Oleh : Romi Martianus, SH., C. Med
Praktisi Hukum
Dengan ditahannya DR, dan telah ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (25/11/2025), ini artinya pihak kepolisian khususnya Unit Reskrim Polres Padangpanjang telah yakin bahwa perbuatan inisial DR yang diketahui pemegang gelar sarjana S2 Ilmu pendidikan Islam dan bergelar Penghulu ini telah terpenuhi syarat minimal 2 alat bukti yang cukup.
Miris mungkin melihat fenomena kelakuan tersangka DR, sosok yang dikenal dan familiar di mata masyarakat sebagai “Pak Camat” di salah satu kecamatan di kota Serambi Mekah, yang berlandaskan nilai-nilai agama yang cukup tinggi, harus tercoreng oleh aksi tidak terpujinya terhadap korban yang rata-rata adalah Mahasiswi.
Terhadap perkara yang sedang berjalan ini, selayaknya para korban harus didampingi oleh Komnas Perempuan, sebagai lembaga independent anti kekerasan terhadap perempuan, agar perlindungan dan hak-hak hukum korban nanti dapat diawasi secara menyeluruh.
Disisi lain pendampingan para korban oleh Komnas Perempuan ini pada prinsinya agar penegakan hukum dalam perkara Viral di November 2025 yang cukup menghebohkan dunia maya dan masyarakat Padangpanjang khususnya dapat berjalan “Fair” nantinya.
Jika kita menilik dalam dugaan perkara tersangka DR, Penyidik secara resmi telah menetapkan Pasal yang diberlakukan terhadap Tersangka dengan pasal 35 jo pasal 29 UU Pornografi No. 44 tahun 2008.
Namun tidak menutup kemungkinan nantinya polisi dalam penyidikan akan menemukan dan mencantumkan pasal lain baik dalam aturan Undang- undang khusus lainnya seperti Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 tahun 2022 ataupun UU ITE dan atau KUHP.
Seiring proses penyidikan nantinya, penambahan pasal lain terhadap tersangka adalah hal yang lumrah dan wajar diterapkan oleh penyidik, karena telah di atur dalam peraturan pelaksana “SOP” Penyidik.
Dalam per-ka-ba sangat jelas dinyatakan apabila penyidik/ Penyidik pembantu tidak ada keraguan terhadap tindak pidana yang dilakukan tersangka namun terdapat kwalifikasi atas berat ringannya Tindak Pidana tersebut maka sangkaan dapat mengunakan sangkaan Subsider dengan mengutamakan sangkaan primer yang kwalitasnya paling berat secara bersusun / Berlapis kearah kwalitas yang lebih rendah.
Termasuk penggunaan junto (Jo) jika nantinya dari hasil pengembangan penyidikan pada unit Reskrim Polres Padangpanjang di temukan peran orang lain yang sengaja membantu Tersangka DR hingga tindak pidana Pornografi/ Kekerasan seksual ini terwujud.
Dalam teori hukum perbuatan DR dari sisi hukum Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tersangka DR jelas-jelas telah terpenuhi yaitu secara formil dan materil.Suatu perbuatan melawan hukum formil atau disebut “Formale Wederrechtelijk” merupakan perbuatan bertentangan dengan undang-undang atau hukum tertulis apakah itu Undang undang pornografi, Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, KHUP dan tidak menutup kemungkinan bisa mengarah kepada pelanggaran UU ITE.
Sedangkan perbuatan melawan hukum materiil atau dikenal dengan istilah “Materiele Wederrechtelijk” yang dilakukan tersangka DR, diartikan tidak hanya bertentangan dengan hukum tertulis, tetapi dapat juga bertentangan dengan hukum tidak tertulis yang menurut nilai-nilai yang hidup di masyarakat hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Berbicara tentang penerapan pelanggaran Undang-undang yang dilakukan tersangka inisial “DR” Datuak Simarajo, dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual No. 12 tahun 2022 dikenal adanya Tindak pidana Kekerasan Seksual berbasis Elektronik seperti yang termaktub dalam pasal 14 dan 15 TPKS tahun 2022.
Menariknya, dalam Undang-Undang TPKS terutama pasal 14 dan 15, dikenal ancaman hukuman pemberatan pidana, yaitu 1/3 dari hukuman pokok bagi pelakunya nanti, jika dalam persidangan Hakim berpendapat hal ini perlu diterapkan kepada tersangka DR yang dalam persidangan nanti akan berubah istilahnya dengan Terdakwa DR.
Jika Penyidik nantinya dapat mengembangkan perkara ini lebih jauh dengan memeriksa bukti-bukti yang telah disita, seandainya ditemukan fakta lain semisal ada “video korban” yang telah didistribusikan atau dikirim kepada orang lain oleh Tersangka DR, maka Tersangka DR dapat juga di jerat dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara.
Sangat wajar dalam perkara ini, Penyidik polres Padang Panjang harus sangat jelimet untuk menerapkan Pasal-pasal yang dapat menjerat tersangka DR, sebelum nantinya juga akan melakukan koordinasi dengan Jaksa peneliti.
Dalam kasus ini kita semua tahu, bahwa tersangka DR adalah seorang tokoh masyarakat yang berpendidikan. Seharusnya orang pemangku gelar adat dan berpendidikan S-2 Pendidikan Islam harus memberikan contoh baik kepada anak kemenakan dan masyarakat Padang Panjang.
Namun faktanya, DR Datuak Simarajo malah merusak citra kota Serambi Mekah sebagai seorang ASN, Penghulu dan Pimpinan kecamatan walaupun saat ini hanya menjabat Pelaksana tugas Camat.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, Kamera CCTV yang berada dalam kamar mandi siapa yang memasangnya? apakah wajar CCTV di pasang di area privat?
Terkait hal ini, jika Penyidik bisa mengembangkan perkara ini secara kasuistis, ditemukan ada indikasi orang yang dengan sengaja memberi bantuan sampai terwujudnya dugaan tindak Pidana yang dilakukan tersangka DR, maka tidak menutup kemungkinan dapat di juntokan dengan pasal 56 ke-1 KHUP.
Hukum harus diterapkan sama terhadap semua orang, karena Indonesia menganut Paham “Equality Before The Law” yang artinya semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata Hukum, tanpa pandang bulu. Wassalam, semoga kota Serambi Mekah ini tetap dilindungi oleh Allah SWT, dan dijauhi dari bencana, Aamiin YRA. (*) Penulis adalah Praktisi Hukum, Divisi Advokasi Dewan Pimpinan Pusat IKA Fakultas Hukum Unand, Divisi Hukum PWI Sumbar dan Wartawan Kompetensi Utama Terakreditasi Dewan Pers.





