PSU DPD RI Bentuk Nyata Tegaknya Demokrasi dan Kemenangan Masyarakat Sumbar
Padang, rakyatsumbar.id – Masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Sabtu (13/7/2024).
PSU dilaksanakan sebagai bentuk implementasi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan yang dilayangkan dan dimenangkan oleh Calon Anggota DPD RI asal Sumbar, Irman Gusman.
Ketua Forum Wali Nagari (Forwana) Sumbar, Zul Arfin mengatakan, penyelenggaraan PSU merupakan wujud nyata tegaknya demokrasi atas hak-hak politik seseorang untuk dipilih dan memilih dalam pesta demokrasi.
“Perintah untuk menyelenggarakan PSU juga sebagai bentuk kemenangan masyarakat Sumbar serta sejarah untuk pertama kalinya PSU DPD dilaksanakan setelah putusan MK,” katanya.
Penyelenggaraan PSU hasil putusan MK yang diajukan Irman Gusman, katanya, merupakan bentuk nyata dari keberanian dan kegigihan tokoh politik dari Minangkabau untuk bisa berbicara lebih banyak di tingkat nasional.
“Perlu diketahui bersama, DPD itu merupakan utusan dari daerah di tingkat pusat yang didirikan berdasarkan amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan amanat itu harus dilaksanakan. Anggota DPD berkepentingan memperjuangkan aspirasi dan usulan dari daerah,” katanya.
Tanpa melihat siapa pihak yang mengajukan gugatan hingga memenangkannya dan berujung kepada PSU, Wali Nagari Pasia Laweh, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam itu menilai kebijakan terhadap PSU juga membuktikan bahwa masih tegaknya keadilan dan mengembalikan kepercayaan publik kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan MK yang belakangan tengah disorot publik.
Selain itu, kata Zul Alfin, PSU juga secara tak langsung menghidupkan ekonomi masyarakat karena melibatkan sejumlah pihak, seperti Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS), petugas perlindungan masyarakat (Linmas) hingga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
“Karena tidak bisa ditampik, setelah Pemilu 2024 lalu, baik penyelenggara ataupun peserta mengalami kelelahan, baik dari fisik dan finansial, namun dengan adanya PSU justru bisa menghidupkan lagi semangat dan ekonomi atau perputaran uang secara tak langsung, mengingat anggaran untuk PSU ini sebesar Rp250 miliar,” katanya.
“Artinya, Sumbar bisa mendatangkan uang dari pusat untuk masuk ke daerah sehingga bisa menghidupkan roda perekonomian masyarakat secara tak langsung serta penyelenggara atau pelaksananya. Namun, untuk menegakkan dan menjalankan demokrasi, berapapun biayanya itu tidak usah dipersoalkan,” katanya.
Senada dengan itu, Pengamat Politik dari Universitas Andalas (Unand), Prof Asrinaldi mengatakan, penyelenggaraan PSU DPD merupakan wujud nyata dari proses demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik.
“Meski tidak bisa ditampik bahwa konfigurasi calon terpilih bisa saja berubah, namun bukan itu poinnya, namun lebih kepada tegak dan berjalannya demokrasi. Soal biaya PSU yang mahal, saya rasa itu tidak bisa juga diperdebatkan, ini bagian dari resiko berdemokrasi,” katanya.
Setiap masyarakat, katanya, mempunyai hak dipilih dan memilih sesuai dengan amanat Undang-undang dan prinsip itu dipakai oleh Irman Gusman selaku Calon Anggota DPD RI dan juga masyarakat.
“PSU terjadi akibat KPU tidak bisa mengejawantahkan atau menginterpretasikan dengan baik terhadap putusan hakim terhadap seorang calon legislatif, sehingga putusan itu berakibat dilaksanakannya PSU,” katanya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), katanya, bahkan bisa dituntut secara pidana atau perdata jika menghalang-halangi hak politik seorang warga negara.
“Bahkan seharusnya mereka bisa dipidana jika terbukti menghalangi-halangi hak politik seseorang. Kecuali itu TNI-Polri aktif yang tak punya hak dipilih ataupun memilih, bahkan seorang ASN dan karyawan BUMN pun masih mempunyai hak memilih. Jadi hak dipilih dan memilih itu hak semua warga negara,” tuturnya. (ri)