Idul Fitri, Dulu dan Sekarang: Mungkinkah Tergantikan Mudik Online?
Oleh: Aris Tristanto
Salah satu fenomena sosial yang sering disebut dan didengar menjelang lebaran adalah kata mudik. Fenomena tersebut muncul dan menjadi trend sejak kota-kota di Indonesia berkembang secara pesat sebagai imbas integrasi pada sistem ekonomi kapitalis di awal tahun 1970-an.
Jumlah warga kota yang mudik setiap tahun diperkirakan berkisar sekitar sepuluh hingga enampuluh persen. Hal ini dapat dilihat pada bukti empiris yaitu saat liburan hari raya, ruas jalan dan pusat-pusat keramaian kota menjadi relatif sepi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa kota-kota besar Indonesia dibangun oleh keberadaan para “pendatang” (Abeyasekere 1989; Jelinek 1991; Evers dan Korff 2000: Somantri 2001).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata mudik ada dua. Pertama, pulang ke hampung halaman. Kedua, berlayar, pergi, ke udik (hulu sungai, pedalaman). Sedangkan Wikipedia mengartikan mudik sebagai kegiatan perantau untuk kembali ke kampung halamannya. Jika mengacu pada pendapat Presiden Jokowi di “Mata Najwa” disiarkan Trans7, Rabu, 23 April 2020, mudik merupakan pergerakan orang ke kampung yang dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di sini dapat dipahami, mudik sebagai liburan massal warga kota ke daerah asal mereka, biasanya dilakukan menjelang Hari Raya.
Kenapa esensi mudik selalu dikaitkan dengan sesuatu yang berbau agama dan sosial? Hal tersebut disebabkan karena masyarakat desa yang mendapatkan pekerjaan di kota akan memanfaatkan libur panjangnya untuk kembali ke kampung halaman. Momen tersebut biasanya terjadi pada hari-hari besar keagamaan, terutama Idul Fitri. Kegiatan tersebut akan sangat berdampak pada hubungan sosial individu, seperti terjaganya tali persaudaraan dan mempererat hubungan antara masyarakat urban-rural.
Setengah abad sudah fenomena sosial tersebut berjalan di Indonesia, berbagai dampak positif dan negatif dapat kita rasakan setiap tahunnya. Pemerataan sosial-ekonomi sejalan dengan perputaran uang di daerah, ataupun melonjaknya masalah transportasi, keamanan, dan polusi udara. Tapi tahun ini, pemerintah Indonesia mencatat sejarah baru terkait dengan kebijakan pelarangan mudik, tahun 2020. Kebijakan tersebut diambil untuk menekan penyebaran Covid-19 ke banyak daerah.
Apakah fenomena sosial yang sudah berjalan lima puluh tahun tersebut hilang begitu saja karena kebijakan larangan mudik 2020 Menjaga fenomena sosial yang sudah menjadi tradisi dikalangan masyarakat Indonesia, Tik Tok Indonesia meluncurkan kreativitas melalui aplikasi mudik online. Aplikasi ini merangsang kreativitas pengguna Tik Tok di Indonesia untuk menciptakan kegiatan mudik namun dilakukan secara online.
Head of Public Policy Tik Tok Indonesia, Donny Eriasta, melalui konferensi pers virtual, yang dilansir dari Media Indonesia menjelaskan inisiatif ini diambil Tik Tok dalam kerja sama dengan Gugus Tugas Covid-19 sebagai upaya mendukung langkah pemerintah mencegah penyebaran Covid-19.
Akankah kegiatan mudik di masa yang akan digantikan dengan mudik online ini? Zaman boleh berubah dan teknologi juga terus berkembang, tetapi, tradisi mudik tak bisa digantikan oleh kecanggihan apa pun. Hal tersebut disebabkan karena fenomena sosial ini terus mengalami pelembagaan secara kuat di masyarakat.
Kita dapat melihat hal tersebut dari kegiatan mudik yang sudah tertanam kuat dalam realitas sosial kultural masyarakat Indonesia. Mudik merepresentasikan proses sosial yang berlangsung lintas generasi dan diwariskan secara turun-temurun. Semakin lama, mudik menjadi kebiasaan karena menjadi sesuatu yang rutin dilakukan, diharapkan, dan disetujui bersama.
Meskipun mudik online tidak akan dapat mengantikan keseruan mudik sebenarnya, setidaknya untuk saat ini mudik online dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam memberikan solusi yang kreatif, sehingga kita tetap bisa terhubung dengan keluarga dan sahabat di kampung halaman, tanpa harus bepergian sehingga esensi dari sebuah mudik tetap dapat dirasakan. Melaui mudik online ini kita dapat saling mendukung, membantu, agar penyebaran virus dapat ditekan sedemikian rupa sehingga kita dapat beranjak ke kenormalan baru, dan dapat merasakan moment mudik yang sesungguhnya.(*)
*Penulis adalah Peserta Pelatihan Menulis Bengkel Rakyat Sumbar, saat ini di UPPKH Tanah Datar