Sebut Target NTP 2024 Jauh Dari Ideal, Sultan Minta Pemerintah Tingkatkan Produktivitas Dan Hindari Impor
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah tingkatkan produktivitas dan hindari impor.
Jakarta, rakyatsumbar.id – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menetapkan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2024, yaitu mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Salah target utama dalam RKP tersebut adalah Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) masing-masing pada angka 108 dan 107.
Menanggapi hal tersebut, wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin menilai target NTP dan NTN tersebut masih jauh dari target ideal yang signifikan mendorong tingkat kesejahteraan petani dan nelayan di daerah.
“Kami tidak mengatakan target ini terlalu rendah, tapi harapan akselerasi tranformasi pembangunan ekonomi seharusnya menetapkan target kesejahteraan masyarakat petani dan nelayan secara lebih ambisius.”
“Angka target NTP tersebut bisa lebih rendah dari capaian februari tahun ini yang mencapai 109,00 naik 1,11 persen”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Jum’at (3/3/2023).
NTP, kata Sultan, merupakan alat ukur tingkat pendapatan dan pengeluaran masyarakat petani dan nelayan yang cukup presisi dan update.
NTP menjadi indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli dan daya tukar petani dan nelayan di perdesaan.
“NTP yang stagnan dan fluktuatif mengindikasikan pemerintah belum sepenuhnya serius memberikan perhatian terhadap kesejahteraan petani dan nelayan. Kami percaya pemerintahan presiden Joko Widodo akan mewariskan legacy dan standar tinggi NTP kepada pemerintahan selanjutnya,” harap mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Idealnya, ungka Sultan, masyarakat petani dan nelayan dapat menikmati kesejahteraan dengan NTP dan NTN di angka 120. Karena target NTP dan NTN memiliki dampak yang luas terhadap capaian target pembangunan ekonomi Pemerintah lainnya.
Terutama pada target penurunan angka stunting, indeks pembangunan manusia dan tentunya penurunan angka kemiskinan ekstrem.
Oleh karena itu, lanjutnya, kami meminta agar pemerintah meninjau kembali beberapa kebijakan yang memberatkan langkah untuk mewujudkan tranformasi ekonomi pertanian, seperti peraturan menteri pertanian Nomor 10 tahun 2022 yang membatasi subsidi pupuk kepada petani kecil pada semua komoditas. Jenis pupuk subsidi boleh dibatasi, tapi jenis komoditas perlu diberlakukan seperti sebelumnya.
“Terutama subsidi pupuk terhadap petani swadaya kelapa sawit yang merupakan komoditas unggulan ekspor selama ini.”
“Upaya meningkatkan produktivitas petani perlu juga didorong dengan pengunaan bibit unggul bagi petani, harus ditingkatkan,” tegas Sultan.
Selain itu, mantan ketua HIPMI Bengkulu itu meminta Pemerintah untuk mengendalikan keinginan memenuhi kebutuhan pangan melalui kebijakan impor. Pemerintah harus percaya diri dengan kebijakan pembangunan pertaniannya sendiri sehingga tidak perlu mengandalkan bahan pangan dari negara lain. (adv)