Video Sarkasme Guru Viral, Bentuk Melemahnya Pendidikan Karakter
Padang, rakyatsumbar.id—Banyaknya kasus mempolisikan guru yang dilakukan orangtua murid, membuat ketakutan bagi sebagian guru dalam bertidak.
Beberapa kasus yang viral di Indonesia seperti Guru SDN 4 Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Supriyani, berhadapan dengan pihak kepolisian setelah menegur siswanya pada 24 April 2024
Guru olahraga SDN 1 Wonosobo, Jawa Tengah, berinisial MS, dilaporkan oleh orang tua siswa karena melerai perkelahian antar siswa, sehingga berbuntut laporan ke Polres Wonosobo pada 7 September 2024.
Selain itu, terdapat juga kasus Guru Olahraga SMAN 7 Rejang Lebong, Bengkulu, Zaharman, mengalami penganiayaan yang dilakukan orangtua siswa pada 1 Agustus 2023.
Imbasnya, dipelbagai platform media sosial begitu banyak guru menggugah video sarkasme yang menggambarkan ketakutan mereka untuk menegur siswanya saat berlangsungnya proses ajar mengajar.
Dalam video tersebut, terlihat guru tidak menegur siswa yang berkelahi di sekolah dan ada juga video yang menggambarkan, guru tidak ambil pusing saat siswanya bertingkah laku yang tidak patut di dalam lokal.
Bukan Sekadar Konten
Pakar Komunikasi dari Fisip Unand Dr. Emeraldy Chatra, PGDip, M.I.Kom menjelaskan, banyaknya video yang menggambarkan ketakutan guru saat menegur siswa menandakan ketakutan guru dalam bertindak itu nyata, bukan dibuat demi konten.
“Ketakutan para guru itu real. Bukan ilusif, yang dibuat demi konten,” jelasnya.
Lebih lanjut, Emeraldy Chatra menceritakan hasil penelitiannya tentang siswi SMA hamil di Subang, Jawa Barat, tetapi berdampak hukum kepada Kepala sekolah yang harus berurusan dengan hukum.
“Waktu saya penelitian di Subang ada kasus siswi SMA hamil. Yang menghamili pacarnya, anak SMA itu juga. Keduanya kemudian dikeluarkan dari sekolah,” lanjut Emeraldy
Rupanya yang menghamili punya saudara di kepolisian setempat. Dia tidak terima kerabatnya diberhentikan dari sekolah. Kepala SMA dipanggil dan dikenakan wajib lapor.
“Oleh karena itu, saat saya wawancara Wakil Kepala Sekolah, pihak sekolah akan membiarkan murid berbuat sekehendaknya, karena takut dipanggil dan wajib lapor ke polisi,” jabarnya.
Emeraldy Chatra menegaskan, banyaknya video – video tersebut, jelas merupakan kritikan atas ketakutan para guru.
“Ingat, tugas guru itu tidak hanya mentransfer pengetahuan, melainkan menjalankan fungsi sebagai pendidik. Mendidik ini tugas berat,” tegasnya.
Ketakutan Guru
Sebut saja Ami, salah seorang guru SD di Kota Padang, mengakui adanya ketakutan saat adanya guru yang dipolisikan orangtua murid di Indonesia.
“Ketakutan itu memang ada. Tetapi kami tetap menjalankan dan menegakkan aturan di sekolah,” ujarnya.
Hal senada juga di ungkapkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang Yopi Krislova, SH, MH saat dihubungi rakyatsumbar.id.
“Lihat saja, tanggal 4 November 2024 guru – guru merazia siswa ponsel siswa. Jadi video sarkasme yang beredar itu, tidak menimbulkan ketakutan bagi guru – guru kami,” tegasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Drs. Barlius MM menambahkan, perlindungan hukum terhadap guru dalam menjalankan tugasnya telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi Mahkamah Agung (MA).
“Perlindungan bagi guru dimaknai untuk melindungi guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan tugas profesinya. Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan tugasnya tidak harus sampai menyakiti siswa,” tutupnya.
Bentuk Kegelisahan Guru
Pakar pendidikan dari Departemen Biologi Universitas Negeri Padang (UNP) Dr. Suci Fajrina, M.Pd menjelaskan, video sarkasme yang dibuat oleh guru – guru tersebut sebagai bentuk kegelisahan para guru yang penuh ketakutan saat menjalankan perannya sebagai pendidik.
“Video yang beredar tersebut menjelaskan akan kekhawatiran guru – guru terhadap permasalahan hukum yang bisa menyeret mereka ke ranah hukum,” ujarnya.
Suci Fajrina menambahkan, pada saat ini, konsep dunia pendidikan tidak begitu sinkron antara guru, murid dan walimurid.
“Perbedaan cara pandang saat terjadinya proses pengajaran berpeluang menciptakan ketegangan dan kesalahpahaman antara guru, murid dan walimurid. Hal ini yang mengakibatkan proses hukum terjadi,” jabarnya.
Proses Pembelajaran Terganggu
Suci Fajrina menegaskan, berkurangnya nilai-nilai penghormatan terhadap guru oleh siswa. Selain itu, adanya perubahan dalam dinamika hubungan antara guru dan murid.
Dimana ketakutan akan konsekuensi hukum dapat mengganggu proses pembelajaran.
“Terkadang kita melihat seorang guru di panggil dengan panggilan “Mami”, “Bunda” oleh siswanya,” jabarnya.
Disini terlihat adanya perubahan pola hubungan interaksi guru dan siswa di mana nilai-nilai etika moral mulai berkurang.
Oleh karena itu, mewujudkan pendidikan karakter yang di idam-idamkan sangatlah sulit terwujud.
Suci Fajrina berharap, perlunya pelatihan bagi guru untuk menghadapi situasi sulit tanpa merasa terancam, serta perlunya kebijakan yang lebih jelas tentang perlindungan guru dalam menjalankan tugasnya.
Yang harus dikemukakan kedepan adalah, adanya dialog terbuka antara pihak sekolah, orangtua dan komunitas untuk memahami peran dan tantangan yang dihadapi guru dalam mendidik generasi muda.
“Ini bisa menjadi momen refleksi untuk mengevaluasi sistem pendidikan dan pendekatan disiplin yang diterapkan di sekolah,” tutupnya. (edg)