah dilakukan dengan menghimpun berbagai masukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Data masukan dalam bentuk triangulasi, bersumber dari alumni, pengguna lulusan (dengan double respon; kepuasan dan penilaian kepentingan/harapan) dan masukan dari ketua progam studi D3 Teknik pertambangan se Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui tracer study terhadap lulusan dan pengguna lulusan, ditambah masukan dari para ketua program stududi D3 Teknik Pertambangan. Selain data masukan yang diperoleh melalui angket juga dilakukan melalui pertemuan dan diskusi langsung, dengan teman sejawat para dosen D3 Teknik Pertambangan FT UNP, pendapat para pakar kurikulum dalam kegiatan focus grup diskusi (FGD), serta diskusi melalui virtual meeting dengan tim perumus rancangan kurikulum program studi D3 teknik pertambangan Indonesia.
Produk hasil temuan ini dalam bentuk dokumen kurikulum (buku kurikulum) dan buku pedoman pelaksanaan tracer study yang berisi tiga model kuesioner untuk renponden dari alumni, kepuasan pengguna lulusan dan penilaian kepentingan/harapan dari pengguna lulusan; juga menjawab pertanyaan penelitian terkait bidang kompetensi dan peta jabatan di bidang kegiatan pertambangan.
Hasil temuan dari Rekonstruksi Kurikulum Pendidikan Vokasi Pertambangan dan dari berbagai masukan yang ada, maka lulusan D3 Teknik Pertambangan dapat menempati posisi jabatan pekerjaan di lapangan dengan profil sebagai, surveyor/asisten survey/foreman pada kegiatan eksplorasi tambang, group leader/ asisten group leader pada kegiatan pertambangan, teknisi pada laboratorium tambang, pembantu perencana tambang (Junior Mine Plan), tim teknis pada Dinas Pertambangan di Kementerian ESDM, juru ledak tambang/ suvervisor peledakan/ foreman mine drill & blast, junior supervisor bidang pertambangan, teknisi tambang secara umum, teknisi kegiatan pemberaian (Drill & Blast Technician), teknisi kegiatan alat muat dan alat angkut, pengelola K3 dan lingkungan tambang, suvervisor/ foreman mine health & safety, foreman mine operations (production), junior mine engineer, geotechnical engineer assistant dan enterpreneurship atau Wirausaha di bidang Pertambangan.
Selanjutnya, terkait dengan pelaksanaan pendidikan vokasi pertambangan khususnya untuk program diploma tiga (D3), di seluruh Indonesia terdapat 16 program studi D3 Teknik/Teknologi Pertambangan yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Universitas, dan tergabung dalam Forum Komunikasi Program Studi Teknik Pertambangan Seluruh Indonesia (Fokopindo) yang anggotanya terdiri dari seluruh program studi D3, S1, S2, dan program S3 Teknik Pertambangan. Untuk program diploma tiga, saat ini sedang dalam proses menentukan kesepakatan prodi sejenis, terkait dengan profil lulusan dan capaian pembelajaran minimum lulusan (CPL) yang harus dicapai oleh lulusan D3 Teknik/Teknologi Pertambangan di Indonesia. Sebagai wujud tanggung jawan Forkopindo terhadap Permendikbud nomor 3 tahun 2020.
Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa kurikulum yang dilaksanakan dan telah menghasilkan lulusan/alumni, masih terdapat beberapa kelemahan dan membutuhkan perbaikan. Kelemahan lulusan terungkap dalam penguasaan bahasa inggris, masih lemah dalam kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, masih lemah dalam menyusun laporan, serta lemah dalam melakukan presentasi. Selain itu kegiatan magang/PLI yang selama ini hanya berdurasi 40 hari disarankan waktunya menjadi 4 bulan, dan ini sejalan dengan konsep merdeka belajar, yang memungkinkan mahasiswa berada di lapangan 6 bulan sampai satu tahun.
Dari hasil penelitian, saran dari berbagai pihak dalam kegiatan FGD, virtual meeting dengan ketua Program Studi D3Teknik Pertambangan seluruh Indonesia pada forum Forkopindo, seluruh stakeholder dan analisa terhadap kurikulum yang sedang digunakan, dihasilkan rekonstruksi kurikulum vokasi pertambangan dengan penekanan terhadap; peningkatan penguasaan materi teknik pertambangan, pemahaman dan kemampuan menggunakan perangkat lunak komputer (software), peningkatan kemampuan berbahasa asing khusunya bahasa inggris, kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun tulisan, trampil dalam membuat dan menyusun laporan, serta perbanyak kegiatan lapangan (ekskursi dan magang) dengan mengikuti pola merdeka belajar yang sedang digulirkan oleh Kemendibud. Selain itu telah disusun buku kurikulum D3 Teknik Pertambangan yang berisikan; visi, misi, tujuan program studi, profil lulusan dan capaian pembelajaran yang diuraikan dalam rincian capaian aspek sikap, pengetahuan, ketrampilan umum dan ketrampilan khusus. Proses pembelajaran, penilaian dan struktur kurikulum yang berisikan rincian mata kuliah dan bobot sks, substansi praktikum dan contoh dalam membuat rancangan pembelajaran semester (RPS).
Implikasi temuan bagaimana rekonstruksi kurikulum pendidikan vokasi pertambangan dilakukan, dan menghasilkan kurikulum baru hasil perbaikan yang dapat mengakomodasi perkembangan teknologi yang begitu cepat. Dari data penelitian juga dapat diungkap bahwa kelemahan alumni D3 teknik pertambangan FT UNP yang dirasakan oleh pengguna lulusan adalah; rendahnya kemampuan berbahasa inggris, lemah dalam berkomunikasi, lemah dalam membuat laporan, lemah dalam melakukan presentasi, masih rendah pengetahuan di bidang ilmu yang digeluti, masih lemah/tidak kuat bekerja dalam tekanan, kemampuan bekerja, etika dan disiplin yang masih perlu diperbaiki, serta belum dimilikinya sertifikasi kompetensi sebagai bukti ketrampilan yang dikuasai dalam bentuk sertifikat atau bukti pendamping ijazah.
Implikasi lainnya, apabila ingin dilakukan perbaikan secara sistematis dan menyeluruh, maka diperlukan keterlibatan semua pihak baik internal seperti manajemen di prodi dan jurusan, fakultas, dan universitas. Juga melibatkan seluruh sivitas akademik seperti dosen, tenaga pendidik, mahasiswa dan alumni. Sedangkan untuk pihak eksternal, harus melibatkan stakeholder tempat magang dan pengguna lulusan, sebagaimana dicanangkan saat ini oleh dirjend diksi tentang perkawinan massal antara dunia kampus dengan industry, dubia usaha dan dunia kerja (IDUKA) dengan selogan super link dan super match.
Artikel ini ditulis oleh Dr.(c) Bambang Heriyadi,MT, berdasarkan disertasi untuk penyelesaian Program Doktor (S-3) pada Prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Tim Promotor Prof. Dr. Nizwardi Jalinus, M.Ed. dan Co-Promotor Dr.Nurhasan Syah, M,Pd yang telah lulus diseminarkan pada ujian tertutup tanggal 18 Februari 2021 pukul 09:00 dengan Tim Penguji yaitu Prof. Ganefri, Ph.D.; Dr. Fahmi Rizal, M.Pd., M.T.; Prof.Dr.Ambiyar,M.Pd; Dr. Waskito,MT; Dr. Fadillah, S.Pd, MSi dan Prof. Selamat Triono, Ahmad, MSc. PhD, (Penguji Eksternal dari Universitas Negeri Medan. Dari hasil temuan penelitian disertasi ini, berkenaan dengan prosedur/model yang dikembagkan, Dr.(c) Bambang Heriyadi,MT, telah berhasil mempublikasi artikel di jurnal international bereputasi (Q4) dengan judul Tracer study analysis for the reconstruction of the mining vocational curriculum in the era of industrial revolution 4.0 di jurnal Turkish Journal of Computer and Mathematics Education. (*)