Utama  

Status Batas Wilayah Padangpanjang dan Tanahdatar Masih Mengantung

Perwakilan Masyarakat Nagari Gunung Minta Ketegasan Lembaga DPRD Terhadap Pembahasan Perubahan Perda RTRW

Ketua Perhimpunan Masyarakat Peduli Nagari Gunung (PM-PNG) Masrizal Munaf menyerahkan kesepakatan masyarakat kepada Ketua DPRD Kota Padangpanjang Imbral, Sabtu (01/11/2025)
Ketua Perhimpunan Masyarakat Peduli Nagari Gunung (PM-PNG) Masrizal Munaf menyerahkan kesepakatan masyarakat kepada Ketua DPRD Kota Padangpanjang Imbral, Sabtu (01/11/2025)

Padangpanjang, rakyatsumbar.id— Tidak kunjung tuntasnya permasalahan tapal batas Kota Padangpanjang dan Kabupaten Tanahdatar, khususnya RT 10, 11 dan 13 di Kelurahan Ekor Lubuk Kecamatan Padangpanjang Timur.

Juga berimbas terhadap pengajuan Perubahan Perda Rancangan Tata Ruang dan Wilayaha (RTRW) Kota Padangpanjang yang masih dalam tahap penyempurnaan.

Hal tersebut mengemuka saat pertemuan DPRD Kota Padangpanjang dengan pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Gunung, Forum Batutagak, Tanjuang dan Gajah Tanang (Bajuang) dan Pehimpunan Masyarakat Peduli Nagari Gunung (PM-PNG) di gedung DPRD setempat, Sabtu (01/11/2025).

Ketua PM-PNG Masrizal Munaf saat melakukan audiensi dengan jajaran DPRD Kota Padangpanjang mengatakan, pihaknya akan terus memperjuangkan agar masyarakat yang berada di tiga RT tersebut tetap berada di wilayah administratif Kota Padangpanjang.

“Meskipun persetujuan di Cottage Aie Angek telah ditandatangani oleh Wali Kota Padangpanjang dan Bupati Tanahdatar, tetapi itu tanpa persetujuan dari masyarakat dan merugikan masyarakat,” katanya.

Masrizal selaku tokoh masyarakat Nagari Gunung meminta kepada DPRD untuk menunda pengesahan Perubahan Perda RTRW oleh Pemko Padangpanjang, sebelum adanya kejelasan status masyarakat yang berad di tiga RT tersebut.

Tolak Kesepakatan Tapal Batas

Hal serupa juga disampaikan Ketua Forum Bajuang Zulfa Hendrawasis Dt Rajo Basa mengatakan, masyarakat sepakat menolak kesepakatan tapal batas yang dilakukan Pemerintah Kota Padangpanjang dan Pemerintah Kabupaten Tanahdatar pada 27 Maret 2021.

“Tiga RT ini sejak dulu sudah berada di dalam wilayah Padangpanjang, kami meminta pemerintah daerah mengembalikan hak kami sebagai warga Kota Padangpanjang dan menolak hasil kesepakatan tapal batas di Aia Angek Cottage,” kata Zulfa Hendrawasis Dt Rajo Indo.

Menurut dia, saat kesepakatan tapal batas di Aia Angek Cottage itu, tidak melibatkan niniak mamak Nagari Gunuang dan lembaga DPRD.

Warga telah berkali-kali menyuarakan penolakan masuk dalam wilayah administratif Tanahdatar.

Ia menjelaskan, ada 163 KK yang tersebar di RT 10, 11 dan RT 13 dan akan tetap menyuarakan keinginan hak sebagai warga Padang Panjang terwujud.

Hal senada juga disampaikan Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Gunung Syahrial Dt. Pandak. Dia menilai, masuknya sejumlah wilayah KAN Gunung ke Nagari Jaho Kecamatan X Koto Kabupaten Tanahdatar, tentunya akan berpengaruh terhadap sosial kemasyarakatan di daerah setempat.

“Kami minta ketegasan dari DPRD untuk memberikan jaminan kepada kami, agar pembahasan Perubahan Perda RTRW yang tengah dilakukan, tetap mengakomodir kebutuhan masyarakat di tiga RT tersebut,” katanya.

Syahrial Dt. Pandak mengatakan, secara historis dan administratifnya, wilayah Nagari Gunung masuk ke dalam Kota Padangpanjang berdasarkan Undang-undang Nomor: 08 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota kecil di Sumatera Tengah.

“Harapan kami, tentu tidak ada tanah ulayat Nagari Gunung yang hilang dan pindah ke kabupaten tetangga. Kami siap memperjuangkannya,” tegas Syahrial Dt. Pandak.

DPRD Siap Perjuangkan Aspirasi Masyarakat

Menangapi itu, Ketua DPRD Kota Padangpanjang Imbral, SE didampingi Wakil Ketua DPRD Mardiansyah, S.Kom dan Nurafni Fitri,SH serta Anggota Dewan menyampaikan, keinginan yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat dari Nagari Gunung akan menjadi catatan dari lembaga DPRD, saat pembahasan Perubahan Perda RTRW.

“Keresahan masyarakat tentunya juga menjadi keresahan kami. Apalagi, dengan adanya persetujuan tapal batas yang dilakukan tahun 2021 membuat sejumlah daerah masuk dalam ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tanahdatar dan kita akan memperjuangkannya masuk kembali ke Padangpanjang,” janji Imbral.

Imbral menyebutkan, berbagai upaya telah dilaksanakan DPRD untuk membatalkan kesepatan antara Wali Kota Padangpanjang dan Bupati Tanahdatar pada tahun 2021 lalu, tetapi permasalahan itu tidak kunjung tuntas dan berimbas terhadap penyusunan perubahan Perda RTRW.

“Saat ini,sedang dilakukan pembahasan Perubahan Perda RTRW, sehinga Pemko Padangpanjang meminta persetujuan dari lembaga DPRD. Kita sepakat, sebelum tiga RT yang dipermasalahkan itu belum kunjung ada penyelesaiannya, perubahan Perda itu (RTRW-red) belum akan kita setujui,” ucapnya.

Hal senada juga ditegaskan oleh Mardiansyah, S.Kom, perjuangan yang dilakukan masyarakat bersama lembaga DPRD dalam memperjuangkan masuknya tiga RT tersebut ke Kota Padangpanjang telah sampai ke Kemendagri.

“Kita akan terus kawal permasalahan ini sampai tuntas, jangan sampai masyarakat kita dirugikan dengan pindahnya 163 KK ke Kabupaten Tanahdatar. Tapi kami tetap meminta rekomendasi dan pandangan dari ninik mamak sebagai dasar langkah politik DPRD. Kami tidak akan berjalan tanpa restu masyarakat adat,” tegasnya.

Bapemperda Tolak Pembahasan Ranperda

Sementara itu, Ketua Bapemperda DPRD Kota Padangpanjang Ridwansyah, SE menyebutkan, DPRD tidak akan membahas Perubahan Perda RTRW sebelum adanya kejelasan dari nasib masyarakat yang berada di tiga RT tersebut.

“Sebagai Anak Nagari Gunung yang berada di lembaga DPRD, kami tentu tidak ingin ini menjadi preseden buruk bagi masyarakat, khususnya di Nagari Gunung. Kami tidak akan membahas Perubahan Perda tersebut, sampai adanya kejelasan masyarakat kami,” tegasnya.

Pertemuan yang berlangsung alot tersebut juga menghadirkan Prof. Dr. Werry Darta Taifur, Guru Besar Universitas Andalas, dan Mefrizal, SH, MH, advokat sekaligus Sekretaris PERADI Padang, yang memberikan pandangan hukum dan akademis agar pembahasan RTRW agar tidak menimbulkan konflik baru. (ned)