Penyalahgunaan Media Sosial
Oleh: Karica Anis Saputri Taileleu
Pelajar SMAN 1 Padang
Media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, dalam satu decade terakhir. Platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok memungkinkan komunikasi tanpa batas ruang dan waktu.
Masyarakat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan. Diantaranya untuk berkomunikasi, berbagi informasi, membangun jejaring sosial, dunia usaha dan sebagainya. Dibalik mudahnya akses dan penggunaannya yang luas, membuka peluang disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Penyalahgunaan media social telah menjadi masalah global yang mempengaruhi individu dan masyarakat luas. Berita palsu (hoaks), ujaran kebencian, dan cyber bullying menjadi fenomena yang marak terjadi.
Selain itu, kecanduan media social mulai mengganggu keseimbangan kesehatan mental, terutama di kalangan remaja yang rentan terhadap tekanan sosial. Kekhawatiran ini semakin meningkat seiring dengan makin dominannya media sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor-faktor seperti rendahnya literasi digital, lemahnya regulasi, dan kurangnya control diri pengguna turut memperparah situasi ini. Perkembangan teknologi yang pesat tidak selalu diimbangi dengan pemahaman etika digital.
Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dari berbagai pihak untuk mengatasi penyalahgunaan media sosial demi menjaga keseimbangan kehidupan sosial dan digital.
Terhadap semua itu, seperti apa bentuk penyalahgunaan media sosial, bagaimana dampaknya dan bagaimana langkah mengurangi penyalahgunaannya?
Penyalahgunaan yang paling sering terjadi adalah penyebaran berita palsu (hoaks). Media sosial memfasilitasi penyebarani nformasi secara cepat, membuat hoaks mudah viral dalam waktu singkat.
Tanpa verifikasi, masyarakat cenderung mempercayai informasi yang beredar, yang dapat memicu ketakutan dan keresahan sosial. Hoaks politik, kesehatan, dan bencana alam sering kali menjadi isu yang paling banyak disalahgunakan.
Selain itu, cyber bullying menjadi ancaman serius bagi kesehatan mental, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Dengan anonimitas yang ditawarkan media sosial, pelaku merasa lebih berani melakukan tindakan perundungan tanpa takut dikenali.
Dampaknya, korban mengalami depresi, kecemasan, bahkan hingga tindakan bunuh diri. Fenomena ini menunjukkan bahwa media sosial bias menjadi lingkungan yang tidak aman bila tidak ada regulasi dan kontrol yang ketat.
Kecanduan media sosial juga menjadi masalah signifikan yang mengurangi produktivitas dan interaksisosial di dunia nyata. Pengguna yang kecanduan sering kali menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk scrolling tanpa tujuan.
Akibatnya, hubungan sosial di dunia nyata menjadi terganggu, dan kualitas hidup secara keseluruhan menurun. Masalah ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada lingkungan sosial mereka.
Penyalahgunaan media sosial merupakan ancaman nyata yang berdampak pada pelbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan mental, keamanan informasi, hingga stabilitas sosial. Hoaks, cyber bullying, dan kecanduan media sosial adalah contoh nyata dari dampak negatif yang perlu segera ditangani.
Terhadap persoalan tersebut, setidaknya diperlukan Edukasi Literasi Digital. Bentuknya kampanye literasi digital secara massif untuk meningkatkan kesadaran masyarakatakan penggunaan media sosial yang sehat dan bijak.
Langkah berikutnya, Penguatan Regulasi: Pemerintah dan penyedia platform harus berkolaborasi untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hokum terhadap penyalahgunaan media sosial.
Ditindaklanjuti dengan Peningkatan Kontrol Diri: Pengguna perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan media sosial secara seimbang agar tidak mengganggu kesejahteraan hidup.
Jika upaya bersama dari berbagai pihak dilakukan, diharapkan media social dapat kembali menjadi sarana yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. (*) Penulis adalah pelajar yang mengikuti pelatihan menulis di SMAN 1 Padang bersama sekolah imbas.