Oleh H. Asril Manan
Kalau kita simak arti dari primitif sebetulnya sederhana saja, keterbelakangan, bodoh, dan tidak beradab, lain halnya dengan judul tulisan saya kali ini, yaitu Primitif Modern.
Berdasarkan pengamatan dari bawah, bangsa kita sudah terperangkap dengan apa yang saya namakan primitif modern. Kenapa saya berani mengatakan itu? Inilah jawabannya; menurut pendapat pribadi saya; “Keterbelakangan”, dari sudut pandang pribadi, masyarakat kita sudah maju sekali, dari kampung-kampung sampai ke kota-kota, mobil sebagai alat transportasi sudah banyak sekali, belum lagi alat komunikasi, sangat luar biasa. Begitu juga dari cucu-cucu sampai nenek dan kakek, sudah bisa bermain handphone.
Dari sudut pandang “Kebodohan”, masyarakat kita sudah pinta-pintar, banyak yang telah memiliki gelar Strata 1, Strata 2, Strata 3, dan Profesor, itu semua sudah berserakan dimana-mana. ustadz-ustadz, buya-buya, kyai-kyai, di negara kita ini sudah banyak sekali. Lalu timbul pertanyaan, kenapa kita terperangkap dengan “Primitif Modern”? Inilah yang akan saya uraiankan, dalam tulisan saya ini, menurut pandangan pribadi saya.
Keterbelakangan, bodoh, dan tidak beradab, untuk menjawab pertanyaan di atas, kita sudah terperangkap pada situasi masyarakat yang kurang beradab. Akibat kita sudah melupakan Dasar Negara kita yakni Pancasila, serta isi UUD 1945.
Mari kita pahami arti dari Pancasila secara mendalam dan benar. Lima sila yang menjadi dasar negara kita yaitu Pancasila adalah 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ketuhanan Yang Maha Esa, lawannya yang sudah sangat jelas saat ini adalah syirik dan kemunafikan. Kemunafikan ini sebetulnya terbagi dua. Kemunafikan Aqidah dan Kemunafikan Amaliyah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab: inilah yang susah dicari di zaman primitif modern ini.
Untuk mengharapkan kepada eksekutif, legilatif, dan yudikatif, rasanya sangat sulit sekali. Dari segi anggota DPR, yang betul-betul menjadi wakil rakyat sejati, boleh dihitung dengan jari saja, kebanyakan sudah menjadi Dewan Perwakilan Rupiah.
Hancurnya perekonomian kita, sangat sulitnya lapangan kerja, hukum-hukum yang sangat susah untuk ditegakkan, jangan diharap keadilan akan tercapai, disinilah rasanya rakyat tidak berdaulat sama sekali.
Sekarang timbul pertanyaan, kenapa bangsa kita sudah terperangkap ke dalam lubang primitif modern? Jawabnya ialah menurut, pandangan pemikiran pribadi dari masyarakat bawah, ialah sistem kita berdemokrasi, dimana demokrasi kita cenderung tidak beradab, bahkan biadab.
Pemilihan langsung kita dalam berdemokrasi, di samping biaya yang sangat boros, pintu ketidakjujuran juga sangat terbuka. Katanya, JURDIL (jujur dan adil) ? Tapi, apakah benar?
Katanya, tidak boleh money politic? Apa benar? Yang jelas yang terjadi adalah kehancuran harga diri di tengah-tengah masyarakat dengan segala hadiah berupa sembako, makan gratis, yang sudah terjadi dimana-mana. Apa sebenarnya tujuannya? Hanya untuk membeli suara.
Sudah 27 tahun periode reformasi kita berlangsung, kita luncurkan dengan sistem pemilihan langsung, kebanyakan pimpinan kita yang terpilih, dengan istilah manusia yang terpilih tidak sesuai dengan kemampuannya sama sekali.
Sehingga hasil dari kebijaksanaan pemimpin kita yang terpilih jauh dari harapan masyarakat.
Tidak mencerdaskan kehidupan kita berbangsa, yang terjadi itu sekarang, Pendidikan kita belum berkualitas, lapangan kerja sulit, perekonomian kita boleh dikatakan dikuasai oleh asing. Moral masyarakat, bertambah bobrok dan hancur.
Dari segi ulama dan kyai, yang sudah terperangkap dengan munafik amalyah, sandaran kehidupannya bukan Al-qur’an lagi, sewaktu pandemi covid, mesjid disuruh tutup, dia akan bertindak, sami’na wa atha’na, sepertinya “Snouck Hurgronje baru” sudah lahir dimana-mana, yang menghancurkan aqidah masyarakat. Dari sikap intelektual kita sekarang, katakanlah Strata 1, Strata 2.
Strata 3 dan Profesor, takut mengatakan salah itu salah, sedangkan yang benar itu benar. Demi untuk kepentingan pribadi dan kehidupan di dunia.
Sebagai penutup:
Dalam rangka memperingati hari Kelahiran Pancasila, setiap tanggal 1 Juni, maka mari kita pahami dengan benar dasar negara kita dari segi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagai umat Islam kita harus kenal betul memahami hal-hal berikut; Pertama dengan “Ma’rifatullah”: Yang Menciptakan Segala-galanya, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, bahwa segala keputusan di dunia ini adalah Allah SWT yang menentukan.
Yang kedua “Muraqabah” : kita betul-betul merasakan kehadiran Allah SWT dalam segala tingkah laku kita, dan kita mengenal betul serta paham, mana yang diperintahkan Allah SWT dan mana yang dilarang oleh Allah SWT.
Yang ketiga “Mujahadah”: berjuang dengan sungguh-sungguh, demi keselamatan pribadi, keluarga, bangsa, negara dan agama.
Yang ke-empat “Muhasabah” : berani mengevaluasi setiap langkah-langkah kita ke depan, secara terus menerus demi perbaikan pribadi, keluarga, bangsa, negara, dan agama.
Yang ke-lima “Istiqamah”: jika kita sudah melakukan tindakan, baik menurut Aqidah dan Syari’at, maka kita harus mempunyai prinsip untuk mempertahankannya, demi kejayaan bangsa, negara, dan agama, walaupun nyawa tantangannya.
Sebagai closing statement, saya mohon maaf sebanyak-banyaknya. (*)