Padang, Rakyat Sumbar —Badan Penyelenggaran Keuangan Haji (BPKH) meluncurkan Program Wakaf Pohon di Sumatera Barat. Tahap awal, BPKH menggelontorkan uang Rp400 juta untuk menanam pohon di berbagai daerah di Indonesia. Program ini dilatarbelakangi tingginya risiko perubahan iklim terhadap jemaah haji.
“BPKH bersama Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah sebelumnya menghitung jejak karbon jemaah haji, mulai dari perjalanan udara, transportasi darat, hingga aktivitas selama berhaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jemaah menghasilkan emisi setara dengan 74 pohon,” sebut Anggota Badan Pelaksana BPKH RI, Harry Alexander, usai kegiatan penanaman pohon di kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), Jumat (14/11).
Ia menyebutkan, pada musim haji tahun 2023, dampak perubahan iklim bahkan menyebabkan lebih dari 860 jemaah meninggal akibat heat stroke di Arab Saudi. Ini tentunya sebuah kondisi yang menjadi alarm keras bagi keberlanjutan penyelenggaraan haji di masa mendatang.
“Karena itu, BPKH mengajak jemaah untuk ikut dalam wakaf pohon dan wakaf hutan, guna membantu menyerap emisi karbon serta menjaga ibadah haji tetap dapat berlangsung tanpa gangguan akibat krisis iklim,” jelasnya.
Ia menyampaikan tahap pertama program difokuskan pada penanaman wakaf pohon di Hutan Wakaf Muhammadiyah di Agam, disusul pengembangan ke Ekopesantren di Jawa, melalui jaringan 1.000 pesantren ekologis, Wakaf hutan di Bogor, dan Wakaf hutan di Kulon Progo atau Gunungkidul.
“Program ini dibiayai dari Dana Abadi Umat, yang bukan berasal dari setoran jemaah, melainkan hasil efisiensi penyelenggaraan haji. Dana awal sebesar Rp400 juta telah disiapkan sebagai seed funding,” terangnya.
Ia mengungkapkan BPKH juga akan bekerja sama dengan bank-bank syariah dan Muhammadiyah untuk mengembangkan skema Cash Wakaf Link Deposito dan Wakaf Link Sukuk, sehingga jemaah dapat berpartisipasi secara sukarela dalam gerakan penghijauan dan penyerapan karbon.
“Peluncuran di UMSB menjadi titik awal dari empat tahap besar program wakaf hutan nasional guna menjaga keberlanjutan ibadah haji sekaligus menghadirkan manfaat lingkungan bagi umat,” ungkapnya.
Harry menegaskan bahwa inisiatif ini tidak berhenti sebagai tahap awal, melainkan dirancang sebagai gerakan panjang yang melibatkan seluruh ekosistem haji dan umrah.
“Pada tahap awal, BPKH akan mengajak 221.000 jemaah haji melalui platform digital yang terhubung dengan bank-bank syariah dan para nazir, termasuk Muhammadiyah, NU, Persis, dan organisasi Islam lainnya. Program ini juga berada dalam pengawasan dan koordinasi Badan Wakaf Indonesia (BWI),” bebernya.
Selanjutnya, gerakan ini akan diperluas kepada 2,5 juta jemaah umrah setiap tahun. “Bayangkan bila 2,5 juta jemaah umrah memberikan Rp3 juta sebagai nilai 74 pohon, potensi dananya sangat luar biasa. Ekosistem haji dan umrah dapat membesarkan ekosistem wakaf,” jelas Harry.
Harry menegaskan bahwa wakaf hutan adalah investasi jangka panjang untuk keberlanjutan ibadah haji. “Wakaf itu abadi. Kita berharap penyelenggaraan haji juga abadi, tidak terhenti oleh bencana alam atau bencana sosial seperti pandemi COVID-19 yang sempat menghentikan keberangkatan haji selama dua tahun,” ujarnya.
Program ini diharapkan dapat mencegah risiko serupa akibat perubahan iklim ekstrem, memastikan jemaah dapat berhaji tanpa ancaman interupsi di masa depan.
Ia menuturkan, di saat dunia tengah berkumpul pada COP UNFCCC ke-29 untuk merundingkan isu perubahan iklim, Indonesia justru memberikan contoh nyata melalui peluncuran Program Wakaf Pohon BPKH di Sumatera Barat.
“Ketika negara-negara sedang bernegosiasi di panggung global, Indonesia mengambil langkah konkret. Act locally, think globally. Saat COP sedang membahas perubahan iklim, Jemaah Haji Indonesia menunjukkan aksi nyata untuk dunia,” tegasnya. (mul)





