Rakyat Sumbar – Demontrasi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa di DPRD Padang sangat menarik untuk di cermati.
Di pelataran parkir Auditorium Universitas Negeri Padang (UNP) Rektor UNP Ir. Krismadinata, S.T., M.T., Ph.D melepas secara langsung aksi demo yang akan dilaksanakan mahasiswa UNP ke DPRD Sumbar.
Hal serupa juga berlaku di Universitas Andalas (Unand). Rektor Unand Dr. Efa Yonnedi, SE. MPPM, Akt, CA, CRGP. turut melepas secara langsung mahasiswa Unand yang akan melakukan aksi demontrasi di Gedung DPRD Sumbar.
Dalam pelepasan tersebut, kedua rektor dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ini, sama – sama berpesan, untuk tetap menjaga ketertiban, tidak anarkis, tidak terprovokasi oleh oknum – oknum yang sengaja mengkeruhkan aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa.
Ini sangat menarik untuk di cermati di era kepemimpinan Presiden Prabowo. Sepuluh tahun di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, civitas akademika seakan terbungkam untuk menyuarakan aspirasi yang merupakan salah satu bentuk pengabdian civitas akademika kepada rakyat yang termanifestasi pada Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Di era Presiden Joko Widodo, Kemenristek Dikti pernah memanggil 130 rektor dan perwakilan perguruan tinggi. Dalam pertemuan tersebut, Kemenristek Dikti saat itu, mengancam akan memberikan sanksi tegas kepada rektor dan dosen yang ikut-ikutan mendorong mahasiswa turun. Apalagi saat itu, gelombang mahasiswa dari penjuru negeri turun ke jalan untuk memprotes revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan RUU kontroversial lainnya.
Uniknya, Forum Rektor Indonesia (FRI) saat itu sepakat meminta mahasiswa agar tidak melakukan demonstrasi merespons sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dinilai bermasalah oleh masyarakat.
Penulis sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana tekanan yang diterima rektor dalam pertemuan tersebut.
Jelas, di era Presiden Joko Widodo akademisi dinilai gagal menjaga hak rakyat dalam menyampaikan pendapat, khususnya dalam bingkai kebebasan akademik. Apalagi, dengan tekanan yang dari kepala negara, membuat kampus harus memberangus kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat dari mahasiswa.
Alhasil, kebebasan berpendapat yang merupakan hadiah istimewa reformasi posisinya berada di ujung tanduk. Rektor dan dosen terpaksa bungkam tanpa memiliki bergaining power dalam mengkritisi kebijakan pemerintahan Joko Widodo. Jelas, pembungkaman kampus di era Joko Widodo menjadi catatan buruk kampus setelah reformasi.
Tapi, kenapa di era Presiden Prabowo yang katanya kebebasan akademik terkekang, Rektor secara terang – terangan mendukung, dan melepas secara langsung aksi demontrasi yang dilakukan oleh mahasiswa? Ada apa gerangan?
Dengan dilepasnya aksi demonstran mahasiswa oleh dua orang rektor PTN di Sumbar ini, secara tidak langsung mematahkan stigma kebebasan akademik di era Prabowo kian suram.
Apalagi, Prabowo pernah menegaskan dirinya tidak anti kritik. Hal ini di ungkapkan Prabowo ketika mengundang ratusan rektor dari perguruan tinggi negeri dan swasta ke Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/3/2025) yang lalu.
Dengan dilepasnya mahasiswa berdemo oleh masing – masing rektor PTN, menandakan Prabowo menerima semua kritikan, dan memberikan kebebasan kampus dalam menyuarakan kebebasan berpendapat yang di usung sejak era reformasi.
Kita berharap, kedepan, civitas akademika lebih terbuka dalam menyuarakan suara rakyat. Semoga.
Penulis Endang Pribadi, Wartawan Rakyat Sumbar(*).