Jawa Pos Nilai Klaim Nany Widjaja soal PT DNP Tidak Berdasar dan Menyesatkan

Kuasa hukum Jawa Pos Daniel Julian Tangkau menanggapi klaim kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press (DNP) yang disampaikan oleh pihak Nany Widjaja. (Dok. Pribadi)

Jakarta, Rakyat Sumbar – Kuasa hukum Jawa Pos menanggapi klaim kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press (DNP) yang disampaikan pihak Nany Widjaja. Dalam pernyataan resminya, mereka menilai klaim tersebut tidak berdasar karena hanya mendasarkan kepemilikan pada pencatatan nama pribadi di Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, tanpa melihat bukti substantif.

“Pihak NW (Nany Widjaja) selalu berargumen bahwa nama Jawa Pos tidak tercatat di AHU, hanya NW yang tercatat. Namun, mereka tidak pernah bisa membantah puluhan dokumen dan bukti yang menunjukkan posisi sah Jawa Pos atas PT DNP,” ujar kuasa hukum Jawa Pos, Daniel Julian Tangkau, Rabu (16/7).

Menurut Daniel, klaim sepihak tersebut merupakan bentuk upaya menghapus sejarah dan bukti yang justru dibuat sendiri oleh Nany Widjaja. Ia menjelaskan, pada era 1990-an pencatatan aset atas nama pribadi direksi merupakan praktik administratif umum, tanpa mengubah hak kepemilikan yang tetap berada di bawah entitas Jawa Pos.

“Sejak awal, memang saham PT DNP dicatat atas nama Ibu Nany Widjaja. Itu dilakukan karena faktor kepercayaan, bukan berarti bisa diakui sebagai milik pribadi. Harus dilihat secara substansial,” tegas Daniel.

Puluhan dokumen mendukung posisi Jawa Pos, mulai dari laporan perusahaan, bukti pembayaran, hingga notulen RUPS yang juga dihadiri Nany Widjaja. Setelah wafatnya pendiri Jawa Pos Eric Samola pada akhir 2000-an, proses balik nama aset yang masih tercatat atas nama pribadi direksi pun dilakukan secara bertahap.

“Puluhan anak perusahaan sudah dikembalikan. PT DNP ini salah satu yang tersisa. Dalam rapat-rapat, Ibu Nany hadir dan tidak pernah membantah,” kata Daniel.

Akta Notaris dan Dividen

Salah satu dokumen kunci adalah Akta Notaris Otentik No. 14 Tahun 2008 yang ditandatangani Nany Widjaja sendiri. Dalam akta itu, ia menyatakan seluruh dana PT DNP bersumber dari Jawa Pos dan pencatatan nama pribadinya hanya bersifat formalitas administratif. Bahkan, ia memberi kuasa penuh bersifat permanen hingga kepada ahli warisnya.

Selain itu, dividen PT DNP selama bertahun-tahun juga rutin dibayarkan kepada Jawa Pos. “Maka sangat mengherankan jika setelah tidak lagi menjabat di Holding Jawa Pos, beliau mengklaim PT DNP sebagai milik pribadi,” tambah Daniel.

Ia menggambarkan situasi ini dengan analogi: “Ibarat perusahaan membeli mobil lalu BPKB-nya atas nama karyawan yang dipercaya. Pembayaran jelas dari perusahaan, digunakan untuk operasional perusahaan, bahkan ada surat pernyataan bahwa mobil bukan milik pribadi. Setelah bertahun-tahun, tiba-tiba karyawan itu mengklaim mobil tersebut miliknya. Itu jelas tidak bisa diterima secara moral maupun hukum.”

Berujung Laporan Polisi

Upaya penyelesaian secara kekeluargaan sempat ditempuh, namun tidak membuahkan hasil. Daniel menyebut pihaknya menemukan indikasi mens rea (niat jahat), karena sejak awal Nany Widjaja tahu bahwa PT DNP bukan miliknya. Setelah diberhentikan dari jabatan direktur, ia tidak hanya menolak mengembalikan saham, tetapi juga diduga menarik dividen untuk kepentingan pribadi.

Dividen Rp 89 Miliar

Hal serius yang menjadi perhatian manajemen Jawa Pos adalah penarikan dividen PT DNP tahun 2017 senilai Rp 89 miliar oleh pihak Nany Widjaja.

“Padahal sebelumnya dividen selalu diserahkan secara rutin kepada kami. Tahun itu justru tidak disetorkan. Ini tindakan di luar kelaziman,” ujar Hidayat Jati, Direktur Jawa Pos.(*)