Nagari nan Padek
Oleh : Revdi Iwan Syahputra
(Jurnalis/ Pegiat Nagari)
Beberapa waktu lalu, saya terlibat diskusi yang agak serius namun santai dengan Ketua Forwana (Forum Walinagari) Sumatera Barat Zul Arfin. Kita membicarakan banyak hal, baik tema santai hingga berat. Tema Nasional hingga tema nagari. Semua mengalir tak bersekat.
Maklum, Ketua Forwana ini bukan kaleng kaleng, dia sudah karatan di Nagari Pasia Laweh, Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam ini, sebagai walinagari.
Namun begitu, kami lebih banyak diskusi soal keberadaan nagari yang kian ke sini kian seksi keberadaannya. Seksi dalam artian potensi yang dimiliki nagari.
Ya, mamang nagari tak seperti dulu lagi, nagari sudah menjadi daerah yang otonom dalam mengendalikan pembangunannya. Ini, sejak bergulirnya Dana Desa yang digagas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras (Kemendes PDTT).
Dan begitulah, soal yang satu ini gampang di cari di Mbah Google. Keberadaan Dana Desa seakan menjadi darah segar bagi desa dan nagari. Perencanaan pembangunan bisa disiapkan nagari bersama Bamus (Badan Musyawarah) setempat. Sebesar besarnya untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan nagari atau desa.
Beberapa waktu lalu, di kantin Kantor Dinas Pemberdayaan Desa (PMD) di bilangan Jalan Pramuka, Ulak Karang, saya juga terlibat diskusi santai sambil ngopi dengan Kepala Dinas ( Kadis PMD) Sumbar Amasrul. Amasrul yang mantan Sekda Padang itupun antusias saat kami diskusi soal nagari.
Soal nagari, Amasrul menyampaikan bahwa kemandirian dan kemajuan desa/nagari memang disebabkan dukungan Dana Desa yang mengucur setiap tahun, yang jumlahnya bervariasi.
Dana ini mendorong adanya pembangunan fisik dan program pemberdayaan, termasuk berkembangnya kegiatan ekonomi melalui Badan Usaha Milik Nagari (Bumnag) dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Sehubungan dengan peran Pemerintah Provinsi melalui Dinas PMD adalah melakukan pembinaan terhadap nagari/desa melalui berbagai program, baik kegiatan Dinas PMD Provinsi yang maupun program yang datang dari pusat (kementerian).
Tidak itu saja, kekuatan literasi perlu dimasifkan. Desa atau Nagari literasi bisa dilakukan jika ada kolaborasi beberapa komponen yang ada pada masyarakat nagari yang bersinergi dan bergerak bersama dalam hal mengembangkan minat/budaya baca, meningkatkan wawasan serta menstimulasi berbagai kreatifitas dan inovasi masyarakat dalam pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Pedesaan.
Konsep nagari cerdas juga sebuah konsep di mana pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terintegrasi dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat di nagari atau desa.
Integrasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa. Faktanya, Indonesia tengah gencar mengembangkan konsep desa cerdas ini.
Hal ini merupakan langkah strategis untuk mencapai pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat hingga ke pelosok negeri.
Ya, dari dua diskusi santai dan terpisah itu, saya menangkap sebuah semangat penuh optimistis dari semua pengambil kebijakan baik pemerintah nagari, pemerintah daerah, provinsi dan disokong penuh dari pusat dengan konsep Dana Desa.
Apalagi, jika melibatkan pihak ketiga atau mitra strategis dalam mempercepat akselarasi mencapai tujuannya, terutama peningkatan SDM dan literasi. Maka, sungguh akan kuatlah nagari dalam berbagai sektor. Istilah awak “Subana Padek Nagari tu”. Semoga.(*)