Utama  

Tuntutan Penyelesaian Hak Pegawai, Kasus Tunggakan Gaji PT Grafika Jaya Sumbar jadi Sorotan

Mantan Direktur PT Grafika Jaya Sumbar, Henki Setiawan (kanan).

Padang, rajyatsumbar.id – Persoalan tunggakan gaji di PT Grafika Jaya Sumbar, salah satu Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Sumatera Barat, kembali menuai perhatian. Mantan Direktur PT Grafika Jaya Sumbar, Henki Setiawan mengungkap bahwa selama lebih dari dua tahun perusahaan belum memenuhi kewajiban pembayaran gaji, baik kepada komisaris, direksi, maupun karyawan.

Dalam keterangannya kepada Firman Wanipin, Founder channel YouTube Ciloteh Wanipin sekaligus Manager Harian Umum Rakyat Sumbar, ia menjelaskan bahwa penyelesaian hak-hak tersebut masih belum dilakukan meskipun pergantian direksi telah terjadi sejak Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) awal 2023.

Situasi ini menunjukkan persoalan serius dalam pembinaan BUMD oleh para stakeholder. Kurangnya perhatian terhadap keberlangsungan operasional perusahaan, termasuk urusan mendasar seperti pemenuhan gaji pegawai dan jajaran pimpinan, telah berdampak pada kredibilitas serta stabilitas PT Grafika Jaya Sumbar.

Minimnya pembinaan ini juga tercermin dari tutupnya dua BUMD milik Provinsi Sumatera Barat, yaitu PT Andalas Tuah Sakato dan PT Dinamika Sumbar Jaya, yang menjadi sinyal penting perlunya penguatan tata kelola dan pengawasan.

Henki meminta Gubernur Sumatera Barat untuk memberikan perhatian khusus dan memastikan bahwa tunggakan gaji—baik untuk komisaris, direktur maupun karyawan—dapat segera diselesaikan. Menurutnya, persoalan ini bukan semata soal hak individu, tetapi menyangkut keadilan dan profesionalitas dalam pengelolaan aset daerah.

Kasus ini menjadi momentum bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan audit menyeluruh dan pembenahan tata kelola BUMD secara sistematis agar permasalahan serupa tidak terulang. Penyelesaian yang transparan dan bertanggung jawab sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan menjamin kesejahteraan pegawai.

Jika dibiarkan berlarut, persoalan ini berpotensi melemahkan semangat kerja serta merusak reputasi BUMD yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan daerah. (fwi)