rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Boru Lopian Akan Tiba di Jantung Samosir

Boru Lopian Akan Tiba di Jantung Samosir

Persiapan pertunjukan Opera Batak yang akan dilaksanakan pada 17 Oktober 2020 mendatang, dalam rangka Festival Ulos di Pangururan Sumatera Utara.

Pertunjukan Opera Batak yang dilaksanakan pada 17 Oktober 2020 dalam rangka Festival Ulos di Pangururan Sumatera Utara ini disutradarai oleh Enrico Alamo. “Baginya pertunjukan opera Batak ini adalah ajang untuk mempertahankan kebudayaan, meningkatkan pendidikan dan tetap memperkenalkan salah satu kesenian tradisi yang ada di tanah tersebut. Bukan tidak mungkin aka nada pertunjukan opera Batak berikutnya, dan bisa lebih menarik daripada kita setelah pertunjukan boru Lopian”.

“Among telah berjanji lebih baik mati berkalang tanah, daripada mati di tangan kalian”. Ucapan itu terus terngiang di telinga, terus merasuki jiwa dan tidak pernah berhenti. Seketika kita digiring ke sejarah yang panjang, perjuangan anak dan ayah yang tidak akan hilang. Lopian mengubah perspektif kalau seorang perempuan juga dapat menjadi bagian dari sejarah perlawanan kolonial, Demi mempertahankan tanah kelahiran, luka, darah, dan nyawa rela dikorbankan. Ketika hal ini memang harus diperjuangkan. Apakah balasan akan diterima oleh dirinya, atau bisa saja akan lenyap ditelah sejarah.

Sebagai trilogi yang berangkat dari kisah Sisingamangaraja XII, pertunjukan ini dilakukan atas Dana Hibah DIKTI P3S ISI Padangpanjang bekerja sama dengan PLOT. Sebagai ketua peneliti Dr. Sulaiman Juned, S.Sn., M.Sn. (Dosen Prodi Seni Teater), anggota Dr. Rosta Minawati, S.Sn., M.Si (Dosen Prodi Televisi dan Film), Enrico Alamo, S.Sn., M.Sn (Dosen Prodi Seni Teater) dan Sherly Novalinda, S.Sn., M.Sn (Dosen Prodi Seni Tari). Pada pertunjukan ketiga dengan judul Boru Lopian, Ulo Porang Tano Batak naskah Sulaiman Juned dan Thompson HS, sutradara Enrico Alamo, kali ini lebih memfokuskan ke kehidupan boru Lopian sebagai anak dari Sisingamangaraja XII yang mempertahankan dan memegang teguh pendirian Among, untuk membela masyarakat sekalipun siap mati di tangan penjajah. Dirinya memilih untuk ikut berperang, berdiri di sebelah Among, demi merubah kedudukan perempuan tidak hanya berada di rumah.

Walau keadaan telah terpuruk, Lopian memberikan perlawan melalui dialog-dialog tegas. Bahwasanya penjajah tidak akan pernah menyurutkan darah kami untuk bertahan di tanah ini, suasana tersebut dibantu dengan musik yang membangkitkan perlawanan, haru dan juga sedih, bahkan digunakan sebagai kekuatan dari pemeran untuk menyampaikan pesan-pesan kepada penonton. Musik yang digunakan dalam pertunjukan ini menggunakan dua gaya. Pertama, musik tradisi dengan memakain alat-alat tradisional yaitu panggora, gordang, Doli-doli dan Hapetan. Dimainkan oleh I Dewa Nyoman Supenida, S.SKar., M.Sn, Sriyanto, S.Sn., M.Sn., dan Oktavianus Matondang. Kedua, musik efek yang digunakan dengan alat modern (digital efek). Melalui, musik tersebut pembuka, konflik, dan adegan-adegan penting masuk untuk membantu membangunan dramatik dalam pertunjukan yang dimainkan oleh Dr. Dharminta Soeryana, S.Sn.. M.Sn

Pertunjukan opera Batak yang telah berjalan selama tiga tahun berturut-turut ini dimulai dengan judul Sisingamangaraja XII, Tongtang I Tano Batak pada tahun 2018. Kemudian, Ugamo Malim, Horja Bolon pada tahun 2019, dan pada tahun ketiga dengan judul Boru Lopian, Ulu Porang Tano Batak. Pertunjukan ketiga akan menjadi penutup atas trilogi perjalanan panjang Sisingamangaraja XII. Sebagaimana sejarah akan ditarik–ulur agar menjadi perbincangan yang tak pernah selesai dilisankan. (*)

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *