rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Huha-Huha: Tarian Etnografi Khas Antropologi Budaya ISI Padangpanjang

Huha-Huha: Tarian Etnografi Khas Antropologi Budaya ISI Padangpanjang

Tarian Huaha-Huha sebagai Etnografi Khas Antropologi Budaya ISI Padangpanjang

Oleh: Rini Sawitri dan Nisbatun Nisak

Tarian sebagai ekspresi budaya selalu memiliki makna mendalam yang terkait erat dengan identitas, tradisi dan kehidupan sosial masyarakat pendukungnya.

Salah satu tarian tradisional yang menarik untuk ditelaah adalah Tarian Huha, yang berasal dari ciptaan mahasiswa ISI Padangpanjang jurusan Antropologi Budaya.

Tarian Huha- Huha merupakan kesenian yang menjadi ciri khas dari Kerabat Mahasiswa Antropologi Budaya ISI Padangpanjang, yang dibentuk oleh Kerabat Angkatan 17 dan 18, tepatnya tahun 2018.

Tarian ini diadopsi dari konsep inisiasi, yang mana inisiasi sendiri merupakan proses diterimanya orang baru dalam suatu kelompok masyarakat, dalam anggotanya memiliki struktur sosial dan budaya yang kuat dan mengakar.

Maka jika adanya orang baru yang ingin bergabung ke dalam kelompok tersebut, haruslah melewati tahap inisiasi agar dapat diterima secara utuh.

“Tarian ini pada awalnya terinspirasi dari Tarian Totem yang dibawakan Kerabat Antropologi Unand, namun dibentuk dengan ciri khas tersendiri oleh Kerabat Antropologi ISI Padangpanjang. Tarian ini pun sudah ditampilkan empat kali yaitu pada tahun 2018, 2021, 2022 dan 2024,” ujar Debi, selaku alumni.

Tarian Huha-Huha sendiri tidak semata-mata ada begitu saja, kesenian ini juga berkaitan dengan etnografi jantungnya antropologi.

Konsep etnografi sendiri melekat kuat dengan proses inisiasi, yaitu proses diterimanya dalam suatu masyarakat lalu mendapatkan simpati maupun empati masyarakat lokal.

Ciri khas suara Huha-huha merupakan simbol kelokalan dan bahasa  masyarakat tertentu yang tidak mudah digeser, serta pakaian yang menunjukan ciri khas yang kuat dari masyarakat tersebut.

Jika ingin memahami kebudayaan suatu kelompok masyarakat, tidak dapat dipungkiri kita harus belajar memahami dan mengaplikasikan sedikit demi sedikit kebudayaan mereka.

Begitupun Huha-Huha merupakan wujud sakral dari kesakralan budaya lokal (relativisme budaya) dari masyarakat adat di berbagai daerah.

Hal ini pun diperkuat oleh ujaran Lifita Yuntia salah satu Kerabat, ia mengatakan, tarian ini menggambarkan sebuah ritual masuknya orang baru ke dalam suatu kelompok masyarakat, atau yang dikenal dengan istilah inisiasi.

Huha-Huha telah menjadi tradisi pada Kerabat Mahasiswa Antropologi Budaya ISI Padangpanjang, kesenian ini walaupun terlihat secara fisik sangat kental dengan tradisi dan kearifan lokal.

Namun, menyiratkan untuk tidak bersifat fanatik terhadap suatu kebudayaan serta mampu beradaptasi dengan suatu kebudayaan baru, tanpa meninggalkan kelokalan masyarakat adat.

Proses Tarian Huha-Huha

Proses Tarian Huha dimulai dari warga masuk dari sisi kanan dan kiri membentuk lingkaran dengan jumlah warga 13 orang.

Kemudian warga ini melakukan gerakan yang merupakan salah satu proses ritual dan selanjutnya penari masuk dari sisi kiri dengan jumlah 5 orang.

Penari ini melakukan tarian dengan formasi lingkaran dan membuat barisan dan selanjutnya dukun masuk dengan membawa tameng dan membawa bunga 7 rupa guna untuk membabtis penari sebelum menyambut kedatangan pendatang baru.

Kepala suku membabtis penari  dukun  lingkungan dan pekarangan sekitar selanjutnya kepala suku bertapa.

Kepala suku kembali ke tempat bersemedinya, pengawal mulai membawa 2 orang inisian yang akan masuk ke lingkungan  tersebut, dan inisian ini akan dibawa ke tengah-tengah kumpulan para warga setelah itu barulah inisian akan dibaptis oleh kepala suku dan dipakaikan pakaian adat, mahkota dan diberikan senjata sebagai pertanda bahwasannya mereka telah diterima di lingkungan itu.

Semua orang akan merayakan dan menyambut pendatang baru ini dengan malakukan tarian dan nyanyian selanjutnya mereka akan kembali ke aktivitas seperti biasa.

Elemen Seni dalam Tarian Huha-Huha

Tarian ini biasanya ditampilkan dalam kelompok, melibatkan gerakan yang dinamis dan ritmis, yang menggambarkan solidaritas sosial. Musik yang menjadi penggiring yang langsung dilantunkan oleh para penari, menciptakan suasana yang meriah dan penuh semangat.

Kostum yang dikenakan oleh para penari, berupa rok dari jerami, mahkota dari daun kopi, kakao, pakis  (sakek) dan pinang.Kalung kepala suku yang terbuat dari beberapa bunga,terdapat juga  tasbih untuk pegangan dan kemenyan.

Menonjolkan warna-warna seperti putih dan hitam yang melambangkan keseimbangan dan harmoni.

Regi Rifandi salah satu penonton, mengungkapkan ketertarikannya pada tarian ini.

“Tarian ini sangat menarik, unik, kaya akan makna. Bagian paling menarik menurut narasumber pada saat momen kepala suku masuk ke pentas, sebab disana terlihat perubahan suasana menjadi lebih serius dan sakral,” katanya.

”Dari segi kostum sudah sangat menarik, bagus, dan sesuai dengan tariannya yang mengambil latar suatu suku.  Harapannya semoga bisa dikembangkan dan dilestarikan dan semoga bisa lebih kompak untuk penampilan berikutnya,” lanjutnya. (*)

 

About Post Author