20/05/2024

rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Banyak Pengusaha Hotel dan Restaoran Terancam Gulung Tikar

Banyak Pengusaha Hotel dan Restaoran Terancam Gulung Tikar

Pembangunan salah satu bangunan hotel di sudut Kota Padang karena pandemi

Padang, rakyatsumbar.id-Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlangsung di beberapa kota di Indonesia menyebabkan banyaknya penutupan hotel dan restoran secara permanen.

Badan Pimpinan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan sepanjang tahun 2020 sebanyak 1.033 restoran di Indonesia yang tutup secara permanen.

“PHRI pusat pada September 2020 melakukan survei terhadap 9.000 lebih restoran di seluruh Indonesia, dengan 4.469 responden. Ditemukan sekitar 1.033 restoran yang tutup permanen,” kata Sutrisno.

Hal senada juga diakui Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono menyatakan terdapat sekitar 50 hotel di Yogyakarta terindikasi gulung tikar atau bangkrut. Hal ini karena manajemen sudah tidak mampu lagi menanggung beban operasional di masa pandemi.

“Ada indikasi begitu (gulung tikar-red) lebih-lebih setelah ada pembatasan, ada 50 hotel di DIY karena tidak lagi kuat menanggung beban operasionalnya,” ucapnya.

Ketua PHRI Sumbar, Maulana Yusran juga menjelaskan, tutupnya hotel-hotel di beberapa kota di Indonesia bisa terjadi pula di hotel-hotel di Sumbar. Menurutnya, tutupnya hotel dan restoran tersebut selain disebabkan tidak mampu lagi dalam menjalankan roda usahanya, hotel dan restoran tersebut ditutup karena pemiliknya memang ingin menjual.

“Ada dua kemungkinan hotel tutup. Pertama tidak bisa menjalankan roda usaha, dan yang kedua memang pemiliknya berniat menjual hotel tersebut, tetapi karena pandemi, hotel yang dijual belum laku,” jelas kepada rakyatsumbar.id, Minggu (06/02/2021)

Maulana Yusran menyebutkan, akibat pandemi management hotel mendapat tekanan yang sangat berat yang disebabkan tingkat hunian selama pandemi hanya 20 persen dari kapasitas hotel, ditambah turunnya harga kamar hotel.

“Selain gaji karyawan, yang memberatkan itu adalah, tagihan listrik dan pajak yang naik 30 persen. Alhasil hotel bintang 4 dan 5 berusaha bertahan dengan cara menurunkan harga kamar. Imbasnya, hotel-hotel bintang 2 dan 3 terdampak. Pemerintah sama sekali tidak membantu hotel untuk bisa bertahan,” jelasnya.

Maulana Yusran menambahkan, penutupan hotel dan restoran di kota-kota lain di Indonesia berkemungkinan bisa terjadi di Sumatera Barat, walau pada saat ini hotel dan restoran masih banyak yang bertahan.

“Tanpa bantuan pemerintah dan pemerintah tidak arif menyikapinya, hotel – hotel yang ada di Sumbar bisa gulung tikar juga. Selain itu, kebijakan PPKM di ibukota akan sangat besar dampaknya bagi daerah. Saat ini biaya untuk melakukan perjalanan udara itu sangat besar,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Pakar pariwisata dari Universitas Andalas, DR. Sari Lenggogeni menjelaskan yang harus dilakukan Pemprov Sumbar adalah melakukan pengawalan 3T (Tracing, Testing, Treatment) terhadap industri pariwisata di Sumbar.

“Saya melihat industri pariwisata di Sumbar masih bisa bertahan. Hotel dan restoran bisa bertahan, karena pemprov Sumbar dengan ketat melakukan 3T. Berbeda dengan Jawa dan Bali yang saat ini tinggi positif covidnya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sari Lenggogeni menjelaskan juga, ketika mengadakan ivent di Sumbar harus menggandeng dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan demi kesuksesan sebuah ivent.

“Pada saat ini hotel dan restoran telah menerapkan prokes yang ketat. Yang menjadi kendala saat ini adalah kontrol ketat di lokasi destinasi wisata. Perlu management dan pengaturan yang ketat akan jumlah kunjungan wisatawan dilokasi destinasi wisata. Jangan sampai memunculkan cluster destinasi wisata. Jadi industri pariwisata itu selain memberikan rasa aman, nyaman kepada pengunjung, destinasi wisata harus memberikan rasa dan suasana sehat kepada pengunjung,” tambahnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang, Arfian, menerangkan pasca PSBB dan masuk ke kondisi New Normal, hotel dan restoran di Kota Padang sudah mulai menggeliat kembali. Selain itu, ivent MTQ Nasional yang seluruh kegiatannya dilaksanakan di Kota Padang, membuat rata-rata hunian hotel di Kota Padang penuh di huni seluruh peserta.

“Saya mendapat informasi dari management hotel dan PHRI Sumbar, saat ini tingkat hunian hotel rata – rata 50 persen dari jumlah kamar. Tentu ini akan menjadi kabar yang baik untuk industri pariwisata di Kota Padang,” jelasnya.  (edg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.