rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Model Pembelajaran Decons Mempersiapkan Pembelajar untuk Meningkatkan Kualitas, Kreativitas dan Inovasi dalam Perancangan Busana

Model Pembelajaran Decons Mempersiapkan Pembelajar untuk Meningkatkan Kualitas, Kreativitas dan Inovasi dalam Perancangan Busana

Nining Tristantie

Era baru revolusi keempat atau yang dikenal dengan silent revolution atau istilah Economis Disruptions menuntut setiap individu untuk benar-benar kompeten dibidanganya. Berangkat dari realitas tersebut, diperlukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu menjawab tantangan zaman. Menyikapi hal ini pemerintah telah bersiap dengan melakukan kebijakan pengembangan vokasi Indonesia 2017-2025 dan telah melakukan roadmap pengembangan vokasi dengan mengidentifikasi berbagai kendala terkait sarana dan prasarana. Diantaranya adalah dengan menyiapkan tenaga siap kerja sesuai dengan standar industri.
Salah satu industry yang banyak membutuhkan tenaga kerja kreatif adalah industry fashion. Bekerja dalam industri fashion menuntut kreativitas dalam menjawab kebutuhan pasar akan olahan bahan dan produk yang memiliki nilai kebaruan (novelty) dengan siklus yang sifatnya dinamis. Seorang profesional fashion harus dapat menjawab tuntutan yang berkaitan dengan kebaruan (novelty), kompleksitas masalah yang berkaitan dengan proses suatu produk fashion agar dapat diterima oleh pasar. (Robinson et al., 2019). Mempersiapkan SDM menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 bukanlah hal yang mudah, diperlukan strategi pembelajaran yang mampu memfasilitasi peserta didik untuk berkembang. Strategi yang bisa digunaka dosen dalam pembelajaran mengacu pada empat pilar unesco adalah : “Learning To Do. Learning To Know, Learning To Be, Learning To Live Together”.
Kajian Kreativitas merupakan topik penting yang dibicarakan pada komisi pendidikan di eropa dengan menegaskan kembali peran kreativitas sebagai sumber utama untuk inovasi sebagai pendorong utama pembangunan ekonomi berkelanjutan (Cachia et al., 2010). Peran pendidikan dalam segitiga pengetahuan yaitu kreativitas, inovasi dan kewirausahaan berfungsi penuh mendorong lembaga pendidikan dan pelatihan untuk memastikan bahwa fokus kurikulum dan metode pengajaran.
Pendidikan sudah saatnya mereformasi metode pembelajarannya dengan mendorong peerta untuk bertanya “know-why” hingga akhirnya “know-how”. Akar dari masyarakat kreatif adalah pendidikan dasar, dengan meninggalkan pola lama yaitu tidak hanya menjadi teknisi namun mampu juga berfikir kedepan (visioner) dengan mengandalkan kreativitas, budaya dan pendidikan. Berdasarkan fakta ini peserta didik dituntut memahami bentuk bagaimana menciptakan fashion dengan ide yang tidak terbatas, mengedepankan orisinalitas dengan mengembangkan gaya yang mencerminkan karakter pribadi dan bukan dengan mengcopy karya orang lain. Mencermati urgensi untuk memenuhi kebutuhan sumber daya tersebut maka diperlukan suatu model pembelajarn efektif yang dapat mengeksplorasi kreativas dan inovasi. Pengembangan model pembelajaran ini dilakukan dengan prosedur penelitian pengembangan.
Model pembelajaran DECONs yang dikembangkan oleh Nning Tristantie sebaga prasyarat untuk meraih gelar Doktor dari Univesitas Negeri Padang dengan pembimbing Prof. Jalius Jama, M.Ed., Ph.D dan Drs Syahril, MT., MSCE., Ph.D, mengemas sejumlah komponen yang telah memenuhi uji validasi, praktikalitas efektivitas.
Model DECONs dikembangkan untuk membelajarkan mahasiswa sesuai dengan tujuan belajar yang hendak dicapai. Model DECONs dapat digunakan untuk membelajarkan peserta didik dalam perancangan busana. Model DECONs memuat komponen untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran dengan tahapan yang membangunnya yaitu Sintaks, sistem Sosial, Prinsip Reaksi, Sisitem Pendukung, Dampak Instruksional dan Pengiring.
Penerapan Model DECONs menunjukkan peningkatan pada aspek Kognisi peserta didik karena menggunakan pendekatan HOTS dan Metakognisi yang menekankan aktivitas berfikir bagaimana mahasiswa mampu ‘merenungkan’ dan berpikir ulang mengenai tugas-tugas dalam bentuk riset fashion yang diberikan dengan menghubungkan kemampuan pengetahuan saat ini dan dimasa lalu. Melalui tugas-tugas riset peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan dengan berfikir untuk menemukan pengalaman baru. Sebagaimana teori Piaget yang menyatakan bahwa teori pengembangan kognitif memberikan pandangannya tentang struktur kognitif, yang sangat mendasar, yaitu bahwa sistem psikologis yang saling berhubungan dapat menciptakan seseorang untuk memproses informasi, dan menghubungkannya dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, kemudian menemukan pola dan hubungannya, mengidentifikasi aturan, dan menghasilkan prinsip abstrak yang memiliki relavansi dalam berbagai aplikasi. Inilah yang dimaksud Piaget sebagai belajar. Konsep pemikiran Piaget ini termasuk dalam perspektif konstruktivisme, yang melihat belajar sebagai konstruksi (Piaget, 2008).
Secara psikomotor, menunjukkan bagaimana peserta didik dapat mengeksplorasi informasi dengan melakukan riset untuk menemukan konsep ide untuk menjadi gagasan melalui proses penyelidikan meliputi riset warna, bahan, hingga pengembangan prototype. Hal ini membuktikan jika kreativitas dan inovasi dapat dikondisikan dengan pembelajaran menggunakan strategi, metoda yang dikemas pada sebuah model pembelajaran yaitu DECONs. Hasil belajar secara psikomotor didukung oleh teori dari Nickerson, Root Bernstein dalam penelitian Costantino menyatakan bahwa bahwa kreativitas bukanlah sesuatu yang dipilih orang dilahirkan dengan, tetapi itu dapat dipelihara dan dikembangkan melalui pendidikan (Costantino, 2011). Artinya adalah peserta didik dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas kreativitas dan inovasinya dengan menggunakan tahapan yang terdapat pada syntaks model dan cara-cara kreatif yang mengandalkan metakognisi dan berfikir kritis.
Afeksi mengalami peningkatan karena model DECONs menekankan pada upaya-upaya implementasi dari pendekatan HOTs dan Metakognisi, mahasiswa secara sadar untuk memperbaiki sikap sebagai pembelajar ketika mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan bertangggung jawab dan melakukan disiplin sebagai problem solver. .Secara afeksi peserta didik dapat melakukan tugas penyelidikan dengan menciptakan interaksi sinergis dengan lingkungannya dalam mendapatkan pengetahuan. (*)

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *