OPINI  

KLB IKA Unand: Manuver Politik Menuju Kursi Ketua

Catatan, Revdi Iwan Syahputra
Wakil Ketua IKA Sosiologi Unand

Dalam teori politik klasik, setiap organisasi massa akan selalu berada pada persimpangan antara idealisme dan pragmatisme. Ikatan Alumni Universitas Andalas (IKA Unand) kini sedang membuktikan dalil itu. Di balik jargon penyelamatan organisasi dan alasan penyelesaian persoalan Yayasan Pendidikan Dharma Andalas (YPDA), terselip aroma manuver politik menuju kursi ketua umum.

KLB Sebagai Instrumen, Bukan Solusi

Dalih utama penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) adalah memperpanjang masa kepengurusan enam bulan demi menyelesaikan masalah YPDA. Namun argumen ini rapuh. Empat tahun kepengurusan saja tidak mampu menuntaskan persoalan itu, apalagi hanya enam bulan. Maka wajar jika banyak alumni membaca KLB bukan sebagai solusi substantif, melainkan instrumen memperpanjang status quo.

Dengan memperpanjang masa jabatan, pengurus lama mendapat ruang manuver untuk mengatur ritme politik internal, sekaligus mengunci momentum bagi calon ketua lain. Sebaliknya, kelompok yang menuntut agar Kongres digelar sesuai jadwal melihat KLB sebagai bentuk pengkhianatan terhadap AD/ART sekaligus pelecehan terhadap marwah organisasi.

Kontestasi yang Mengeras

Munculnya wacana KLB tidak bisa dilepaskan dari dinamika perebutan kursi ketua. Posisi ketua umum tidak lagi dipandang sekadar jabatan simbolis, melainkan kursi strategis yang membuka akses ke jejaring alumni, politik, hingga ekonomi. Maka, penundaan kongres melalui KLB lebih tepat dibaca sebagai manuver untuk mengatur ulang peta kekuatan, membangun koalisi, sekaligus mendeligitimasi lawan sebelum kompetisi resmi dimulai.

Dalam logika kekuasaan, KLB adalah “rem darurat” bagi pihak tertentu yang ingin menunda pertarungan. Bukan karena persoalan substansial, tetapi karena kalkulasi politik yang belum matang.

Marwah yang Dipertaruhkan

Pertarungan ini bukan hanya soal siapa yang akan duduk di kursi ketua. Lebih dari itu, ini tentang arah organisasi alumni yang seharusnya menjadi wadah persaudaraan, jejaring profesional, dan kontribusi nyata bagi almamater. Jika KLB dipaksakan tanpa legitimasi penuh pemegang suara sah, marwah IKA Unand akan runtuh, meninggalkan organisasi yang terkooptasi oleh ambisi personal.

Jalan Pulang ke Aturan

Di tengah hiruk-pikuk ini, satu-satunya jalan pulang adalah kembali ke aturan main organisasi: AD/ART. Kongres adalah forum tertinggi yang tidak boleh digantikan oleh manuver politik sesaat. Persoalan YPDA dapat dijadikan catatan dan rekomendasi kongres, bukan alasan untuk memperpanjang kekuasaan.

IKA Unand membutuhkan ketua baru yang lahir dari kontestasi sehat, bukan hasil intrik prosedural. Kemenangan yang lahir dari proses manipulatif hanya akan melahirkan organisasi yang rapuh dan terbelah.(*)

#Penulis adalah Alumni Unand, Wakil Ketua IKA Sosiologi Unand, Jurnalis Pemegang Kompetensi Utama, Pemred Harian Rakyat Sumbar, Mantan Pemred Padang Ekspres, Mantan Pemred Haluan, sejumlah media online.