Investasi Daerah Jangan Sampai Rugikan Masyarakat Tempatan

MKI Sumbar dan Dinas ESDM Gelar Diskusi Peningkatan Kebijakan Investasi Ketenalistrikan

Peserta diskusi MKI Sumbar dengan Dinas ESDM Provinsi Sumbar

Padang, rakyatsumbar.id—Silahkan buka peluang investasi di daerah, tapi jangan lupakan masyarakat dan lingkungannya. Jika diabaikan, maka selama itu pula akan terjadi penolakan di lapangan!

Pada hakikatnya, masyarakat bukan menolak investasi, tetapi pengalaman yang terjadi masyarakat selalu diposisikan kepada pihak yang harus menerima apa adanya, sementara hal tersebut justru berpotensi mengganggu kehidupan dan merusak lingkungannya. Itulah yang membuat mereka harus membela dirinya.

Saatnya dilakukan transformasi dan inovasi kebijakan investasi sektor ketenagalistrikan yang memihak kepada peningkatan kualitas masyarakat dan merawat ekosistem kehidupan dan lingkungan.

Materi di atas, merupakan salah satu kesimpulan dari Diskusi Transformasi dan Peningkatan Kebijakan Investasi Ketenagalistrikan dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Barat yang digelar Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Sumatera Barat dan Dinas ESDM Sumatera Barat, di Padang, Jumat (24/01/2025).

Diskusi Panel yang dilakukan, menurut Ketua Umum MKI Sumbar Insannul Kamil, merupakan tindak lanjut dan respon terhadap dinamika – dinamika yang terjadi, dan akan diteruskan dengan diskusi lanjutan dengan melibatkan multi pihak.

Muaranya akan dihimpun menjadi kontribusi pemikiran atau kajian dari MKI Sumbar yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk kebijakan atau draf kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Sumbar yang melibatkan masyarakat sedini mungkin dalam pembangunan Sumatera Barat saat ini dan masa mendatang.

Banyak Proyek Investasi Bermasalah

Secara lebih spesifik, Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) Dr. Ir Krismadinata ST, MT menyoroti banyak persoalan investasi yang bermasalah di lapangan, khususnya investasi besar. Ia menyebutkan beberapa contoh di Sumbar, seperti rencana PLTS Terapung, sejumlah geothermal, masalah penyediaan lahan tol.

“Dari pengalaman ini, pasti ada sesuatu yang tidak terkoneksikan dengan baik sejak awal. Kejadiannya kemudian terus berulang dari rencana investasi yang satu ke investasi yang lain,” katanya.

Ia melihat, persoalan ini dimungkinkan karena kurang atau tidak memperhatikan atau tidak mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Seakan hanya pola pembangunannya langsung caplok, urusan diselesaikan belakangan. Kalau terus menerapkan yang seperti ini, maka sampai kapan pun, urusannya tak akan pernah selesai.

Krismadinata lebih menekankan kepada pola mengikutsertakan masyarakat secara langsung sejak awal. Harus ada kepastian dan keuntungan nyata yang didapatkan masyarakat secara langsung dan tidak langsung.

Proyek yang nanti bergerak dilingkungan mereka, juga dirasakan oleh mereka dalam kehidupannya.

“Kalau proyeknya ada, lalu mereka tidak mendapatkan apa-apa, buat apa proyek tersebut ada?” tanyanya.

Ia kemudian memberikan sedikit alternatif, “misalnya untuk tol, tidak hanya membeli atau ganti rugi lahan, tetapi lahan mereka menjadian bagian dari penyertaan modal. Atau, kalau proyek lain, ada proses perhitungan tertentu dengan masyarakat,” katanya.

Rektor UNP yang juga pengurus MKI Sumbar memberikan ilustrasi lain. Ada pada investasi tertentu, investor menjanjikan kompensasi untuk nagari, dalam jumlah tertentu, tetapi akibat dari investasi tersebut, mata pencaharian masyarakat terganggu, belum lagi sektor lainnya.

Terhadap hal tersebut, Kadis ESDM Sumatera Barat Ir. Herry Martinus, MM menyambung, ketika bicara investasi, maka jangan lihat dari ekonominya saja, tetapi juga dari sosial budaya, agama dan lain-lain.

“Harus memberikan manfaat kepada semua pihak dan berguna bagi masyarakat setempat,” katanya.

Menghadapi masa depan, pihaknya akan berusaha lebih maksimal agar konotasi selama ini, investasi harus diterima begitu saja, tidak lagi terjadi. Harus ada keterlibatan masyarakat.

Terkait investasi tersebut, pengurus MKI Sumbar Ir. Helmi menyebutkan, prosesnya di lapangan bisa berjalan baik jika edukasi dilakukan secara masyarakat kepada masyarakat, dilakukan sosial mapping dan menggiatkan tim percepatan investasi atau pendampingan investasi.

Berperan menjembatan investor dengan masyarakat. Bukan pada orang tertentu.

Ketersediaan Tenaga Kelistrikan

Pada bagian lain, perihal tenaga kelistrikan menjadi salah satu bahasan menarik dibahas peserta. Indra Kurniawan, Subbid Perencanaan PLN Wilayah Sumbar menyebutkan, saat ini pihaknya memiliki ketersediaan sumber listrik yang memadai, namun terjadi penurunan pada penjualan.

“Penurunan terbesar terjadi di PT. Semen Padang, kemudian industri lainnya juga tidak tumbuh signifikan. Ada pertumbuhan di pabrik pengolahan kepala sawit, namun tidak bisa menutupi penurunannya,” kata Indra Kurniawan.

Pada sisi ini, Ir. Asril Kalis, Sekretaris Umum MKI Sumbar melihat, pemasaran atau penjualan listrik tersebut bisa saja dilakukan jika memang ketersediannya benar-benar dapat memenuhi harapan masyarakat.

Ia kemudian menjemput pengalaman dimasa lalu. Katanya, ketika PLN memiliki program Listrik Masuk Desa, seluruh sarana prasarana dipersiapkan walau ketika itu baru dua atau tiga rumah yang dialiri listrik, namun kebutuhan desa tersebut sudah dipersiapkan.

Persoalan ketenagalistrikan tersebut, kata Dr. Ir Aulia, Pengurus MKI Sumbar, juga tidak bisa dipisahkan dari dampak perubahan global.

Hal ini perlu menjadi acuan, apalagi ada perhitungan bahwa 10 hingga 20 tahun mendatang, Sumatera Barat diperkirakan akan menghadapi masalah dengan air.

Pada akhir sesi diskusi panel, Ketua Umum MKI Sumbar Ir. Insannul Kamil, M.Eng., Ph.D, IPU, ASEAN Eng., APEC Eng mengatakan, peningkatan kapasitas daya listrik di Sumatera Barat terutama pada energi baru terbarukan harus sejalan dengan peningkatan demand atau pasar dari daya listrik yang terus diproduksi.

Demand itu ada pada industri manufaktur dan pengolahan, industri makanan yang menjadi ciri Sumatera Barat, industri pariwisata dan industri jasa lainnya.

Tanpa  menumbuh kembangkan industri maka konsumsi energi per kapita dan perekonomian tidak tumbuh dan tidak akan meningkat dengan signifikan.

Untuk menjadi negara maju dan mencapai pertumbuhan ekonomi 8% yang telah dicanangkan pemerintah konsumsi listrik per kapita harus mencapai sekitar 6000 kilowatt jam (kWh), yang saat ini baru sekitar 1300 kilowatt jam (kWh). (rel)