Diduga Libatkan Oknum Pejabat, Tambang Emas Illegal Terus Menjamur di Dharmasraya
Dharmasraya, rakyatsumbar.id–Kabupaten Dharmasraya dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam. Seperti Emas dan Batu Bara. Selain menguntungkan, kekayaan itu juga bisa menjadi pisau bermata dua yang berbahaya.
Ya, berlimpahnya kandungan emas di perut bumi Dharmasraya membuat semua orang berlomba-lomba untuk mengeruknya. Maka tak salah jika muncul ratusan penambang liar.
Kehadiran penambang ilegal, lalu menjadi masalah besar bagi negeri itu. Ketidak pedulian mereka terhadap lingkungan dan keselamatan, tak jarang membawa para penambang kepada kematian. Penambang liar bisa terkubur hidup-hidup bersama bahan tambang yang sedang dikeruknya.
Bahkan tak lagi sekali, pera penambang emas menjadi korban. Sejak tahun 2020 ini, sudah ada sembilan orang pekerja tambang yang meninggal akibat tertimbun di wilayah Solok Selatan.
Pengawasan Pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap pertambangan ilegal masih lemah dan dinilai adanya upaya pembiaran. Hal itu terlihat dari semakin menjamurnya aktifitas tambang emas ilegal (PETI) di Dharmasraya.
Bahkan, dari hasil pantauan lapangan, tampak aktifitas tambang berjalan lancar di sejumlah sungai hingga darat. Seperti yang ada di Nagari Ampek Koto Dibawuah Kecamatan IX Koto.
“Lokasi tambang ini ada di Sungai Sirao, Batang Momong, Sungai Pinang, kawasan PT. BRM, Sungai dan Batang Potaw,” kata Parman (40), warga setempat, yang didampingi beberapa orang rekannya pada awak media, Kamis (03/06/2021).
Menurutnya, pelaku tambang di wilayah Kecamatan IX Koto tidak hanya penduduk pribumi, tapi ada juga warga dari luar. Bagi warga luar dengan sistem bagi hasil, 80 persen untuk penyewa dan 20 persen untuk pemilik lahan.
“Lokasi tambang disini ada yang berada dibelakang rumah penduduk, namanya mesin Gelondongan dan sungai,” terang mantan pelaku tambang ini.
Ia menjelaskan, ada beberapa jenis tambang disini. Mulai dari melanting, dompeng, dan gelondongan. Menambang emas dengan melanting, lanjutnya, dilakukan di sungai dengan cara menyilam, dompeng dilakukan dengan cara menggali lahan dengan kedalaman mencapai 12 sampai 15 meter menancap lurus kebawah serta lebarnya sampai puluhan meter, dan gelondongan dilakukan pula dengan cara menggali ke bawah dan kesamping kedalaman mencapai ratusan meter serta lebarnya 1 sampai 2 meter.
“Resikonya besar, bisa nyawa taruhannya, kalau hasilnya, bisa beli mobil dan bikin rumah dalam hitungan bulan. Kalau sialnya bisa bangkrut seperti saya ini,” terangnya.
Lanjutnya, dampak dari penambangan ilegal ini ribuan hektare lahan hutan rusak dan aliran sungai keruh, serta rawan terjadinya bencana alam. Tak hanya itu aktivitas tambang ilegal ini juga merusak kelestarian lingkungan.
“Hasilnya sangat menggiurkan, bahkan para pemodal yang berani mengucurkan dana besar omsetnya mencapai miliaran rupiah,” pungkasnya.
Terpisah, Camat IX Koto Saipul Anwar ketika dikonfirmasi via WhatsApp terkait menjamurnya tambang emas Ilegal diwilayahnya dan adanya keterlibatan oknum pejabat nagari hingga daerah. Meski sudah dibaca, namun pihaknya memilih bungkam.(yy)