Pementasan Teater Senja, Deraikan Airmata Penonton
Aceh, rakyatsumbar.id–Komunitas Seni Kebas pentaskan “Senja” di Gedung tertutup Taman Seni dan Budaya Aceh, Sabtu (26/10/2024).
Salah satu program regular UPTD Taman Seni dan Budaya Aceh. Pertunjukan diawali dengan panggung masih gelap. Sayup terdengar kicau burung. Lalu terlihat cahaya dari kiri belakang panggung, dibalik plang bertuliskan Panti Jompo Senja. sebagai matahari terbit.
Kelihatan setting yang artistik, ditata Nasruddin sering dipanggil Che’ Naz, bersama Jack Monarch dibantu Denny Irfan dan Mahfud Ridha sebagai stage crew.
Begitu terkesan rumah zaman bergaya Eropa terdengar tunning radio yang perlahan hilang, disambut suara musik dan suara merdu penyanyi. Sebagai Theme song pembuka.
Menambah suasana pagi yang nyaman dan sejuk. Cahaya tumpah menerangi panggung. Terlihat seorang lelaki tua sedang duduk di kursi panjang meletakan radio di atas meja, tampak kursi tidak ada sandaran kiri dan kanan meja.
Lalu memeriksa arloji bermerek terkesan mahal. Muncul seorang perempuan setengah baya, menyiram bunga yang menghiasi halaman Panti Jompo Senja.
Bu Ratih (Cut Ratna) sebagai kepala asrama begitu sabar dan berkharisma melayani orang-orang tua yang berbagai macam tingkah lakunya.
Seorang Opa Adam (Riza Sachfan) yang selalu sinis ketika diajak bicara. Opa Bowo (Faisal Amir) yang suka nyeleneh dan iseng. Oma Ayu (Dede Sachfan) yang terkesan manja, lembut, tidak suka bicara kasar.
Ningsih (Rifqah Basyirah) anak Oma Ayu, Wanita karier yang juga sebagai seorang istri, harus patuh kepada suami. Dharma (Sayed Iqbal Tawakal) anak Bowo, seorang pengusaha yang iseng dan nyeleneh sama seperti bapaknya.
Kehadiran seorang Opa Bowo di Panti Jompo Senja adalah keinginan sendiri, sebagai teman sejak sekolah ingin menemani Opa Adam yang selalu merasa terasing dan kesepiaan ditinggalkan oleh anak-anaknya keluar negeri.
Opa Bowo berusaha menghibur Opa Adam dengan segala tingkah lakunya. Dialog renyah dan bisnis acting kedunya, berhasil membangun suasana kocak pada adegan membuat para penonton tertawa kecil, seperti menertawakan diri sendiri.
Ternyata Ningsih harus ikut suami yang ditugaskan keluar daerah. Sang suami menyarankan untuk tidak membawa Oma Ayu dan menitipkan di Panti Jompo Senja.
Oma Ayu begitu terpukul gamang hadapi kesendirian. Pada adegan ini dialog Opa Adam dan Oma Ayu, menyuguhkan konflik batin, berhasil mempermainkan emosi penonton, dari romantis, perdebatan yang tegang dan kemarahan.
Mengakibat gejala penyakit jantung Opa Adam kambuh. Dan cahaya perlahan hilang dan panggung gelap.
Transisi babak kedua, disuguhkan juga theme song yang begitu menyentuh, digarap oleh penata music, Mulya Syahputra pada Keybord/piano, bersama Yudi Amirul pada akustik gitar, dan sang Vokalis Icut Aprillia.
Berhasil melayangkan imajinasi memberi kebetahan kepada para penonton, hingga enggan beranjak.
Babak kedua dimulai dengan muncul cahaya yang di tata oleh Teuku Ilham, berwarna orange dari kanan belakang panggung.
Menyusup dari sela-sela pohon dan bunga-bunga, menyapa wajah Opa Adam yang baru pulang dari rumah sakit, tidak betah di dalam rumah, duduk di tempat yang sama, halaman Panti Jompo Senja.
Bu Ratih merapikan selimut dan syal di leher Adam, sambil mengebarkan bahwa Oma Ayu begitu merasa bersalah, cemas dan kuatir, ketika harus menginap di rumah sakit.
Bu Ratih menyarankan kepada Oma Ayu untuk menghibur dan memberi semangat kepada Opa Adam.
Oma Ayu menyuapi bubur, Opa Adam begitu senang menerimanya, bahkan berselera mengunyah. Semakin lahap. Ternyata Oma Ayu diam-diam juga memendam rasa, semakin tumbuh kasih sayang di saat Opa Adam sakit.
Rasa itu diungkapkan Oma Ayu dengan malu-malu. Lalu bersepakat melangsungkan pernikahan di Panti Jompo Senja. Membayangkan saat acara perhelatan nanti.
Tiba-tiba Oma Ayu terhenti bercerita, melihata Opa Adam diam saja. Dan mendekatinya, memegang bahu Opa Adam dan tongkatnya jatuh ke meja, menyentuh mangkuk dan gelas kaca, dentingnya menyusup ke hati.
Begitu pilu dengan suara musik yang cemas menegangkan. Tangis pecah, sayup-sayup terdengar lantunan theme song yang semakin memilukan. Perlahan cahaya redup, hanya tertinggal cahaya senja kanan belakang panggung.
Kebahagiaan Adam cinta diterima. Keperihan Ayu ditinggalkn sendiri. Maut adalah perpisahan. Masih ada harapan, mereka menikah di akhirat.
Pertunjukan Teater “Senja” ini berharap anak-anaknya menjemput orang tuanya dari panti jompo. Bukankah itu pintu surga bagi mereka.
Tapi apa yang terjadi, berakhir dengan tragis, Opa Adam mati dengan bahagia, setelah diterima cintanya.
Lalu bagaimana dengan Oma Ayu? Konflik batin begitu terasa, dilematis bagi si anak.
“Tapi setelah pulang menyaksikan pertunjukan Senja, saya ingin cepat pulang, memeluk ibu dan bapak, saya sangat beruntung masih bisa merawat kedua orangtua saya,” kesan Syaiful, penonton setia teater.
“Ketika saya menerima dari penulis naskah Dede Nasmawati. Senang saja saya menerimanya. Selain dia punya keinginan yang kuat, dia seorang perempuan,” kata Sutradara Zulfikar Kirbi haru dan bangga.
Disampaikannya, jarang sekali di Aceh punya penulis naskah lakon.
“Kami selalu berdiskusi tentang naskah. Tentu saja ada perbaikan di sana-sini. Terutama tangga dramatiknya. Salut kepada aktor dan aktris, juga kepada semua tim,” jelasnya.
Menurut Zulfikar, mereka sangat paham sebuah kerja kolektif, harus lebur dalam proses Latihan hingga pementasan. Agar tidak terlihat instan atau pragmatis.
“Lebih salut lagi, kepada aktor pemula yang tidak henti-hentinya menggali potensi yang ada pada dirinya. Begitu tekun tidak ada kata jenuh. Terimakasih kepada semua tim. Kalian orang-orang hebat,” tutupnya. (ned)