OPINI  

Hukum Korupsi dalam Pandangan Islam

Oleh: Aulia Rizky

Mahasiswa  Program Studi Ilmu Al-Qur’an  dan Tafsir UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Korupsi sering dirangkai pemakaianya dengan kata kolusi dan nepotisme, yang disebut KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Korupsi sendiri merupakan sebuah tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan tentang korupsi. Kolusi adalah kerja sama untuk melawan hukum yang berujung kerugian kepada masyarakat, ataupunn negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan yang melawan hukum yang digunakan untuk menguntungkan kepentingan keluarga, atau kelompok.

Dalam ajaran agama Islam korupsi merupakan suatu tindakan kecurangan yang melawan kepada hukum islam yang dapat merugikan negara atau pun masyarakat demi mewujudkan keutuhkan pribadi atau golongan.

Menurut ulama Fiqh, perbuatan korupsi adalah haram dikarenakan perbuatan ini bertentangan dengan maqasidu asysyariah. Konsep keharaman perbuatan ini ditinjau dari dua aspek.

Pertama, bahwa perbuatan ini adalah sebuah perbuatan kecurangan terhadap orang lain. Kedua, perbuatan ini adalah penipuan yang dilakukan dengan segala carauntuk memenuhi sebuah tujuanyang sangat berpotensi merugikan negara dan masyarakat.

Dalam islam korupsi salah satunya dikenal dengan Risywah yang berarti suap. Risywah adalah segala sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan seseorang dengan melakukan berbagai macam cara demi tercapainya suatu tujuan.

Namun, sepenuhnya suap tidak bisa disamakan kepada korupsi tetapi secara umum praktek- praktek dalam penyelenggaraan suap dalam dikategorikan sebagai salahsatu bentuk dari korupsi.

Adapun unsur-unsur dari korupsi (Risywah atau suap), Penerima Suap yaitu orang yang menerima segala sesuatu yang diberikan orang lain baik berupa harta ataupun dalam bentuk jasa. Pemberi suap,  yaitu orang yang memberikan suap baik dalam bentuk menyerahkan harta, uang atau pun jasa. Suapan, yaitu barang suapan atau harta yang diberikan , uang, jasa sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.

Dalam hukum Islam perilaku suap-menyuap adalah salah satu perilaku yang sangat tercela, karena islam sangat memperhatikan keselamatan harta seseorang supaya tidak dapat berpindah tangan secara tidak sah dan digunakan untuk kepentingan pribadi.

Secara tegas Islam mengharamkan seseorang untuk melakukan perbuatan suap baik sebagai penerima suap atau sebagai pemberi suap yang dapat menyebabkan kerusakan dan kezaliman kepada masyarakat.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah 2: 188 yang berbunyi “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”.

Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang larangan untuk mengambil harta orang lain secara bathil baik itu memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, tidak redha, merebut harta dari orang lain secara terpaksa dalam bentuk dan cara apapun, karena ini termasuk perbuatan suap yang dapat menyebabkan seseorang terjerat dalam masalah hukum.

Dikutib dalam buku tafsir fi zhilalil qur’anedisi istimewa jilid 1 karangan Sayyid Kutub dijelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan seseorang yang membawa suatu harta tetapi tidak memiliki alat bukti yang akurat.

Lalu dia berusaha untuk mengelak dengan membawanya kepada hakim, padahal dia tau bahwa dia yang harus bertanggung jawab dan dia tau pula bahwa dialah yang berdosa karena memakan harta yang haram (karena bukan haknya).

Imam Al- Qurtubi dalam tafsirnya Al jami’ liahkam Al-Qur’an al mubayyin Lima Tadhammahanu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan menjelaskan bahwa risywah bisa dalam bentuk pemberian hadiah pada hakim dalam memutuskan sebuah perkara atau sebuah pemberian yang diperoleh melalui pemanfaatan kekuasan dikarenakan adanya tujuan tertentu sehingga untuk memenuhi keinginannya maka diambilah suap. Secara kontekstual larangan memakan harta orang lain secara bathil ini berlaku secara universal termasuk memakan harta orang lain dengan cara risywah atau suap.

Dalam hal ini Rasulullah menyampaikan terkait larangan untuk berbuat perilaku suap. Sebagaimana Hadist dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap dan orang yang di suap.” (HR. Tarmidzi, no 1256).

Laknat yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah tidak mendapatkan Rahmat dariAllah SWT, dijauhkan dari Rahmat Allah serta kutukan dan siksaan yang diberikan allah dikarenakan telah memakan, mengambil harta hak orang lain dengan cara yang haram.

Oleh karena itu, dalam islam sendiri mengharamkan umat nya untuk tidak melakukan korupsi karena korupsi sama dengan suap-menyuap yang merupakan salah satu langkah dalam merampas, mengambil, mencuri hak, harta orang lain dengan menghalalkan segala cara untuk terpenuhinya kebutuhan pribadi yang akan berujung kepada dijauhkan dari rahmatAllah serta mendapatkan balasan dari apa yang telah diperbuat. (*)