Oleh: Fatia Humaira
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi
“Beri aku 1.000 orang tua niscaya akan ku cabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia”. Ungkapan itu dikenalkan oleh Presiden Soekarno untuk para pemuda Indonesia sebagai bentuk betapa besarnya potensi pemuda dalam membangun bangsa.
Dalam Alquran sendiri pemuda disebutkan sebagai pribadi yang tangguh, memperjuangkan kebenaran dan berani melawan kebatilan. Kita dapat melihat kisah para pemuda Ashabul Kahfi dalam Alquran yang lari dan bersembunyi di dalam gua demi melindungi diri dari penyembahan berhala pada zaman mereka.
Seperti firman Allah dalam Surat Al-Kahfi ayat 13 yang berbunyi: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”.
Karena keimanan dan keberanian mereka dalam menolak ajakan dari Raja Dikyanus untuk menyembah berhala. Maka Allah menurunkan pertolongan untuk mereka dengan cara menidurkan mereka di dalam gua selama lebih dari 300 tahun, selama itulah Allah melindungi mereka dari berbagai bahaya dan memastikan mereka tetap aman.
Sedangkan yang kita lihat pada zaman sekarang banyak pemuda yang dengan mudahnya menghilangkan nyawa mereka hanya karena mereka takut dan lari dari masalah yang sedang mereka hadapi.
Dimulai dengan depresi dan stres karena kelelahan, kekhawatiran, ketakutan, kebencian, kemarahan, kekecewaan, ambisi, insecure, kehampaan dan segala hal yang berkaitan dengan duniawi yang terus menerus mengusik pikiran.
Depresi sangat mempengaruhi semangat hidup penderitanya dan akibat yang paling buruk dari depresi adalah bunuh diri.
Saat ini, trend bunuh diri memang sungguh sangat memprihatinkan. Menurut data yang dikumpulkan oleh World Health Organization (WHO), sekitar 720 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun.
Bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, terutama di kalangan remaja dan orang dewasa dengan rentang usia 15 hingga 29 tahun.
Di Indonesia sendiri tercatat sepanjang tahun 2024 dilaporkan 826 kasus bunuh diri, tidak hanya itu banyak kasus bunuh diri yang di tutup-tutupi.
Alasan orang melakukan bunuh diri sangatlah beragam. Khususnya pada remaja yang kepribadian dan kemampuan berpikirnya yang belum matang, mereka biasanya mengambil masalah pintas untuk mengakhiri masalah mereka seperti bunuh diri.
Bahkan hanya karena hal sepele seperti putus cinta mereka rela mengorbankan nyawa mereka, namun ada juga faktor lain seperti bullying dan pelaku merupakan korban broken home.
Bagaimana Islam memandang fenomena bunuh diri? Dalam Islam, bunuh diri termasuk dalam tindakan yang sangat dilarang dan dilaknat serta merupakan salah satu dosa besar.
Seperti yang diriawatkan oleh HR. Muslim:
“Dan barangsiapa yang mebunuh diri dengan besi, maka besi yang akan tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalamneraka Jahanam secara terus menerus dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang membunuh diri dengan cara membunuh racun maka ia akan selalu menghirupnya di neraka Jahanam dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang yang bunuh diri dengan terjun diatas gunung, maka ia akan selalu terjun ke neraka Jahanam dan ia kekal di dalamnya”.
Dalam Islam, bunuh diri dilarang keras karena kehidupan manusia merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah, dan hanya Allah yang memiliki hak untuk mengambilnya kembali.
Tindakan bunuh diri dianggap sebagai bentuk penolakan atau pengabaian terhadap anugerah kehidupan yang telah diberikan oleh Allah, sehingga dipandang sebagai dosa besar. Seseorang yang bunuh diri berarti telah mendahului ketentuan Allah.
Manusia sering kali terjebak dalam rasa kekhawatiran, kecemasan, keputusaan, kemarahan dan segala hal yang mengarah pada kegelapan. Kegelapan itulah yang kemudian membuat hati mereka buta sehingga tidak dapat lagi digunakan untuk melihat maupun mendengar.
Mereka merasa bahwa hidup dan mati berada di tangan mereka sendiri, mengabaikan peran Allah dalam kehidupan mereka selama ini.
Lalu, bagaimana cara mengahalau pikiran bunuh diri dalam diri kita? Allah berfirman dalam hadist Qudsi: “Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku” (HR. Bukhari).
Prasangaka itu ada dua, baik dan buruk. Hindarilah prasangka buruk atau pikiran negative terhadap Allah, masa depan, maupun kehidupan kita sendiri.
Ketika kita yakin dan berpikiran positif kepada Allah, serta tidak berprasangka buruk kepada diri sendiri, tidak menyerah, dan tidak putus asa, maka kehidupan baru yang sebenarnya telah dimulai.
Dalam Alqur’an Surat Yusuf Ayat 87 yang berbungi: “Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”.
Mungkin ketika hati kita terselimuti kegelapan akibat tindakan yang jauh dari kebaikan, Allah mengirimkan petunjuk untuk membawa kita kembali ke jalan yang benar. Jika orang lain bias mencapai yang terbaik dalam hidup mereka, kita juga memiliki kesempatan yang sama selama jantung masih berdetak.
Jadi, jangan menyerah. Jangan putus asa hanya karena masalah materi duniawi. Hanya? Anggap saja masalah itu “hanya” sekadar masalah. Masalah tidak akan abadi, sama seperti kita. Kita tidak perlu memberikan hati dan perhatian berlebihan kepada hal yang tidak abadi.
Semua akan melebur bersama kita dan satu-satunya yang tersisa hanyalah catatan-catatan kebaikan dan keburukan yang harus dipertanggungjawabkan pada kehidupan yang abadi.
Mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah tanda kerendahan hati serta usaha untuk memperbaiki diri. Dengan meminta maaf, kita dapat memulai kembali dengan lebih baik. Tidak sepatutnya kita berputus asa atau merasa diri paling hina.
Selalu ada kesempatan kedua dan seterusnya untuk memperbaiki kesalahan kita. Selain itu, kita juga harus berusaha memaafkan orang lain yang telah berbuat salah kepada kita. Meski sulit, memaafkan adalah cara untuk membebaskan diri dari kebencian yang hanya merusak.
Kebencian adalah lawan dari cinta, yang merupakan dasar kuat dalam menjalani hidup; Allah mencintai kita, dan kita mencintai Allah. Memelihara cinta jauh lebih baik dari pada membiarkan kebencian menghancurkannya. Kita berhak untuk memiliki kehidupan yang lebih baik.
Berterimakasihlah kepada Allah dan semua makhluk ciptaan-Nya. Hargai malaikat yang menjaga kita siang dan malam, orangtua, teman-teman, tumbuhan yang menjaga udara bersih serta semua orang yang membantu dan merawat kita.
Hentikanlah kebiasaan menuntut, kita sering tidak berterimakasih karena merasa selalu kurang, padahal kita sendiri memiliki banyak kekurangan. Allah Maha baik, Dia menerima amal yang sedikit dan terus memberikan anugerah yang tiada habisnya kepada kita.
Jika kita merasa putus asa hari ini, sudahkah kita berterimakasih sebelumnya? Jika kita menyerah hari ini, sudahkah kita belajar memaafkan dan meminta maaf, terutama kepada diri sendiri? Jika kita berpikir buruk tentang masa depan, sudahkah kita ingat bahwa dulu saat masih bayi, kita tidak bias melakukan apa pun?
Bangkitlah dan nyatakan apa yang ingin Anda capai. Percayalah pada dirisendiri dan pada Allah. Masa depan terlalu berharga untuk dinodai, dan takdir Allah terlalu misterius untuk ditebak. Percayalah pada diri sendiri dan kepada Allah, sebab masa depan adalah misteri yang tak bias kita tebak.
Untuk mencegah gangguan mental, mendekatkan diri kepada Allah dan menghindari prasangka buruk terhadap takdir-Nya sangat penting. Perbaiki hubungan dengan Allah, orangtua, teman dan maafkan diri sendiri. Dekatkan diri pada Allah, berpikir positif dan hindari stres, depresi, serta tindakan yang merugikan. (*)