Daya Beli Menurun, Pedagang Menjerit
Padangpariaman, rakyatsumbar.id—Petani maupun pedagang kecil lainnya akhir-akhir akhir ini, mengeluhkan terjadinya kelesuan pasar, dipicu akibat terjun bebasnya sejumlah hasil komoditi pertanian sejak beberapa waktu belakangan ini.
Seperti pengakuan salah seorang pedagang harian bernama Yeni, di Nagari Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padangpariaman, saat dikonfirmasi Rabu (16/10/2024).
Terjadinya fluktuasi harga-harga komoditi pertanian di pasaran, khususnya untuk jenis sayur mayur tak ayal turut berdampak pada kelesuan pasar.
“Padahal harga sayur mayur saat ini jauh merosot dari biasanya, namun tetap saja tingkat daya beli masyarakat juga tidak begitu bergairah alias lesu saja,” keluhnya.
Diakuinya, kelesuan pasar yang dialaminya sebagai pedagang kecil tidak hanya dialaminya, melainkan juga banyak pedagang kecil lainnya yang mengeluhkan situasi tersebut
“Iya mungkin penyebab utamanya daya beli masyarakat kita hari ini yang jauh merosot, sehingga turut berpengaruh secara luas terhadap kondisi pasar yang ada,’ ungkapnya.
Kurangi Stok Dagangan
Dengan kondisi ketidakpastian pasar seperti yang terjadi saat ini tentunya ikut berimbas terhadap pendapatannya sebagai pedagang. Bahkan tidak jarang diapun terpaksa harus rela mengurangi stok dagangannya.
“Iya kalau berdagang saat ini, tak ubahnya ibarat hidup segan mati tak mau, tapi mau bagaimana lagi, memang kondisinya mungkin hampir merata di mana mana di negara kita ini,” ujarnya.
Yeni mengaku tidak punya pilihan lain saat ini, kecuali harus bisa bertahan dengan segala kondisi yang ada, tentunya sembari berharap agar badai kelesuan pasar yang terjadi beberapa waktu belakangan ini bisa berubah lebih baik lagi.
Sehingga dengan begitu habis gelap terbitlah terang.
Senada dengan itu diakui Nimai, salah seorang pedagang kecil lainnya, yang sehari- harinya berjualan aneka minuman dan makanan ringan.
Nimai juga tak luput mengeluhkan lemahnya daya beli konsumen akhir-akhir,akhir ini hingga berakibat pendapatannya menjadi jauh berkurang dari sebelumnya.
Pendapatan Menurun
Ironisnya lagi sebut Nimai, selain karena murahnya harga komoditi hasil pertanian disertai terjadinya kelesuan pasar, namun perkembangan harga-harga sembako malah berbanding terbalik.
Pasalnya, berbeda dengan komoditi hasil pertanian yang mengalami terjun bebas, harga sembako malah sebaliknya.
“Itulah masalahnyo, apo nan dibali kini batambag maha, minyak goreng lah naiak Pulo haragonyo, baitu juo harago gulo lah sato naiklo, samantaro awak Indak mabaiakkan harago minuman nan Wak jua,” ungkapnya dengan dialeg Piamannya yang khas.
Joni, salah seorang pedagang sayuran di Padangpariaman tidak menampik terjadinya penurunan harga komoditi pertanian sejak beberapa waktu terakhir ini.
Contohnya cabe rawit. yang sebelumnya mencapai Rp30 ribu perkilonya, kini harganya malahan bisa kurang dari Rp25 ribu. Begitu pula harga cabe hijau yang hanya berkisar Rp15 ribu perkilonya.
Cabe merah juga begitu, harganya juga mengalami penurunan hingga Rp30 ribu sampai Rp35 ribu perkilonya, tapi setelah itu bisa anjlok kembali dari harga tersebut.
“Ya, intinya harganya serba tidak menentu dari hari ke hari,” ungkapnya.
Di pihak lain, dengan kondisi itu baik Yeni maupun Nimai tak luput berharap agar problem dan kondisi keprihatinan dan kelesuan ekonomi yang dialami masyarakat badarai seperti mereka bisa menjadi perhatian serius oleh para pemangku kepentingan.
Baik itu oleh calon bupati, calon gubernur hingga calon Menteri Kabinet yang bakal ditunjuk nantinya.
Begitupun halnya perlunya perhatian dari para wakil rakyat di DPR RI, DPRD Kabupaten dan Provinsi serta tentunya bisa menjadi perhatian Presiden terpilih yang rencananya bakal dilantik secara resmi pada tanggal 20 Oktober 2024 mendatang.
Lalu adakah keluhan dan jeritan hati masyarakat badarai ini bakal didengarkan oleh para pemangku kepentingan di negri ini? Mungkin hanya waktu yang akan menjawabnya.
Komuditas Pangan Turun Harga
Sementara itu, memasuki minggu kedua Oktober 2024, beberapa komoditas pangan kembali mengalami penurunan harga seperti minggu sebelumnya. Diantaranya Telur Itik, Cabai Hijau, Cabai Rawit, Bawang Daun dan Terong.
Kabag Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setdako Padangpanjang Putra Dewangga menyampaikan, Telur Itik turun Rp1.600 dari Rp32.400 menjadi Rp30.800/kg. Cabai Hijau turun Rp2.667 dari Rp35 ribu menjadi Rp32.333/kg.
Cabai rawit turun Rp5.000 dari Rp43.334 menjadi Rp38.334/kg. Bawang daun dan terong sama-sama turun Rp1.000 dari Rp8.000 menjadi Rp7.000.
“Selain itu juga turun harga beras kualitas I dan kualitas II. Beras kualitas I turun Rp83 dari Rp17.900 menjadi Rp17.817/kg. Beras kualitas II turun Rp84 dari Rp16.584 menjadi Rp16.500/kg,” ungkapnya.
Selain komoditas ini, sebanyak lima komoditi lainnya mengalami kenaikan harga. Diantaranya daging ayam broiler, minyak goreng curah, dan juga jeruk dibanding minggu lalu.
“Cabai merah dan bawang merah juga masih mengalami kenaikan walaupun tidak begitu signifikan dan tidak mempengaruhi daya beli masyarakat,” ujarnya.
Daging ayam broiler naik Rp2.084 dari Rp28.500 menjadi Rp30.584/kg. Cabai merah naik Rp167 dari Rp39.167 menjadi Rp39.334/kg.
Bawang merah naik Rp2.500 dari Rp32.500 menjadi Rp35 ribu/kg. Minyak goreng curah naik Rp1.000 dari Rp17 ribu menjadi Rp18 ribu/kg. Jeruk naik Rp3.000 dari Rp15 ribu menjadi Rp18 ribu/kg.
Sedangkan komoditas utama lainnya masih relatif stabil. Seperti beras kualitas III stabil pada harga Rp16 ribu/kg. Gula pasir Rp18 ribu/kg. Tepung terigu Segitiga Biru Rp13 ribu/kg.
Daging sapi Rp141.667/kg. Daging ayam kampung besar Rp90 ribu/kg. Daging ayam kampung sedang Rp80 ribu/kg. Daging ayam kampung kecil Rp70 ribu/kg.
Telur ayam ras Rp27.200/kg. Telur ayam kampung Rp60.567/kg. Seledri Rp15 ribu/kg. Bawang putih Rp38.334/kg. Minyak goreng kemasan sederhana Rp17 ribu/kg. Minyak goreng kemasan premium Rp20.667/kg. (ris/ned)