Salat Id di Tengah Pandemi Covid-19: Dua Telapak Tangan di Antara Dada dan Dagu
Gema takbir dari pengeras suara masjid terdengar sayup-sayup sampai. Alunannya terdengar teduh. Di gerbang masuk komplek, portal besi diturunkan. Dua security mengawasi setiap orang, hanya warga komplek perumahan saja yang dibukakan portal. Warga luar, tak diizinkan masuk, kendati untuk menunaikan Salat Id.
Jika datang dari samping kiri atau belakang masjid, jamaah harus memutar ke samping kanan. Dari tiga pintu masjid, hanya satu yang dibuka. Sebelum masuk, setiap jamaah dicek suhunya dengan Thermogun.
“Bagi jamaah yang suhu tubuhnya tiga puluh delapan derajat, kami tak izinkan untuk berjamaah di masjid,” kata Joko Riyadi, salah seorang pengurus Masjid Al-Maghfirah, Komplek Perumahan Lubuk Intan, Kel Lubukbuaya, Kec Kototangah, Padang, yang bertugas untuk mengecek suhu jamaah, Minggu (24/05/2020).
Setelah dicek suhu, bagi yang di bawah 38 derajat celsius diizinkan untuk mencuci tangan dengan sabun atau hands sanitizer lalu masuk ke masjid. Pada proses ini, tak ada jamaah yang suhunya di atas 38 derajat.
“Tetaplah jaga jarak. Saat situasi ini, dibolehkan untuk berjarak,” kata Firdaus SH, M.H.I, ketua RT setempat yang sekaligus menjadi imam, “Renggangkan agak satu keramik!,” pintanya.
Berlahan, satu persatu jamaah masuk ke masjid. Satu saf yang biasanya bisa ditempati 35 sampai 40 jamaah, saat Salat Id hanya diisi sekitar 20 orang. Ada tiga saf jamaah pria, empat saf jamaah perempuan.
Proses Salat Id berjamaah kali ini berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pengurus sama sekali tak mengumumkan. Langkah tersebut dilakukan untuk menyikapi anjuran pemerintah dan ulama. Jika diumumkan, dikhawatirkan jamaah dari luar komplek akan ikut salat berjamaah, seperti halnya tahun-tahun yang telah berlalu.
Saat Salat Idul Fitri atau Salat Idul Adha, biasanya jamaah membludak, walau belum sekali pun meluber hingga keluar bangunan utama sejak masjid dibangun tahun 2005. Pembangunannya ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Walikota Padang Fauzi Bahar, selepas puasa enam kala itu. Saat tarawih pertama tahun berikutnya, masjid sudah bisa difungsikan untuk tempat pelaksanaan aktivitas ibadah.
Di sepuluh puasa pertama, Walikota Padang Fauzi Bahar berkesempatan melaksanakan tarawih di masjid tersebut. Beliau memberikan apresiasi karena pengurus dan jamaah masjid berhasil mewujudkan impian dan sekaligus menuntaskan “tantangan” sang walikota ketika itu.
Disaat meletakkan batu pertama, sang walikota mengatakan, jika Ramadan tahun depan masjid sudah bisa digunakan, beliau berjanji akan melaksanakan tarawih di sana. Tantangan tersebut dijawab jamaah dan pengurus. Fauzi Bahar pun datang.
Sebelas tahun berselang, Walikota Padang Mahyeldi Ansyarullah menepati pula janjinya untuk melaksanakan tarawih di Masjid Al-Maghfirah. Kehadiran beliau disambut rasa suka cita mendalam oleh warga komplek dan jamaah. Orang nomor satu di Pemko Padang juga merealisasikan program betonisasi jalan lingkungan Komplek Lubuk Intan.
Gema takbir terus berkumandang, namun tak sekeras biasanya. Bunyinya tak dilepas secara utuh, hanya sebahagian kecil saja. Pengurus lebih memaksimalkan suara di dalam masjid saja. Ketika imam memberikan panduan pelaksanaan Salat Id, para jamaah menyimak secara seksama.
Tepat pukul 07.15 WIB, salat berjamaah dimulai. Lantunan ayat yang dibacakan imam, langsung menyentuh relung hati paling dalam. Ada getar yang benar-benar menyentuh kalbu, seakan menjemput beragam rasa yang hilang. Kebebasan dan kecerian yang ada selama ini, telah direnggut wabah Korona.
Imam Firdaus SHI, MHI membacakan dua ayat pendek setelah takbir dan Al-Fatihah. Setelah itu dilanjutkan Ceramah Id oleh Ustad Anto, garin masjid tersebut. Ada tiga hal yang dipesankan Ustad Anto. Pertama, hiduplah sesukamu karena sesungguhnya kamu akan mati. Kedua, cintailah apa yang kamu sukai karena sesungguhnya kamu akan berpisah dengannya. Tiga, berbuatlah sesukamu karena sesungguhnya kamu akan diberi balasan.
Proses salat dan ceramah tak lebih dari 30 menit. Ketika rangkaian Salat Id selesai, satu sama lain tidak bersalaman secara fisik, tapi sama-sama memberikan kode dengan kedua telapak tangan dipertemukan di antara dada dan dagu. Saling dengan cara berbeda dan berharap dapat saling memaafkan dalam kontek sesungguhnya.
Ada rasa berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tak hanya tentang wabah Korona, tetapi juga tentang ketua. Diawal Ramadan tahun ini, Sang Ketua Pembangunan Masjid Al-Maghfirah mengundurkan diri sebelum waktunya. [Firdaus Abie]