PT Semen Padang? Ayo Kenali, Dekati, dan Pakai
Oleh : Trio Mahendro Alam Sad
Mendengar kata “PT Semen Padang” tidak asing lagi di telinga kita akan perihal tersebut. Karena apa? Karena PT Semen Padang merupakan perusahaan BUMN produsen semen tertua di Indonesia yang didirikan oleh Carl Christophus Lau pada 18 Maret 1910 dengan nama dahulunya ialah NV Nederlandsch-Indische Portland Cement Maatschappij atau NIPCM di ibukota Sumatera Barat yaitu kota Padang, di Indarung.
Pada awal mulanya NIPCM berdiri, perusahaan ini hanya dapat memproduksi semen sebanyak 76,5 ton per harinya. Dimana, sumber energi listrik yang digunakan untuk mengoperasikan pabrik ini berasal dari pembangkit listrik Rasak Bungo, yang memanfaatkan air Sungai Lubuak Paraku. Sementara itu, bahan bakar pabrik yang digunakannya ialah batu bara Ombilin. Batu bara ini didatangkan langsung dari Sawahlunto melalui kereta api menuju Bukik Putuih, yang tak jauh dari Teluk Bayur.
Dalam perjalanannya, pabrik ini terus mengalami evolusi. Pada tahun 1939, menjelang perang dunia II, pabrik ini mampu memproduksi 170.000 ton per tahunnya, ini merupakan produksi tertinggi di masa itu. Pada waktu itu, pabrik ini mempunyai kapasitas terpasang 210.000 ton. Akan tetapi, dengan berkembangnya secara pesat perusahaan NIPCM pada tahun tersebut, banyak situasi yang mempengaruhi keberadaan dan keberlangsungannya, salah satunya ialah situasi politik pada masa itu. Situasi politik pada masa itu yang amat berpengaruh kepada kepenguasaan pabrik semen ini ialah Jepang memenangkan perang dunia kedua, yang mengambil alih penguasaan pabrik dari tangan Belanda. Setelah kejadian itu, sekutu bertekuk lutut pada negeri berjuluk “Matahari Terbit” tersebut. Pada masa itu, manajemen perusahaan kemudian ditangani oleh Asano Cement Jepang. Semua produksi pabrik ini digunakan untuk mendukung aktifitas militer Jepang. Penguasaan Jepang terhadap pabrik ini hanya dapat bertahan lebih kurang dua tahun yaitu pada 1942-1944. Pada Agustus 1944, pabrik semen ini dibom oleh tentara sekutu dan mengalami kerusakan yang amat parah. Setelah zaman kemerdekaan, pabrik Semen Padang mengalami kondisi yang tidak stabil.
Pada waktu kemerdekaan tahun 1945, pabrik ini diambil alih oleh karyawan dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah tahun 1947. Setelah itu, pada agresi Belanda 1947-1949, pabrik ini relatif tidak berfungsi, yang kemudian Belanda kembali mengambil alih pabrik dan pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang sebelumnya menangani pabrik ini. Pada masa itu, meski Indonesia sudah memperoleh kemerdekaan, namun pabrik Semen Padang yang berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatshappi (PPCM), yang mana pengelolaannya tetap berada di bawah tangan Belanda. Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap seluruh perusahaan yang berada di bawah tangan Belanda yang ada di Indonesia. Perusahaan tersebut kemudian sepenuhnya menjadi milik Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi. Dalam UU ini ditegaskan bahwa semua perusahaan milik Belanda diserahkan pada Indonesia. Oleh pemerintah, pengelolaan pabrik kemudian dipercayakan kepada Badan Penyelenggara Perusahaan-perusahaan Industri dan Tambang (BAPPIT), yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 1958, pada 26 Februari 1958.
BAPPIT sendiri bernaung di bawah Kementerian Perindustrian. Ketika itu, J. Sadiman ditunjuk sebagai direktur utama. Disamping itu, pergulatan politik dalam negeri juga mempengaruhi perjalanan sejarah Semen Padang. Produksi perusahaan tersebut sempat terganggu ketika terjadinya pergolakan PRRI. Akibatnya, di akhir 1960-an itu, pabrik ini nyaris dilego (dijual) menjadi besi tua. Akan tetapi, upaya untuk melego (menjual) itu akhirnya digagalkan oleh Gubernur Sumatera Barat yaitu Harun Zain. Harun menyelamatkan pabrik tersebut dengan meminta pemerintah pusat agar memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mencarikan jalan keluarnya. Kemudian, Harun Zain meminta kepada Ir. Azwar Anas memimpin pabrik tersebut. Dan pada akhirnya, Azwar bisa melakukan revitalisasi pabrik, sehingga pabrik itu bisa kembali “Survive”.
Selama periode tersebut, perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000 per tahunnya. Kemudian dengan pengembangan tersebut, pabrik ini melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya pabrik Indarung II, III, dan IV. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1995, pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya dari PT Semen Padang ke Saham Gresik Group yang bersamaan dengan dibangunnya pabrik Indarung V. Akan tetapi, pada bulan Oktober 1999 ternyata pabrik Indarung I dinonaktifkan dengan pertimbangan efisiensi dan polusi karena pabrik yang didirikan pada 18 Maret 1910 itu masih menggunakan proses basah.
Pada 20 Desember 2012, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Perseroan, PT Semen Padang, PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa dan Thang Long Cement bergabung di bawah PT Semen Indonesia (persero) Tbk yang sahamnya sebesar 51,01% dimiliki secara mayoritas oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pemegang saham lainnya sebesar 48,09% dimiliki publik.
Pada saat ini, PT Semen Padang mampu menghasilkan beberapa produk yang dapat dipergunakan untuk segala bidang, diantaranya:
a) Semen Portland Type I
Dipergunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal serta digunakan untuk membangun rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, dan lain-lain.
b) Semen Portland Type II
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, misalnya bangunan di pinggir laut, bangunan di bekas tanah rawa, massa untuk beton dam-dam dan lain-lain
c) Semen Portland Type III
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan tingkat tinggi, dan lain-lain
d) Semen Portland Type V
Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat melebihi 0,20% dan biasanya digunakan untuk membuat jembatan, terowongan, pelabuhan dan sebagainya.
e) Super Masonry Cement
Dapat dipergunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K 225.
f) Oil Well Cement (OWC), Class G-HSR (High Sulfate Resistance)
Digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah permukaan laut dan bumi.
g) Portland Composite Cement (PCC)
Dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua beton.
h) Super “Portland Pozzolan Cement” (PPC)
Dipergunakan secara luas untuk; konstruksi beton massa, konstruksi beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat, bangunan/instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih tinggi, dan pekerjaan pasangan dan plesteran.
Maka dari itu, mari kita bersama-sama meningkatkan hasil produk dan kualitas PT Semen Padang dengan cara menggunakan dan memakai produk tersebut di dalam kehidupan sehari-hari dari segala bidang, baik itu perindustrian, perumahan, dan sebagainya. (*)