Harapan untuk KONI Sumbar yang Sehat, Terbuka, dan Merangkul

Muhammad Zuhrizul—praktisi pariwisata sekaligus penggagas sport tourism Sumbar, Yulviadi alias “Adek”—pengusaha muda, Bachtul—mantan anggota DPRD Sumbar, Dr. Hanif Al Muhamady Hasyim—dokter dan pegiat offroad dari IOF Sumbar, Revdi Iwan Syahputra—Pemimpin Redaksi Rakyat Sumbar, serta Hamdanus—mantan Plt Ketua KONI Sumbar dan calon Ketua KONI Sumbar 2025.

Diskusi Lintas Profesi hingga Dini Hari

Padang, Rakyat Sumbar — Dalam kesunyian malam yang menggantung di langit Kota Padang, enam pria dari latar belakang berbeda duduk melingkar dalam suasana yang hangat namun serius. Bukan pertemuan resmi, bukan juga forum formal. Hanya diskusi ringan di sebuah sudut tempat nongkrong, yang dimulai sejak pukul 23.00 WIB, Rabu malam, dan tak terasa berlanjut hingga dini hari Kamis pukul 02.40 WIB. Tapi dari obrolan itulah, suara-suara jernih tentang masa depan olahraga Sumatera Barat muncul satu per satu.

Mereka adalah Muhammad Zuhrizul—praktisi pariwisata sekaligus penggagas sport tourism Sumbar, Yulviadi alias “Adek”—pengusaha muda, Bachtul—mantan anggota DPRD Sumbar, Dr. Hanif Al Muhamady Hasyim—dokter dan pegiat offroad dari IOF Sumbar, Revdi Iwan Syahputra—Pemimpin Redaksi Rakyat Sumbar, serta Hamdanus—mantan Plt Ketua KONI Sumbar dan calon Ketua KONI Sumbar 2025.

Canda dan kopi sesekali menyela. Namun, arah pembicaraan tetap jelas: semua sepakat bahwa KONI Sumbar harus dibenahi. Bukan sekadar mengganti pengurus, tapi mengembalikan ruh KONI sebagai organisasi yang mampu membina, mengayomi, dan menjadi rumah besar olahraga bagi seluruh cabang dan daerah.

“KONI tak boleh menjadi menara gading. Ia harus hadir di tengah atlet, pelatih, dan komunitas. Kepemimpinannya harus mampu merangkul dan menyatukan energi semua pihak,” tegas Muhammad Zuhrizul yang menjadi pengantar arah diskusi malam itu.

Zuhrizul, yang juga dikenal sebagai Ketua IATTA Sumbar dan penggerak KORMI, menekankan pentingnya keterkaitan antara dunia olahraga dan pariwisata. Menurutnya, potensi Sumbar luar biasa—dari gunung hingga laut—dan bisa dikembangkan melalui sport tourism. KONI, katanya, bisa memainkan peran strategis jika memiliki visi kolaboratif.

Yulviadi Adek menambahkan, semangat pembenahan harus dimulai dari niat untuk terbuka dan bersih. Ia menekankan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap KONI akan lahir jika ada transparansi dalam pengelolaan dan keterlibatan semua pihak dalam proses pembinaan.

“KONI jangan lagi eksklusif dan menutup diri. Ini era baru, semua bisa memantau, semua bisa mengakses. Kalau mau maju, mulailah dari kejujuran dalam pengelolaan,” ujarnya.

Mantan legislator Bachtul mengingatkan agar KONI tak lagi dijadikan ladang tarik-menarik kepentingan. Ia berharap KONI Sumbar dibersihkan dari praktik-praktik lama yang menghambat pembinaan.

“Sudah saatnya olahraga kita dipimpin oleh orang-orang yang benar-benar peduli. Bukan yang hanya cari panggung. KONI itu tempatnya pembina, bukan politisi,” kata Bachtul dengan nada tegas.

Dr. Hanif membawa sudut pandang lain—bahwa olahraga komunitas dan ekstrem seperti offroad, paralayang, atau panjat tebing juga perlu dirangkul.

“KONI bisa jadi wadah inklusif. Banyak cabor dan komunitas yang ingin berkembang, tapi belum punya akses dan dukungan. Kalau kita disatukan, prestasi dan gairah olahraga Sumbar bisa melonjak jauh,” ungkapnya.

Revdi Iwan Syahputra kemudian menyampaikan bahwa dalam era keterbukaan informasi, media harus dilihat sebagai mitra strategis. Ia menyayangkan masih jauhnya jarak antara KONI dengan media, padahal lewat publikasi yang baik, prestasi atlet dan semangat olahraga bisa lebih hidup di tengah masyarakat.

“KONI tak bisa jalan sendiri. Media bisa jadi jembatan antara semangat di lapangan dengan publik. Tapi selama ini, jembatan itu belum dibangun dengan baik. Ini yang harus diperbaiki,” tegas Revdi yang akrab dipanggil Ope ini.

Di tengah gelas-gelas kopi yang mulai kosong dan malam yang makin larut, Hamdanus menyimak dengan tenang. Sebagai satu-satunya yang disebut-sebut bakal maju kembali memimpin KONI Sumbar, ia menerima semua masukan itu sebagai energi untuk perubahan.

“Saya hadir malam ini bukan untuk berbicara, tapi untuk mendengar. Semua yang disampaikan sangat berarti dan menjadi catatan penting. Jika nanti saya dipercaya memimpin KONI secara definitif, maka pintu akan terbuka lebar untuk semua elemen. Tidak ada yang ditinggalkan,” ujarnya pelan namun pasti.

Diskusi itu berakhir nyaris mendekati pukul tiga pagi. Tidak ada seremonial penutupan, hanya jabat tangan hangat dan rasa lega—karena satu malam panjang telah menjadi saksi bahwa kepedulian dan cinta terhadap olahraga Sumbar masih menyala di banyak hati.

Enam pria, enam latar belakang berbeda, tapi satu suara: KONI Sumbar harus kembali menjadi rumah yang layak bagi seluruh insan olahraga. Rumah yang tidak hanya membina prestasi, tetapi juga menjaga semangat, membangun kepercayaan, dan menghidupkan harapan.(ope)