rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Rawat Benda Peninggalan Sejarah, BPK Wilayah III Libatkan Pelajar dan Masyarakat

Rawat Benda Peninggalan Sejarah, BPK Wilayah III Libatkan Pelajar dan Masyarakat

Kegiatan Konservasi Meriam Benteng Fort de Kock oleh siswa Kota Bukittinggi

Benteng Fort de Kock merupakan salah satu tinggalan masa kolonial Belanda yang berada di Jalan Benteng Kelurahan Benteng Pasar Atas Kecamatan Guguakpanjang Kota Bukittinggi. Benteng ini didirikan oleh Kapten Bauer di atas Bukit Jirek pada tahun 1825. Mulanya benteng diberi nama Sterrenschans, namun karena yang menjadi Komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada masa itu adalah Hendrik Merkus de Kock, maka Benteng ini dikenal dengan Benteng Fort de Kock.

Trisno Edward—Bukittinggi

Pada tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang juga bernama Fort de Kock yang kini bernama Bukittinggi. Pada prinsipnya, pembangunan benteng ini bertujuan untuk menghambat dan mempersempit gerakan Paderi (1821 – 1837) yang dipimpin  Tuanku Imam Bonjol sekaligus untuk memperkuat posisi Belanda khususnya di daerah Bukittinggi.

Benteng Fort de Kock sendiri dibangun di atas sebuah bukit yang merupakan tempat tertinggi di daerah tersebut. Dengan memanfaatkan kondisi lingkungannya, benteng ini dibuat berundak/bertingkat serta dilengkapi tanggul dan parit pertahanan.

Struktur pertahanan benteng seperti ini tentunya menyulitkan bagi pihak penyerang untuk memasuki bagian dalam benteng. Benteng Fort de Kock sudah ditetapkan melalui SK Menbudpar No. PM.05/PW.007/MKP/2010 tanggal 08 Januari 2010.

Selain struktur benteng berupa gundukan tanah dan parit pertahanan serta bangunan bak air, tinggalan arkeologi yang masih tersisa di benteng ini adalah meriam kuno yang ditempatkan pada titik-titik tertentu untuk menghalau ancaman keamanan terhadap benteng.

Terdapat sembilan meriam yang lokasinya tersebar di dalam Kawasan Benteng Fort De Kock dan  Kawasan Kebun Binatang Bukittinggi dengan rincian satu meriam di depan bangunan tiket masuk tepatnya di pinggir gerbang masuk benteng, enam meriam di dalam areal Benteng Fort De Kock dan satu meriam di areal Kebun Binatang.

Degradasi fisik meriam terutama disebabkan karena proses kimia berupa korosi dan  proses biotis berupa lumut dan jamur kerak. Untuk mempertahankan kualitas fisik meriam, dilaksanakan kegiatan pengawetan (konservasi) Meriam Benteng Fort De Kock.

Menurut Ketua Tim/Ketua Pelaksana Konservasi Meriam Benteng Fort de Kock Tumini yang merupakan Pamong Budaya Ahli Muda/Arkeolog BPK Wilayah III Sumbar, kegiatan pengawetan (konservasi) terhadap Meriam Benteng Fort de Kock bertujuan untuk melakukan pembersihan dan pengawetan Meriam Benteng Fort de Kock.

Kegiatan ini dilakukan agar meriam ini tetap bersih dan terawat, sehingga keberadaan dan kualitas fisiknya dapat dipertahankan untuk jangka panjang. Kegiatan ini diharapkan bermanfaat bagi pengunjung dan pengelola kawasan wisata Benteng Fort de Kock serta pemerintah daerah Kota Bukittinggi.

“Penerima manfaat kegiatan pengawetan (konservasi) Meriam Benteng Fort de Kock adalah pengunjung dan pengelola Kawasan Benteng Fort de Kock, Pemerintah Kota Bukittinggi.dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III.Kegatan ini melibatkan pelajar SMP dan SDN 10 Sapiran Bukittinggi dan pengunjung atau masyarakat,”ujar Tumini kepada Rakyat Sumbar, Senin (01/07/2024) di kawasan TMSBK.

Tumini menambahkan pengawetan (Konservasi) Meriam di Benteng Fort de Kock Kota Bukittinggi dilaksanakan tanggal 27 Juni sampai 2 Juli 2024. Pengawetan (konservasi) Meriam Benteng Fort de Kock dilakukan menggunakan bahan alam jeruk nipis dan asam sitrat untuk pembersihan karat, bahan alam lerak untuk pencucian, bahan kimia tanin untuk stabilisasi, dan bahan kimia paraloid untuk pelapisan.

“Tujuan  kegiatan ini adalah Laporan Pengawetan (Konservasi) Meriam Benteng Fort de Kock, Dokumentasi Meriam Benteng Fort de Kock dan pelaksanaan kegiatan. Melalui konservasi ini, Meriam Benteng Fort de Kock (material logam) dalam kondisi bersih dan terawat, sehingga diharapkan dapat bertahan dalam jangka waktu panjang.Pembersihan dan perawatan secara rutin dan berkelanjutan untuk mempertahankan kualitas material logam, tetap dilakukan pihak pengelola dan pemda setempat,”ungkap Tumini.

Sementara itu, Pemko Bukittinggi melalui Bidang Kebudayaan Disdikbud Bukitinggi sangat menyambut positif kegiatan Konservasi Meriam Benteng Fort de Kock ini.

Kadisdikbud melalui Kabid Kebudayaan Heru Tri Astanawa didampingi Pamong Budaya Permuseuman Beta Ayu Listyorini mengungkapkan kegiatan Konservasi  ini merupakan bentuk perlindungan dan pemeliharaan benda-benda bersejarah khususnya Meriam Benteng Fort de Kock.

“Kita mengapresiasi BPK Wilayah III Sumbar yang telah melakukan konservasi Meriam ini. Apalagi, kegiatan ini juga melibatkan pelajar Bukittinggi, pengunjung atua masyarakat. Bagi pelajar, manfaat positifnya adalah mereka bisa tahu tentang sejarah Benteng Fort de Kock termasuk Perang Paderi,”ungkap Beta Irin.

Anggota Tim Konservasi dari BPK Wilayah III Sumbar terdiri dari Ketua Tumini ( Pamong Budaya Ahli Muda/Arkeolog, Titin Novita Handa Putri (Konservator), Novi Yantini Pancasila Murti ( Teknisi Pelestari Cagar Budaya), Afriyondri (Teknisi Pelestari Cagar Budaya dan Masrisol (Pengolah Data Cagar Budaya). (*)

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *