LKAAM dan MUI Sumbar Tak Harmonis, Tokoh Masyarakat Resah: Jangan Abaikan Semangat ABS-SBK!

LKAAM dan MUI Sumbar Tak Harmonis, Tokoh Masyarakat Resah: Jangan Abaikan Semangat ABS-SBK!

Padang,Rakyat Sumbar–Ketidakharmonisan antara Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar memicu keprihatinan sejumlah tokoh masyarakat. Di antaranya, Syamsu Rahim — mantan Bupati Solok dan mantan Wali Kota Solok — secara terbuka menyuarakan keresahannya terhadap kondisi hubungan kedua lembaga penting tersebut yang dinilai tidak lagi sejalan.

“Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. LKAAM dan MUI itu dua pilar utama dalam menjaga ruh dan karakter Sumbar sebagai daerah yang berlandaskan falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK),” tegas Syamsu Rahim kepada wartawan, Senin (2/6).

Menurutnya, disharmoni antara LKAAM dan MUI berpotensi merusak upaya implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat. UU tersebut secara eksplisit menekankan pentingnya penguatan karakteristik daerah Sumbar, termasuk semangat ABS-SBK, dalam pembangunan dan tata kelola pemerintahan.

“Kalau LKAAM dan MUI saja tak sejalan, bagaimana mungkin perda-perda turunan dari UU 17/2022 bisa dibuat secara benar dan diterima luas? Ini ancaman serius bagi masa depan budaya dan agama di Ranah Minang,” lanjut Syamsu Rahim.

Sementara itu, Masful — anggota Dewan Pakar LKAAM Sumbar — mengingatkan bahwa LKAAM sebagai lembaga adat dan budaya memiliki potensi besar untuk memainkan peran sentral dalam menjaga jati diri masyarakat Minangkabau.

“LKAAM bukan sekadar simbol, tapi fondasi yang pernah membuktikan pengaruhnya. Contohnya ketika Gubernur Hasan Basri Durin terpilih di era Orde Baru, itu tak lepas dari kekuatan dan legitimasi adat yang diwakili LKAAM,” kata Masful.

Ia menekankan, kini saatnya LKAAM kembali bangkit dan berperan nyata, bukan malah terjebak dalam konflik internal atau tarik-menarik kepentingan dengan lembaga lain. “Kita harus kembali ke akar. LKAAM dan MUI bukan rival, tapi mitra yang seharusnya bersinergi,” ujar Masful.

Para tokoh masyarakat menyerukan perlunya rekonsiliasi dan penguatan kembali koordinasi antar lembaga adat dan keagamaan. Terlebih, dengan berlakunya UU No. 17/2022, diperlukan kesatuan visi untuk merumuskan regulasi yang benar-benar mencerminkan identitas Sumbar sebagai provinsi berbasis ABS-SBK.

“Sumbar ini bukan sekadar soal administrasi pemerintahan. Ini tentang jati diri dan warisan sejarah yang mesti dirawat bersama, bukan dipecah belah,” tutup Syamsu Rahim.(*/ope)