Oleh: Romi Martianus, SH., C.Med
Advokad dan Wartawan Utama
Setelah 49 hari dilantik sebagai Walikota Padangpanjang Hendri Arnis, BSBA bersama Wakil Walikota Allex Saputra, tentunya masyarakat menanti lakek tangan dari pemimpin yang dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari lalu.
Dibalik kepaiawaian Hendri Arnis memimpin Kota Serambi Mekah, kita sedikit membahas mengenai penegakan hukum khususnya Perda di Kota Padangpanjang.
Karena menurut Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011, Perda atau Peraturan Daerah termasuk jenis dan secara hierarki merupakan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Perda juga terikat dalam penerapan Asas Fiksi Hukum yang artinya ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka saat itu setiap orang dianggap tahu (Presumsion iures de jure).
Ketentuan ini berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum khususnya peraturan Daerah tidak dapat membebaskan/ memaafkan dari tuntutan hukum, apalagi telah diundangakan dalam lembaran resmi (Lembaran Daerah/ tambahan Lembaran daerah), maka setiap orang dianggap telah mengetahui.
Salah satu Perda spektakuler yang pernah dilahirkan Kota Padangpanjang yang sampai saat ini masih berlaku, dengan mencabut dan merevisi Perda Nomor 8 tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok (KTR) yaitu Perda Nomor 2 tahun 2014 Tentang kawasan Tanpa Asap Rokok yang diatur juga ditetapkan pada masa pemerintahan Hendri Arnis periode sebelumnya.
Juga telah didorong dengan aturan pelaksana dalam Perwako Padangpanjang Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Germas yang turut mendukung pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan enyahkan asap rokok.
Perda yang dibuat dengan melibatkan Legislatif, Eksekutif dan tokoh-tokoh masyarakat dengan dibiayai mengunakan anggaran daerah/ negara ratusan juta rupiah ini, tentu kedepannya tidak jadisebuah aturan “ANTARA ADA DAN TIADA” yang akhirnya terkesan Mandul dan Tumpul.
Banyak persoalan yang sebenarnya menjadi bahasan dasar dalam pelaksaan Perda KTR ini yang belum terealisasi sampai saat ini khususnya untuk Para Perokok Aktif.
Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi saat ini juga telah hadir rokok elektronik, yang mungkin belum termuat dalam Perda Nomor 2 Tahun 2014 ini.
Memang rokok elektronik bukanlah termasuk dalam kategori rokok dalam peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan produk tembakau yang dimaksud untuk dibakar, dihisap dan atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesieslainnya yang mengandung Nikotin dan Tar atau tanpa bahan tambahan.
Karena dari berbagai penelitian Rokok Elektronik juga mengandung zat berbahaya serta menghasilkan uap yang juga berbahaya apabla udaranya dihirup oleh orang sekitar perokok elekrik tersebut.
Aturan Kompleks yang dilahirkan Perda ini seolah saat ini hanya tajam kepada Iklan atau reklame Rokok (Para Pengusaha), namun bagaimana sanksi hukum kepada para perokok yang melanggar? Karena sangat jelas ada larangan Merokok pada Kawasan Tanpa Rokok yang ditetapkan dalam aturan tersebut.
Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok telah termaktub jelas didalamnya. Lahirnya Perda ini tentu pada prinsipnya untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum dan bahwa materinyapun harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara, yang mau tidak mau harus dilaksanakan secara tegas dengan tetap memegang teguh Azaz Equality Before the Law (Persamaan didepan hukum dan berhak atas perlindungan hukum tanpa diskriminasi).
Aspek-aspek kewenangan, keterbukaan dan pengawasan sangat dibutuhkan dalam penegakan perda ini, berapa jumlah kantor atau tempat kerja, tempat umum dan lain sebagainya yang ada di kota Padang Panjang otomatis akan terikat dengan aturan Kawasan Tanpa Rokok dan juga menjadi kewajiban Pimpinan atau Penanggung Jawab Kawasan Tanpa Asap Rokok untuk segera setelah beberapa tahun perda ini disahkan menyediakan tempat khusus untuk merokok yang memenuhi persyaratan tertentu, namun sampai saat ini belum terealisasi seratus persen.
Pada prinsipnya lahirnya perda ini adalah dengan semangat melindungi perokok pasif dari paparan asap rokok yang merugikan, dengan kawasan yang ditentukan sebagai Kawasan Tanpa Asap Rokok adalah :
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Rumah sakit, Puskesmas, Klinik, Apotek, dan laboratorium kesehatan,
- Tempat Proses Belajar Mengajar: Sekolah, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan lainnya.
- Tempat Anak Bermain: Taman bermain anak, tempat penitipan anak, PAUD, dan taman kanak-kanak.
- Angkutan Umum Dalam Kota: Angkutan dalam kota dan angkutan pedesaan.
- Tempat Ibadah: Masjid, mushalla, surau, dan gereja.Tempat Kerja: Perkantoran pemerintah, TNI, POLRI, perkantoran swasta, dan industri.
- Tempat Umum: Tempat wisata, hotel, restoran, kafe, tempat olahraga, dan sejenisnya.
Juga menjadi Kewajiban bagi Pimpinan atau Penanggungjawab KTAR untuk menyediakan tempat khusus untuk merokok yang memenuhi persyaratan tertentu.Namun seakan Perda ini, penerapannya tidak setegas isinya.
Sejenak, mari kita berandai-andai jika terjadi pelanggaran Perda KTAR ini yang dilakukan oleh pimpinan daerah atau Penanggung jawab Kawasan Tanpa Asap Rokok ini, atau tamu-tamu pimpinan daerah baik eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif diwilayah hukum Kota Padang Panjang secara bebas merokok pada kawasan Tanpa Asap Rokok, siapa yang akan memberikan sanksi Administratif berupa peringatan teguran, peringatan tertulis, hukuman disiplin sesuai aturan perda ini bahkan pidana kurungan 3 bulan atau denda Rp 5.000.000,- atau Pertanyaan spesifiknya sanggupkah Para Penegak Perda memberikan sanksi kepada seluruh masyarakat yang melanggar aturan Perda Ini tanpa pandang pandang bulu???
Disisi lain, saat ini terlihat jelas aktifitas merokok yang juga telah diatur larangannya dalam perda tetap terjadi, tanpa mengindahkan aturan Kawasan Tanpa Asap Rokok.
Para perokok tembakau dan elekronik melakukan aktifitas merokok masih bebas merokok didaerah-daerah yang dilarang dalam perda, dan tidak melakukan aktifitas merokoknya dikawasan yang telah disediakan khusus. `
Tantangan bagi kita bersama terutama Eksekutif dan Legislatif Kota Padangpanjang dan apakah perda ini tetap dipertahankan namun terkesan Mandul ataukah mengambil kebijakan yang lebih mendalam bagaimana tertib hukum benar-benar terwujud dimulai dari hal-hal kecil. Mungkin ketaatan hukum bagi setiap warga negara sangat diharapkan agar supremasi hukum dapat berjalan tanpa terkecuali, namun jangan juga kita mengabaikan aturan yang telah dibuat sendiri khususnya demi kemajuan Kota Padangpanjang untuk mewujudkan masyarakat taat hukum dimulai dari hal terkecil yang tidak bisa di anggap enteng.
Karena sesuatu yang besar diawali dari hal kecil (Jangan sepelekan hal kecil). Yang pada prinsipnya bagaimana kita akan menegakan aturan yang besar, sementara aturan kita buat sendiripun tak dapat dijalankan secara tegas dan maksimal, Wassalam. (*) Penulis adalah Pengurus Divisi Hukum PWI Sumbar, Sie Advokasi DPP IKA Unand & Ketua Harian IKA FHUA Kota Padangpanjang