Sexri Budiman, 50 Tahun Berkarya Menciptakan Lagu-lagu Populer: Lagu Minang harus Bermartabat, Bukan Lagu Bersyahwat
Sexri Budiman.
Mendengar namanya, Sexri Budiman, maka pandangan insan musik Indonesia langsung menukik ke Sumatera Barat.
Ratusan karyanya sudah mengisi ruangan dengar penikmat musik. Ia sudah berkiprah 50 tahun di belantika musik, diawali ketika menciptakan lagu di saat duduk di kelas II SD.
Oleh: Firdaus Abie
“Lagu itu kemudian di nyanyikan kawan-kawan sekelas, dan seakan menjadi lagi favorit bagi kami ketika itu,” kata Sexri Budiman, mengenang masa lalu, 50 tahun silam.
Ia mengaku, tak menduga kalau lagu tersebut bisa diterima kawan-kawannya, padahal lagu yang diciptakannya tersebut diinspirasi dari sebuah gambar pada buku Asuhan (Membaca). Gambarnya seorang anak gembala di sawah.
Ia mengilustrasikan gambaran di kampung, sementaranya dirinya hidup di kota. Lagunya mengilustrasikan bagaimana seorang anak akan meninggalkan desanya dan semua kenangan yang ada di kampung halamannya.
Sejak peristiwa tersebut, Sexri Budiman terus mengasah naluri dan kemampuannya dalam menghasilkan karya. Kini, sudah ratusan berbagai jenis diciptakannya, tetapi dirinya tak tahu berapa jumlahnya secara pasti.
Sexri Budiman mengaku, Ia tak pernah menghitung walau filenya disimpan secara rapi. Dirinya akan terus berkarya dan akan terus meningkatan kualitas karyanya. Sejauh ini, katanya, Ia masih belum puas dengan karya-karyanya, sehingga itu sebabnya Ia tak pernah mau menghitung jumlah karya-karyanya tersebut.
Karya terbanyak yang diciptakannya lagu Minang. Ia juga menciptakan beragam lagu pop Indonesia, lagu Melayu, lagu religi, termasuk lagu-lagu untuk kebutuhan pendidikan dan permintaan dari kabupaten dan kota diberbagai daerah.
Khusus lagu Minang yang dihasilkan, patokan utamanya berkarya sangat memperhatikan lirik dan melodi.
Lirik disesuaikan dengan hakikat pusaka utama orang Minang, yakni kato (kata).
“Bagi rang Minang, apa yang disampaikan berangkat dari konsep Kato Nan Ampek, sehingga disesuaikan dengan situasi penggunaannya,” kata Sexri Budiman.
Ia menyebutkan, dalam bertutur kata, orang Minang tidak menggunakan kalimat langsung, tetapi memakai kalimat berkias, sindiran atau perumpamaan.
Kekuatan kato (kata) tersebut, bagi orang Minang, sekaligus menjadi bagian dari kecerdasan dan kedalam intelektual karena memiliki tuntunan dan kesantunan.
Berangkat dari kondisi demikian, Sexri Budiman menilai, lagu-lagu Minang haruslah lagu yang bermartabat, bukan lagu bersyahwat.
Ia kemudian mengakui, masih ada sejumlah pencipta lagu Minang yang kurang memperhatikan kaidah kata atau kalimat dalam lirik lagu-lagunya.
Sehingga ada sejumlah lirik lagu yang tidak sesuai dengan kaidah kata atau kalimat dalam berbahasa Minang.
Menulis Lagu juga harus Membaca
Pada bagian lain, Sexri Budiman menyebutkan, dalam menghasilkan sebuah lagu, dibutuhkan proses-proses standar. Salah satunya, harus banyak membaca. Apa yang dibaca? Tentu saja segala hal yang akan dihubungkan dengan lagu tersebut.
Ia memberikan sejumlah contoh. Ketika diminta Bupati Pesisir Selatan (ketika itu Nasrul Abit) untuk membuat lagu tentang pariwisata di Pesisir Selatan, dirinya harus banyak membaca semua hal yang terkait dengan kabupaten tersebut.
“Jika tidak, maka akan sulit bagi kita untuk mendapatkan roh pariwisata di Pesisir Selatan secara utuh,” katanya.
Sexri Budiman mengaku, lagu-lagu yang dihasilkannya sebagian besar diilhami dari pengalaman pribadi atau dari jiwa.
Setelah itu dari cerita atau kisah orang lain dan ada juga murni imajinasi.
Karya tercepat dihasilkannya, pernah menyelesaikan dua lagu dalam waktu 50 menit, yakni lagu Nyo Taruhan Kasiah dan Pitaruah.
Sedangkan lagu terlama, baru bisa diselesaikannya setelah enam bulan. Penyelesaiannya pun dituntaskan disaat suasana lingkungannya sangat ramai.
“Saat itu, sedang menggarap musik temu karya taman budaya se-Sumatera.”
“Kita berkolaborasi untuk menyelesaikan garapan bersama, ternyata lagu saya yang tertunda enam bulan tersebut dapat saya selesaikan di sela-sela kegiatan besar tersebut,” katanya.
Dihargai di Daerah Lain
Di antara banyak suka duka selama berkarya, Sexri Budiman menyebutkan, ketika lagu religinya berjudul Menyibak Cahaya Ilahi dijadikan lagu utama pembukaan MTQ tingkat Provinsi Jambi, dirinya merasa benar-benar di hargai.
“Penghargaan tersebut tak sekadar dalam bentuk materi, tetapi dukungan moril dan nilai-nilai dari pemerintah dan seniman setempat sangat luar biasa.”
“Saya semakin bersemangat luar biasa,” katanya sembari menyebutkan, hal yang sama pernah juga diperolehnya ketika karyanya ditampilkan untuk sebuah kegiatan di Malaysia. (*)