14 Seniman Tergabung di Group Exhibition New Moral
Padang, Rakyat Sumbar—Group Exhibition New Moral merupakan kelompok pameran seni rupa Indonesia independen. Tanpa dinaungi oleh sebuah organisasi maupun management Art. Sebanyak 14 seniman berdarah minang terlibat. Mereka sebelumnya pernah berkesenian di Yogyakarta dan terdiri dari kolaborasi tiga perguruan tinggi.
Pameran yang berlangsung 18-25 Juli di Art Space Kubik Koffie ini terbentuk dari hasil pertemuan rindu kangen tongkrongan mahasiswa ISI Yogyakarta di Kota Padangpanjang pada 1 Juni lalu.
Saat itu, mereka pulang kampung karena adanya pandemi Covid-19. Obrolan demi obrolan dalam sebuah tongkrongan berdampak positif untuk mengabadikan sebuah pertemuan dengan acara kesenian yakni mengkolaborasikan tiga perguruan tinggi seni dengan iven pameran seni rupa. Dari sanalah, lahir tema pameran seni rupa new moral yang merupakan sebuah hasil dari diskusi kecil tentang keadaan sekarang pendemi Covid-19.
“Covid menjadi suatu peristiwa yang mendisrupsi kita, kita terdisrupsi oleh covid sehingga untuk survive harus membangun budaya baru, tradisi baru termasuk disiplin baru. Semua itu bermuara ke kenormalan baru atau dalam istilahnya new normal. Kenormalan baru ini menjadi suatu proses konstruksi sosial, sebuah proses penciptaan katup penyelamat yang mau tidak mau harus dilakukan,” ujar Muslimaniati, selaku penulis pameran.
Era new normal mengharuskan kita untuk membangun struktur pengetahuan dan kesadaran. Tentu segala ketegangan dan krisis akibat andemi ini harus dicoba dicairkan dan lebih rileks dalam menyikapinya. Karena pandemi tidak hanya bicara tentang kepanikan dalam tatanan struktural tapi juga psikologis. Makanya, menghadapi kenormalan baru harus iringi dengan moralitas. Karena moral sendiri merupakan suatu bentukan sikap, perilaku mengarah pada nilai-nilai positif yang pastinya menjadi sebuah bantuan penguatan dalam mengahadapi masa-masa sulit seperti sekarang ini.
Menilik tentang moral, secara ekplisit merupakan hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Moral adalah perbuatan, tingkah laku, ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia dan merupakan produk dari budaya dan agama. Dihadapkan dengan situasi kenormalan baru ini tentu juga akan mempengaruhi dari moralitas tadi.
Nah yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimanakah bentuk dari moralitas tadi. Apakah mengalami transformasi nilai, gradasi, atau sebaliknya degradasi moralitas. akan seperti apa new moral yang tercipta akibat new normal ini.
Setidaknya pameran kali ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Memvisualisasikan pergeseran moralitas akibat kenormalan yang masih asing dengan kita selama ini berdasarkan pembacaan masing-masing seniman. Menjadi suatu langkah pengingat, pembelajaran melalui berkesenian. Karena hakikatnya seni itu adalah menggambarkan apa yang terjadi. Dan puncak dari kesenian tadi adalah moralitas agar tidak kehilangan konsep kesenian yang mengajarkan tentang cara hidup, berenergi positif dengan menebarkan kebaikan.
“Di samping itu Pameran New Moral ini juga kepada reconstructing way of thinking dimana seniman harus “mengatur kembali cara berpikir mereka”. New Moral seakan membawa kita untuk memindahkan logika lama pada logika baru, bahwa seniman harus kembali kepada posisi mereka,” jelas Novita Yulia yang juga selaku penulis pada pameran itu.
Adapun pameran kali ini diharapkan bukanlah menjadi kegiatan yang akan berhenti kemudian hilang begitu saja, tapi mampu melahirkan kegiatan event pameran selanjutnya. “Tentu kita berharap ini bukanlah kegiatan terakhir yg kita garap bersama, akan tetapi akan ada event event selanjutnya dengan semangat bersama mari berkesenian menebarkan hal positif,” ungkap Muhammad Irvan selaku ketua acara. (rel)