Oleh: Hamdanus, Plt. Ketua KONI Sumbar 2022
Kepemimpinan sejati bukanlah soal kekuasaan atau pengaruh semata, melainkan tentang kemampuan menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Prinsip inilah yang saya pegang dalam menjalankan amanah sebagai Pelaksana Tugas Ketua KONI Sumatera Barat.
Akhir-akhir ini, publik menyaksikan dinamika terkait keberlanjutan kepengurusan KONI Sumbar. Ketika pernyataan dari Kadispora Sumbar soal niat mendemisionerkan kepengurusan KONI muncul ke permukaan, suasana langsung menjadi gaduh. Padahal, tak lama setelah itu, SK perpanjangan dari KONI Pusat justru muncul dan menjadi dokumen sah yang memperjelas posisi kelembagaan KONI Sumbar.
Kondisi seperti ini sebenarnya tak perlu terjadi jika koordinasi dan komunikasi dijaga dengan baik. Narasi yang dibangun seharusnya menyejukkan, bukan memanaskan suasana. Apalagi kita semua berada dalam satu barisan yang sama: membangun olahraga Sumatera Barat yang lebih baik.
Saya percaya bahwa setiap krisis bukan akhir, melainkan justru peluang. Dalam pemikiran Marcus Aurelius—seorang filsuf besar Romawi sekaligus Kaisar—terdapat kutipan yang relevan:
“The impediment to action advances action. What stands in the way becomes the way.”
Artinya, rintangan bukan penghambat tindakan, tapi justru pemicu tindakan. Halangan bukan batas, melainkan jalan.
Dalam situasi seperti sekarang, saya melihat rintangan ini sebagai panggilan untuk berbenah, memperbaiki pola relasi antarlembaga, dan membangun sistem yang lebih sehat. Seperti dijelaskan dalam filsafat Stoikisme, kita harus fokus pada apa yang bisa kita kendalikan—yakni sikap, respons, dan pilihan kita dalam menghadapi situasi. Adapun hal-hal di luar kendali kita—seperti persepsi orang lain, atau opini publik—tidak boleh menjadi penghambat langkah.
Setiap tantangan yang datang seharusnya memicu kita untuk bertindak lebih bijak dan lebih dalam. Seperti seorang pengibar bendera yang mendapati kain merah-putihnya terlilit angin. Ia tidak menyalahkan angin, tidak pula menyalahkan tali. Ia cukup memutar tubuhnya, mencari arah yang tepat, dan membiarkan bendera itu kembali berkibar dengan gagah.
Kita juga bisa belajar dari Rasulullah SAW dalam menyelesaikan konflik besar antar-kabilah Quraisy saat peletakan kembali Hajar Aswad. Ketika para kepala suku berselisih tentang siapa yang paling layak meletakkannya, Rasulullah yang bijak meminta sebuah kain dibentangkan, batu itu diletakkan di atasnya, dan semua kepala suku mengangkat bersama-sama. Tidak ada yang direndahkan, tak ada yang merasa dikalahkan. Semua merasa terlibat, semua merasa dihormati.
KONI Sumbar adalah rumah besar olahraga. Ia tak boleh diwarnai oleh ego sektoral atau kepentingan pribadi. Kita semua ada di sini untuk satu tujuan: memuliakan olahraga Sumatera Barat, mengangkat martabat para atlet dan pelatih, serta menggerakkan roda pembinaan yang sehat dan berkelanjutan.
Saya tidak mempersoalkan dinamika yang telah terjadi. Saya justru menjadikannya sebagai pemicu untuk menata ulang langkah, memperkuat kembali komunikasi lintas sektor, dan mengajak semua pihak untuk kembali berpikir jernih, bertindak tenang, dan menjaga marwah kelembagaan ini.
Karena pada akhirnya, yang menghalangi bukanlah musuh, tapi pelajaran. Dan setiap rintangan, jika kita hadapi dengan bijak, akan menjadi bagian dari jalan menuju keberhasilan.(*)