OPINI  

Efek Domino Perang Kamang dalam Perlawanan Menentang Kolonialisme Belanda

Irwan Setiawan

Oleh: Irwan Setiawan

Penulis/ Guru SMKN 1 Baso

Perang Kamang yang menggemparkan telah meletus pada 15 Juni 1908. Namun sebuah hal yang diluar dugaan kompeni muncul dimasa itu, yaitu timbulnya reaksi lanjutan di beberapa daerah.

Prof. Dr. Mestika Zed, M.A Rahimahullah menyebutkan bahwa di awal abad XX, sebenarnya penjajah Belanda sedang dalam masa nyaman dan tenang karena hampir seluruh daerah jajahan dapat dikontrol dengan baik.

Namun ternyata Kamang memperlihatkan reaksi cepat dalam melakukan perlawanan terhadap pungutan pajak (belasting). Kemudian dampak perlawanan masyarakat di Kamang ikut menjalar ke daerah lain.

Efek domino ini adalah sebagai bukti bahwa gerakan anti belasting sebenarnya telah menjadi isu besar dan merambah ke semua wilayah.

Ada anasir kuat bahwa gerakan penentangan itu telah terorganisir dan terencana. Hal ini terlihat dari munculnya kerusuhan di beberapa tempat.

Rusuh di Tilatang

Hal ini tidak menutup kemungkinan daerah lain juga ikut bergerak, namun karena keterbatasan sumber maka kami hanya mengulas beberapa daerah diantaranya Rusuh di Tilatang

Pada hari selasa 16 Juni 1908 berita tentang perang berdarah di Kamang makin tersebar. Berita bahwa di Kamang telah terjadi kerusuhan besar. Masyarakat Tilatang berbondong-bondong pergi ke Kamang dengan membawa ruduih dan senjata lainnya. Mereka hendak menuntut balas atas kejadian itu pada pihak Belanda.

Tetapi setelah melihat kacaunya keadaan di Kamang, dimana H. Abdul Manan dan ratusan pejuang Perang Kamang telah tewas oleh peluru Belanda, maka masyarakat yang datang ke Kamang itu mengurungkan niatnya dan kembali menyimpan senjatanya.

Seorang pemimpin masyarakat Tilatang yang bernama Datuk Palindih ditangkap dan dibawa ke Fort de Kock . Rumah Datuak Palindih dan isinya dirusak.

Hal itu berlanjut tanggal 20 Juni, dimana patroli Belanda datang ke daerah Tilatang melalui nagari Koto Malintang untuk melakukan razia dan pencarian para penentang kebijakan Belanda.

Namun ternyata kelompok yang dicari itu nampaknya telah menyembunyikan peralatan perang mereka. Walau demikian masih ada yang memiliki keberanian untuk menentang penjajah. Hal ini terbukti dengan adanya penyerangan seorang opsir Belanda TH. Cherier.

Sang opsir ditikam oleh seseorang dan mengenai tangannya. Sementara itu sipenyerang ditembak mati oleh anggota patroli lainnya. Peristiwa berikutnya adalah Sampono Malin orang Koto Tangah dicurigai sebagai pemimpin perusuh. Dia ditangkap dan di bawa ke Fort de Kock.

Rusuh di Kotobaru

Tanggal 18 Juni 1908 seorang anggota pasukan kontrolir Agam datang ke Koto Baru daerah Baso, Agam yang berbatasan langsung dengan Kelarasan Kamang.

Wilayah yang terkenal keterampilan pandai besi. Masyarakatnya mahir dalam membuat berbagai jenis senjata berbahan besi. Disini ia menemui penghulu kepala untuk menyampaikan larangan orang-orang Kotobaru membuat ruduih, pedang, kalewang dan senjata lainnya.

Perintah yang diterima oleh penghulu kepala saat itu langsuang ditantang oleh masyarakat Koto Baru. Bahkan sang penghulu yang dinilai pro pada Belanda dan keluarga yang membelanya diserang oleh masyarakat.

Namun ia berhasil melarikan diri dan melaporkan kejadian kepada Kontrolir Dahler di Fort de Kock . Namun akhirnya sekembali dari memberi laporan, sang penghulu kepala diketahui telah meninggal dunia.

Selasa 23 Juni 1908, serdadu Belanda bergerak untuk melakukan patroli ke Kamang dengan melewati daerah anggota patroli lainnya. Koto Baru. Setiba di Pakan Ahad datanglah segerombolan orang yang menyerang patroli tersebut.

Pihak Belandapun membalas dengan tembakan dan berhasil melukai Tuanku Merapi dan tiga orang kawannya. Peristiwa itu malah makin membangkitkan semangat pejuang di Pakan Ahad.

Mereka mengenakan pakaian putih-putih, terus berdzikir dan menyerang pasukan patroli tersebut. Kemudian ditemukan pula korban dari pihak masyarakat yaitu Tuanku Kari yang tewas tertembak.

Patroli Belanda yang diserang kemudian menghindar dan kembali ke Bukittinggi. Keesokan harinya patroli Belanda kembali datang ke Koto Baru untuk menangkap para perusuh. Mereka ditangkap dan dibawa ke Fort de Kock.

Perusuh yang melawan Belanda pasca Perang Kamang juga ada di Baso. Diantara mereka ada yang ditangkap di daerah Simarasok. Saat akan dibawa dengan kereta api di stasiun Baso, dengan keadaan terbelenggu mereka melawan dan menyerang tentara Belanda.

Pasukan Belanda kemudian menembaki mereka dalam keadaan tangan diborgol. Mereka semua tewas di tembak. Pasca kejadian itu maka keluar larangan membuat dan menjual senjata tajam. Semua bengkel milik pandai besi dijaga ketat.

Perang Manggopoh

Diantara kerusuhan dan perang besar yang terjadi pasca Perang Kamang adalah di Manggopoh. Daerah ini dekat dengan Lubuk Basung.

Para pejuang dibawah komando Siti Manggopoh melakukan perlawanan dengan menyerang serdadu Belanda yang sedang tidur di kemahnya. Banyak korban dari pihak Belanda.

Hal ini telah banyak juga dibahas dan dikaji para sejarawan. Karena motif penentangan terhadap pajak telah menjadi sebuah isu yang menggangu bagi urang Minangkabau dimasa itu.

Rusuh di Daerah Lain

Pertama, kerusuhan di Padangpanjang. Para pejuang membunuh penghulu kepala Bungo Tanjung yang pro terhadap Belanda. Orang-orang Batu Taba, Malalo, Sumpur, Bungo Tanjung, Tanjung Barulak juga membuat kerusuhan.

Keberanian mereka terinspirasi oleh peristiwa Kamang. Bahkan Tuanku Laras Malalo ditangkap karena dinilai memihak pada perusuh dan dibawa ke Padangpanjang.

Kerusuhan di Pandai Sikek. Orang-orang pandai sikek yang telah memiliki hubungan dengan Ulakan, Pariaman juga ikut melawan Belanda.

Selanjutnya, rusuh di sekitar daerah Singkarak, rusuh di Palembayan, rusuh di Lubukalung, rusuh di Buo. Bahkan di daerah Buo seorang Kontrolir bernama I Bastian diserang dan dibunuh para pejuang.

Selanjutnya, Rusuh daerah Alahan Panjang. Disini para penentang Belanda juga melakukan perlawanan dan berusaha menangkap laras Alahan Panjang dan kerusuhan penetapan pajak di Padang.

Rusuh di dusun Anak Air, wilayah Oud Agam. L.C. Westenenk mendapat berita bahwa pada tanggal 2 Juli 1908, di dusun Anak Air, wilayah Oud Agam.

Telah terjadi penyergapan terhadap orang-orang yang belajar ilmu beladiri di sebuah surau pada malam hari. Sebanyak 15 orang penduduk menjadi korban dan 4 orang luka-luka. Terdapat juga korban dari pihak tentara Belanda.

Demikianlah dampak luas dari adanya aturan pajak/ belasting. Hingga rakyat Minangkabau melakukan perlawanan di berbagai daerah atas dasar dan  latar belakang yang sama.

Hingga dapat dikatakan jadinya Perang Kamang 1908 telah menjadi trigger bagi semangat juang dan perlawanan diberbagai daerah. Secara kasat mata kekuatan itu lahir dari ikatan dalam tali emosional, dipadu dengan semangat keagamaan yang kuat hingga perlawanan itu lahir dan menggemparkan.

Perlawanan Menentang Kolonialisme

Tanggal 15 Juni 2025, Peringatan Perang Kamang diadakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Ir. H. Benny Warlis MM Bupati Agam menjadi inspektur upacara di halaman kantor camat Kecamatan Kamang Magek. Sama seperti tahun tahun sebelumnya. Upacara tingkat kabupaten yang diperingati oleh beberapa kecamatan saja.

Apakah tidak patut dimomen 117 tahun Perang Kamang ini kita berusaha bergerak dan melakukan sebuah gebrakan. Rasanya sangat layak dibuat sebuah peringatan khusus bagi Perlawanan Masyarakat Sumatera Barat Menentang Kolonialisme Belanda di tingkat provinsi Sumatera Barat.

Sehingga kisah-kisah heroik perjuangan daerah dengan ratusan para pejuang itu bisa tetap dikenang dan menginspirasi generasi muda Minang untuk ikut berjuang dengan bidang dan keahliannya dizaman ini untuk mewujudkan kemajuan dan perkembangan daerah ini. (*) Irwan Setiawan merupakan Penulis buku Bau Mesiu, H. Abdul Manan dan Perang Kamang 1908 / Guru SMK Negeri 1 Baso.