rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » “Lampu Kuning” di Jalan Terjal Menuju 2024

“Lampu Kuning” di Jalan Terjal Menuju 2024

firdaus abie

Firdaus Abie

Oleh: Firdaus Abie

Impian menjadikan Indonesia sebagai Macan Asia, kandas! Penyebabnya, capaian suara Prabowo – Sandi hanya 44,68 persen. Jokowi – Ma’aruf Amin memperoleh 55,50 persen suara. Capaian suara Prabowo turun dibandingkan lima tahun sebelumnya. Ketika kemudian Prabowo bersedia masuk ke kabinet, menjadi pembantu presiden, berakhirlah harapan rakyat Indonesia. Khususnya rakyat yang memilihnya.

Ketika diumumkan Kabinet Indonesia Maju, atau periode ke dua Jokowi, ternyata ada nama Probowo di sana. Masyarakat terkejut. Terutama masyarakat di daerah yang memenangkan Prabowo, seperti Sumbar, Aceh, Sulsel, Jabar, NTB dan Madura. Berlahan kemudian, mereka mulai menghindari karena tak menerima kehadiran Prabowo di kabinet. Masyarakat menilai, kabinet tersebut sebenarnya jauh panggang dari api untuk seorang Prabowo. Apalagi untuk mencapai impiannya membawa Indonesia menjadi Macan Asia.

Disadari atau tidak, sejak saat itu ada sikap menjauh dari masyarakat pendukung Prabowo sebelumnya. Kendati Prabowo sudah menjelaskan alasannya, namun tetap saja sulit diterima.

Dikutip dari www.detik.com, Prabowo menyebutkan alasannya menerima pinangan masuk ke kabinet. Jokowi ingin mengabdi untuk Indonesia. Dirinya juga ingin berbakti kepada Indonesia. Setelah kalah bersaing, tak perlu dipermasalahkan. Harus bersatu untuk satu tujuan.

Prabowo kemudian mengungkapkan fakta sejarah. Salah satunya tentang William H Seward, yang merupakan mantan rival Presiden Amerika Serikat ke-16 Abraham Lincoln. Ketika Loncoln menang, Ia memilih satu lawannya, Seward, menjadi Secretary of State di kabinet.

Seward bertanya kepada Abraham Lincoln, bahwa dirinya tahu kalau Lincoln tidak suka kepadanya, tapi Abraham Lincoln menjawab bahwa mereka berdua bertujuan mengabdi untuk Amerika Serikat.

Kendati begitu, tetap saja masyarakat pendukung Prabowo sulit menerima. Sikap antipati muncul secara sporadis. Apalagi setelah itu, setelah berjalan masa bakti kabinet ke dua Jokowi, memasuki tahun ke tiga, ternyata peran Prabowo nyaris tak tampak secara nyata.

Bagaimana pun juga, Prabowo adalah Gerindra, Gerindra tak bisa dipisahkan dari Prabowo. Keberadaan Prabowo di kabinet, memberikan ruang sempit di hati masyarakat kepada seorang Prabowo, sosok utama di Partai Gerindra.

Kondisi diperparah lagi ketika tokoh dan kader Partai Gerindra yang merupakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terjerat kasus hukum, terkait benih lobster.

Survey Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), seperti dirilis www.detik.com, Kamis, 07 Oktober 2021, pukul 13:50 WIB, elektabilitas Partai Gerindra berada di posisi keempat setelah PDI-P, Partai Golkar dan PKB. Pada Pemilu 2019, Partai Gerindra peraih suara terbanyak kedua. Di atasnya, PDI-P.

Hasil tersebut setidaknya menjadi “lampu kuning” yang sudah menyala untuk Gerindra. Waktu tak seberapa lagi. Jika dihitung hingga tanggal pemungutan suara Pemilu 2024, maka waktu yang tersisa kurang dari dua tahun lagi. Pemungutan suara dilakukan Rabu, 14 Februari 2024.

Menghadapi pekerjaan besar, menghimpun pandangan penduduk Indonesia yang 273 juta, tepatnya 273.879.750 jiwa (Data Kependudukan Semester II Tahun 2021, per 30 Desember 202, Direktorat Jenderal Dukcapil, Kemendagri), kepada satu titik, Partai Gerindra, butuh kerja nyata dan tak biasa.

Kerja nyata dan tak biasa harus benar-benar dipadupadankan dengan membangun narasi komunikasi yang tepat, sesuai tuntutan kebutuhan rakyat. Bukan demi kepentingan partai politik, atau untuk elit politik tertentu saja.

Narasi komunikasi yang tepat, tentu disejalankan dengan sikap dan langkah nyata partai dan situasi yang terjadi. Dikutip dari Drs Jalaluddin Rakhmat M.Si dalam Psikologi Komunikasi (edisi revisi), ketika komunikator (orang yang menyampaikan pesan) berkomunikasi, yang mempengaruhi bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri.

Ada tiga jenis kredibilitas yang perlu dimiliki seorang komunikator, yaitu ethos (kemampuan untuk menunjukkan reputasi pribadi), pathos (faktor emosi komunikator) dan logos (pengetahuan komunikator dengan tema yang disampaikan dan memecahkan persoalannya) (Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Dr Alo Liliweri, MS).

Ketika saat ini tiga orang ketua partai ditingkat pusat mendukung penundaan Pemilu 2024, justru menjadi bola salju yang menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.

Gelindangan bola salju ini, sebenarnya bentuk lain dari wacana Jokowi tiga periode yang pernah menggema beberapa waktu sebelumnya. Dipandang dari sudut konstitusi, tak ada alasan yang bisa membenarkan Jokowi menjadi presiden untuk periode ketiga, kecuali kalau dilakukan perubahan undang-undang.
Tak bisa tiga periode, lalu wacananya diubah menjadi penundaan Pemilu.

Dikutip dari laman ww.kompas.com, mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra menilai, usulan penundaan Pemilu berkaitan langsung dengan norma konstitusi sebagaimana diatur Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Pertama, Pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2. Pasal itu mengatakan bahwa Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun.
Artinya, setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan penyelenggara negara tersebut seharusnya berakhir dengan sendirinya.

“Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya?” tutur dia.

Yusril mengatakan, atas alasan itu, maka Pemilu yang ditunda tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Oleh karena itu, jika tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD semuanya ilegal.

“Alias tidak sah, atau tidak legitimate,” sambungnya.

Apakah Gerindra sejalan dengan ketiga partai politik tersebut, atau mengikuti legitimasi hukum? Jawaban resmi Gerindra sudah dibeberkan secara benderang oleh Andre Rosiade, Ketua DPD Gerindra Sumbar yang juga anggota DPR-RI asal Sumbar.

Dalam dialog di Kompas TV, Andre Rosiade menyebutkan, sebagai partai pendukung pemerintah, partainya tetap taat azas dan taat pada konstitusi. Mendukung Pemilu setiap lima tahun, tepatnya 2024. Sikap di parlemen, sudah disepakati 14 Februari 2042.

Penjelasan sikap Gerindra, sedikit banyaknya memberikan benang merah yang jelas. Kendati tiga partai yang mengajukan menunda Pemilu 2024 adalah partai pendukung pemerintah, dan Gerinda juga partai pendukung pemerintah, namun Gerindra tidak terbawa arus melabrak konstitusi. Penjelasan tersebut menjadi kredit poin tersendiri bagi Gerindra di tengah-tengah masyarakat.

Penguatan kembali kredibilitas partai di tengah-tengah masyarakat perlu dilakukan. Ibarat sebuah perjalanan, langkah sudah dilangkahkan. Kini, menjelang Pemilu 2024, sebuah pendakian terjal sedang dihadapi. Tak mungkin surut ke belakang. Teruslah melangkah ke depan.

Sikap Gerindra yang disampaikan Andre Rosiade merupakan keputusan bijak politisi partai yang dipimpin Prabowo. Sikap tersebut akan menjadi landasan berpijak bagi masyarakat untuk tetap menggantungkan harapan, membangun Indonesia yang lebih baik ke depan bersama Partai Gerakan Indonesia Raya.

Berangkat dari Visi, menjadi partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang senantiasa berdaulat di bidang politik, berkepribadian di bidang budaya dan berdiri diatas kaki sendiri dalam bidang ekonomi.

Ditindaklanjuti enam misi. Pertama, mempertahankan kedaulatan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Kedua, mendorong pembangunan nasional yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh warga bangsa dengan senantiasa berpegang teguh pada kemampuan sendiri.

Ketiga, membentuk tatanan sosial dan politik masyarakat yang kondusif untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat.
Keempat, menegakkan supremasi hukum dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah dan persamaan hak di hadapan hukum serta melindungi seluruh warga Negara Indonesia secara berkeadilan tanpa memandang suku, agama, ras dan/atau latar belakang golongan.

Kelima, merebut kekuasaan pemerintahan secara konstitusional melalui Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah untuk menciptakan lapisan kepemimpinan nasional yang kuat dan bersih disetiap tingkat pemerintahan.

Jalan terjal yang kini dihadapi, terkait menurunkan elektabilitas Gerindra, sejalan dengan Survey Saiful Mujani Research and Consulting, sebagai buntut dari beberapa persoalan yang terjadi di partai, seperti dijabarkan di atas, memang bukan pekerjaan mudah untuk menyelesaikannya, tetapi juga bukan berarti tidak mungkin bisa dilaksanakan. Tinggal kemauan dan fokus para elit partai dan kader untuk menuju puncak harapan yang diinginkan.

Jika Gerindra benar-benar komitmen dengan visinya sebagai partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang senantiasa berdaulat di bidang politik, berkepribadian di bidang budaya dan berdiri di atas kaki sendiri dalam bidang ekonomi, maka bukan tidak mungkin harapan dan impian rakyat Indonesia akan bisa direalisasikan.

Mengapa bisa? Visi yang ditindaklanjuti dengan Misi, menjadi sebuah kekuatan dahsyat karena menjadi bagian dari impian dan harapan rakyat Indonesia. Tinggal bagaimana elit partai dan kader partai mengemas sedemikian rupa, sehingga semuanya bisa dilaksanakan.

Elit partai, baik di tingkat pusat, provinsi hingga DPC dan ke bawahnya, bersama kader, adalah aset berharga dan sangat penting yang mampu membuat partai bisa terbang lebih tinggi. Selain mengamati situasi dan perkembangan secara nasional, bisa juga ditindaklanjuti dengan menyesuaikan dengan kearifan lokal di tingkat daerah.

Dalam konteks daerah, misalnya di Sumatera Barat. Langkah yang diambil Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Barat Andre Rosiade adalah gerakan berani, luar biasa dan menyesuaikan dengan kebutuhan serta tuntutan daerah.
Andre Rosiade telah mendobrak “dinding-dinding beton” legislator asal daerah di tingkat pusat dengan caranya. Ia dekat dengan rakyat. Berada di tengah-tengah rakyat yang membutuhkan. Kalau pun secara fisik tidak bisa hadir, namun tim dan kader-kader Gerindra ada ditengah tangisan rakyatnya.

Sumatera Barat yang memiliki 14 anggota DPR-RI dan empat anggota DPD-RI, ternyata hanya hitungan jari yang turut merasakan tangisan warganya. Tak cukup hitungan jari sebelah tangan, wakilnya di sidang-sidang tentang rakyat yang berani bersuara lantang dengan fakta dan data. Mengerincangi berbagai persoalan demi kehidupan masyarakatnya yang lebih baik.

Ada gelindingan bola salju lainnya yang terasa dahsyat. Selama ini, legislator hanya turun ke daerah, berkunjung ke Dapilnya. Kunjungan tersebut, sangat wajar karena itulah suara yang harus dipeliharanya. Tapi seorang Andre Rosiade beserta timnya dari Gerindra justru ada di mana masyarakat butuh perhatian.
Perhatian itu, tak hanya disaat tertimpa bencana. Salah satu hal yang sangat nyata, saat momentum HUT ke-14 Partai Gerindra. Diisi dengan aktivitas menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan religius kepada publik. Hal yang mungkin tidak pernah menjadi perhatian. Termasuk perhatian menghargai karya seniman. Memperdalam nilai agama kepada hafiz-hafizah muda.

Apa yang telah dilakukan DPD Gerindra Sumatera Barat adalah bukti, bahwa kader-kader partai ini masih melangkah dan bergerak dalam fokus dan kerja nyata. Jika derap langkah ini juga diikuti DPC Gerindra se-Sumatera Barat, DPD Gerindra se-Indonesia berikut DPC-nya, dengan memperhatikan kearifan lokal, maka gerakan Partai Gerindra akan terasa detaknya di seluruh Bumi Persada.
Ketika gerakan tersebut sudah bergerak di seluruh wilayah NKRI, maka jalan terjal yang sedang dilalui saat ini, akan bisa dengan mudah didaki, atau justru bisa diubah menjadi jalan yang landai. Sekaligus akan mampu mampu menghadirkan “lampu hijau”, setelah “lampu kuning”. Bukan menjadi “lampu merah” sehingga bisa kembali menggapai impian membangun negeri ini menjadi Macan Asia. (*)

Daftar Pustaka
1. Drs Jalaluddin Rakhmat M.Si, 2004, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
2. Dr Alo Liliweri, MS, 2001, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogjakarta, Pustaka Pelajar
3. http://partaigerindra.or.id/visi-misi-partai-gerindra
4. Direktorat Jenderal Dukcapil, Kemendagri
5. Kompas TV
6. https://nasional.kompas.com/read/2022/02/27/10394611/yusril-sebut-negara-carut-marut-jika-pemilu-ditunda-bisa-terjadi-anarki-dan?page=all
7. www.detik.com

 

 

 

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *