Kerajaan Jambu Lipo Sijunjung Masih Setia Pertahankan Budaya Tradisi Masyarakatnya
Seminar hasil penelitian sejarah dan budaya Kerarajaan Jambu Lipo di Padang, Rabu (1/12/2021). Gubernur harapkan hasil penelitian mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. (Foto Dok)
Padang, Rakyatsumbarid.—Sumatera Barat memiliki beberapa kerajaan yang eksis pada masanya. Salah satunya, Kerajaan Jambu Lipo di Nagari Lubuak Tarok, Sijunjung yang hingga hari ini masih setia mempertahankan dan menjaga budaya tradisi masyarakatnya antara lain bakaua adat, malam bajago, dan prosesi Rajo Manjalani Rantau.
“Prosesi Rajo Menjalani Rantau yang dilakukan masyarakat Kerajaan Jambu Lipo, paling tidak sekali dalam setahun atau sekali dalam tiga tahun yang saat ini sedang berlangsung merupakan ruang silaturahmi yang telah terbangun sejak lama antara kerajaan dengan nagari-nagari rantau Kerajaan Jambu Lipo. Ikatan batin dipertautkan dan diperteguh dengan prosesi adat Rajo Menjalani Rantau ini. Aktivitas budaya ini sangat penting dan perlu kita apresiasi karena mengandung banyak nilai-nilai positif yang bisa diserap generasi muda dan penerus,” kata Gubernur Mahyeldi ketika membuka seminar hasil penelitian sejarah dan budaya Kerajaan Jambu Lipo di Padang, Rabu (1/12/2021).
Seminar hasil penelitian yang disampaikan kalangan ahli dan akademisi Unand ini merupakan rangkaian dari Festival Jambu Lipo yang telah dimulai sejak Agustus lalu.
Gubernur mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan Sumatera Barat yang difasilitasi oleh Hidayat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sumatera Barat dari Partai Gerindra.
Selain itu, katanya, kegiatan ini hendaknya dijadikan momentum bagi lokasi Kerajaan Jambu Lipo Jambu Lipo Ranah Godok Obuih untuk menjadi daya tarik baru destinaso wisata sejarah di Sijunjung.
“Maka dari hal itu, mari kita jadikan momentum ini sebagai suatu daya tarik wisatawan yang tidak hanya saja berdomisili di Sumbar, tapi dari luar provinsi tentunya. Jadi dari hal itu, mari masyarakat Sijunjung kita jaga tradisi ini. Saya berharap hasil penelitian ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” harap Gubernur.
Ia berharap ke depannya, daerah Sijunjung dapat ditata dengan rapi oleh masyarakat di sana sehingga dapat memajukan wisata Jambu Lipo Ranah Godok Obuih.
“Itu berfungsi untuk daerah Sijunjung agar didatangi oleh wisatawan atau tamu-tamu luar. Mari kita jaga dan rawat bersama,” jelas Mahyeldi.
Sementara itu, dalam hantarannya, Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat Gelama Ranti mengatakan Festival Budaya Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih salah satu upaya mengangkat kepermukaan aset budaya dan sejarah, serta potensi seni-seni tradisi yang dipunyai Kerajaan Jambu Lipo.
“Selain upaya merawat dan melestarikan, Dinas Kebudayaan juga membuka lebih luas riset sejarah dan budaya seperti yang kita lakukan bersama ahli dan peneliti dari Unand. Ini penting agar sejarah dan budaya agar kita memiliki landasan dan acuan dalam mengembangkan potensi budaya kira,” kata Gemala Ranti.
Lebih jauh dikatakannya, menyelenggarakan Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih Kenagarian Lubuk Tarok ini merupakan salah satu upaya perlindungan, pengembangan, dan pembinaan terhadap warisan budaya Sijunjung.
“Selain seminar dan peluncuran hasil penelitian, Festival Jambu Lipo ini ditujukan mengangkat dan mempromosikan keberadaan dan eksistensi Kerajaan Jambu Lipo dengan menampilkan beragam peristiwa budaya antara lain prosesi Rajo Manjalani Rantau, pertunjukan seni tradisi tari tanduak dari Kerajaan Jambu Lipo,” urai Gemala Ranti.
Gemala Ranti menambahkan, kegiatan Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih ini bisa dilaksanakan Dinas Kebudayaan Sumatera Barat karena difasilitasi Hidayat, anggota DPRD Sumatera Barat.
Sementara anggota DPRD Sumbar, Hidayat mengatakan, Festival Kerajaan Jambu Lipo Ranah Godok Obuih dengan segenap keberagaman kegiatan budayanya, termasuk penelitian sejarah oleh para ahli sejarah merupakan langkah awal untuk membuka lebih luas perspektif masyarakat terutama generasi penerus Jambu Lipo agar paham nilai-nilai sejarah, sosial, budaya, dan asal usulnya.
“Kerja ini tujuannya agar generasi muda dan penerus Kerajaan Jambu Lipo dan Nagari Lubuak Tarok agar memahami warisan budaya, nilai-nilai sejarah dan sosialnya. Selain itu, kita berharap Kerajaan Jambu Lipo jadi perhatian nasional. Hal ini saya kira sudah terjadi,” terang Hidayat.
Sementara itu Tim Peneliti Sejarah dan Budaya Kerajaan Jambu Lipo yang terdiri dari Sudarmoko Ph.d, Dr Norpiyasman, Dr Ivan Adilla, dan Hary Efendi Iskandar, SS, mengungkapkan sejumlah temuan awal setelah melakukan penelitian lapangan di sejumlah lokasi penting terkait kerajaan Jambu Lipo, seperti Dharmasraya dan Solok Selatan, serta mengadakan serangkaian wawancara dan studi pustaka.
Bukti Kerajaan Jambu Lipo menjadi perhatian nasional, tambah Hidayat, ketika Ketua DPD RI Lanyala Mahmud Mattalitti dianugerahi gelar kehormatan Tuanku Palito Alam oleh pewaris Kerajaan Jambu Lipo Tuanku Rajo Godang, Firman Bagindo Tan Ameh di Istana Kalambu Suto, Kerajaan Jambu Lipo, pada Sabtu (27/11/2021) lalu.
“Saya pribadi sangat senang keberadaan Kerajaan Jambu Lipo diapresiasi Pak Ketua DPD RI Lanyala Mahmud Mattalitti. Ini membanggakan. Dampaknya sangat positif dan bisa mempercepat pembangunan ekonomi, infrastruktur dan budaya di Lubuak Tarok. Tujuan utama kita memang itu. Eksistensi Kerajaan Jambu Lipo jadi perhatian nasional dan pusat,” terang Ketua IKA FIB Unand ini.
Perlu Penelitian Lanjutan
Dalam presentasi Sudarmoko, SS, MA, Ph.D, Ketua Tim Peneliti, menyebutkan, sampai hari ini, Kerajaan Jambu Lipo yang berada di Nagari Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat masih melakukan aktivitas, memiliki struktur dan perangkat, wilayah, benda dan simbol kerajaan yang mendapat pengakuan dari masyarakat dan pihak luar.
“Berdasarkan observasi di lapangan, mengunjungi lokasi-lokasi penting yang terkait dengan Kerajaan Jambu Lipo, dilakukan diskusi dan wawancara mendalam dengan daerah-daerah rantau kerajaan di Dharmasraya dan Solok Selatan, lalu pelacakan referensi yang tersedia, terdapat sejumlah temuan penting berkenaan dengan Kerajaan Jambu Lipo ini,” kata Sudarmoko Rabu (1/12/2021).
Selain Sudarmoko, peneliti yang menyampaikan penjelasannya dalam seminar tersebut antara lain Dr. Nopriyasman, M.Hum dan Dr. Ivan Adilla, M.Hum. Sedangkan Hary Efendi Iskandar, SS, MA tak bisa hadir ada tugas lain, Jalannya seminar dimoderatori Drs. M. Yusuf, M.Hum.
Sudarmoko menyebutkan, arti prosesi Rajo Manjalin Rantau tak hanya bagi masyarakat Lubuk Tarok tempat berdirinya Kerajaan Jambu Lipo namun juga bagi eksistensi Kerajaan Jambu Lipo itu sendiri.
“Prosesi tersebut merupakan mata rantai yang menghubungkan antara masyarakat dan pihak kerajaan serta wilayah-wilayah rantau yang punya hubungan khusus dengan kerajaan. Karenanya, prosesi tersebut memiliki posisi amat penting sebagai penjaga eksistensi Kerajaan Jambu Lipo. Lewat prosesi Rajo Manjalin Rantau-lah ingatan kolektif tentang Kerajaan Jambu Lipo terus hidup. Lewat prosesi itu pula pengetahuan sejarah dan adat istiadat masyarakat Lubuk Tarok mengenai Jambu Lipo terus diperbaharui. Dengan kata lain, jika prosesi tersebut terhenti untuk waktu lama maka keberadaan Jambu Lipo itu pun sendiri ikut terancam,” papar Sudarmoko saat presentasi hasil penelitiannya di depan penanggap dan peserta lainnya baik during maupun daring.
Di samping itu, prosesi Rajo Manjalin Rantu juga menjadi medium untuk menyelesaikan konflik dan membangun konsensus.
Ivan Adilla, menambahkan, tim juga menemukan sejumlah tinggalan budaya non-material seperti cerita rakyat-cerita rakyat serta mitologi yang berhubungan dengan Kerajaan Jambu Lipo. Cerita-cerita itu berisi asal-usul kerajaan atau kisah-kisah tokoh besar yang pernah hidup di lingkungan kerajaan.
“Semua itu tak kalah penting artinya sebagai penjaga dan saluran penerus ingatan kolektif mengenai Jambu Lipo,” kata Ivan Adilla.
Sejarawan Nopriyasman juga menyampaikan temuan awal lainnya yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Jambu Lipo. Salah satu temuan awal tersebut ialah soal asal-usul nama Jambu Lipo.
“Terdapat beberapa versi asal-usul nama Jambu Lipo. Di antaranya Jambu Dwipa, Jan Ibu Lupo, dan Jan Buhua Lupo. Dari tiga versi tersebut Norpriyasman cenderung lebih sepakat dengan versi terakhir. Kesimpulan tersebut ditariknya dengan menempatkan Kerajaan Jambu Lipo sebagai bagian dari kerajaan-Kerajaan Melayu masa-masa awal yang cenderung membangun ikatan tertentu antara satu sama lain lewat berbagai bentuk perjanjian atau komitmen demi menjaga keberlansungan tiap-tiap kerajaan. ‘Jan Buhua Lupo sendiri bisa diartikan sebagai ‘jangan sampai melupakan ikatan’ yang mencerminkan adanya ikatan atau komitmen antara Jambu Lipo dengan kerajaan lain yang terbentuk di masa lalu, dalam hal ini Pagarruyuang,” jelas Nopriyasman.
Sudarmoko menyebutkan, penelitian dimulai sejak Mei hingga Desember 2021 yang hasilnya diketahui Kerajaan Jambu Lipo telah berdiri sejak lama dan masih ada hingga hari ini dengan melakukan aktivitas, memiliki struktur dan perangkat, wilayah, benda dan simbol kerajaan yang mendapat pengakuan dari masyarakat dan pihak luar. Keberadaan Kerajaan Jambu Lipo memiliki arti penting bagi masyarakatnya dan mereka baangga terhadap kerajaannya.
“Dari penelitian di lapangan dan mengunjungi lokasi-lokasi penting yang terkait dengan Kerajaan Jambu Lipo, maka tidak diragukan lagi jika Kerajaan Jambu Lipo merupakan sebuah kerajaan yang telah berdiri cukup lama dengan tinggalan berwujud material dan non-material yang masih dapat ditemui,” katanya.
Selanjutnya tentang prosesi “Rajo Manjalani Rantau”, melalui penelitian ini diketahui menunjukkan bahwa prosesi ini salah satu mata rantai yang penting dalam menjaga keberlangsungan kerajaan Jambu Lipo, terutama dalam menjaga hubungan antara pihak kerajaan dengan masyarakat dan juga daerah-daerah rantau yang memiliki hubungan-hubungan khusus dan kuat dengan kerajaan.
“Hal ini menjadi penting karena dengan adanya dukungan sosial budaya inilah narasi kerajaan dan juga narasi-narasi yang terkait, dapat bertahan dalam ruang dan waktu yang lebih lama,” urai Sudarmoko.
Kendati begitu, dalam penelitian sejarah dan eksistensi Kerajaan Jambu Lipo ini, ada beberapa bagian yang masih perlu ditelusuri lebih dalam, antara lain sejarah dan kajian arkeologis. Maka penelitian ini perlu pendalaman lebih lanjut dan komrehensif terkait sejarahnya, pengujian dan kajian arkeologis terhadap tinggalan-tinggalan yang ada. Juga perlu kajian sosiologis dan antropologis terhadap masyarakat, daerah, dan lembaga-lembaga terkait, kajian bahasa dan kajian terhadap lingkungan.
Hasil penelitian yang masih berupa draf ini, direspons penanggap yang terdiri dari Prof. Ahmad Syafi’i Maarif, Ph.D (ulama dan cendekiawan Indonesia dan tokoh masyarakat Sijunjung), Prof. Dr. Novesar Jamarun (Rektor ISI Padang Panjang dan tokoh masyarakat Sijunjung), Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, MP (Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat dan Pewaris Kerajaan Pagaruyung), dan Hasril Chaniago (jurnalis senior Indonesia), dan pihak keluarga besar Kerajaan Jambu Lipo.
Buya Ahmad Syafi’i Maarif yang hadir secara virtual menyebutkan, meski tak begitu memahami tentang Kerajaan Jambu Lipo, namun memberikan apresiasi atas upaya para peneliti untuk mengungkap warisan budaya tersebut.
Sementara pihak keluarga Kerajaan Jambu Lipo meminta kepada peneliti penyempurnaan dan jika hasil penelitian itu diterbitkan menjadi buku, pihak keluarga meminta untuk membacanya lebih dulu.
Novesar Jamarun mempertanyakan tetang latar belakang informan dalam penelitian yang dijadikan narasumber.
“Saya belum melihat dan membaca latar belakang informan yang dijadikan narasumber untuk penelitian ini. Ini penting saya kira agar kita tahu siapa mereka, dan apa kaitannya dengan keluarga Kerajaan Jambu Lipo,” urai Rektor ISI Padang Panjang ini.
Usai seminar, juga ditampilkan pertunjukan tari dan musik serta pemutaran film dokumenter tentang Kerajaan Jambu Lipo. Pertunjukan, salah satunya tari tanduak, yang telah masuk sebagai warisan budaya takbenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Ristek. (*)