Oleh: Dr. Febby Dt. Bangso
Indonesia adalah negara besar dengan keberagaman budaya yang menjadi kekuatannya. Namun, kekuatan ini tidak akan berarti jika akar budayanya tercerabut dari tanahnya sendiri. Budaya bukanlah sesuatu yang lahir di ruang kosong, melainkan tumbuh dari masyarakat di tingkat paling dasar—yakni di nagari, kampung, atau desa tempat tradisi dan nilai-nilai luhur diwariskan dari generasi ke generasi.
Indonesia tidak akan pernah benar-benar maju jika daerah-daerahnya tertinggal. Dan kemajuan daerah bukan hanya soal pembangunan fisik semata, tetapi juga pembangunan jati diri melalui pelestarian budaya, seni, adat, dan tradisi yang menjadi identitas kolektif bangsa.
Sebagai putra Minangkabau, saya menyadari bahwa pelestarian budaya, seni, adat, dan tradisi di nagari-nagari Minangkabau di Sumatera Barat adalah pondasi ketahanan budaya. Budaya tidak bisa dilestarikan hanya melalui wacana atau seremoni. Harus ada aksi nyata, ada langkah konkret yang dimulai dari bawah, dari nagari-nagari yang menjadi jantung kehidupan sosial masyarakat Minangkabau.
Dalam konteks kekinian, ketika arus globalisasi dan modernisasi mengikis nilai-nilai tradisional, ketahanan budaya menjadi sama pentingnya dengan ketahanan pangan, energi, dan keamanan nasional. Ketahanan budaya adalah tameng kita dari serangan nilai-nilai asing yang tidak selalu sejalan dengan karakter bangsa.
Oleh karena itu, saya mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, bersama dengan Pemerintah Kota dan Kabupaten, untuk tidak tinggal diam. Segera rumuskan kebijakan strategis yang berpihak kepada pelestarian budaya di tingkat nagari. Tidak cukup hanya dengan lips service atau kegiatan seremonial yang berulang tahun demi tahun. Harus ada anggaran yang memadai, program yang terukur, dan pelibatan aktif masyarakat nagari sebagai pelaku utama.
“Adat salingka nagari” bukan hanya warisan masa lalu. Ia adalah pondasi ketahanan budaya yang memperkuat ketahanan daerah, dan pada gilirannya, memperkokoh Ketahanan Nasional. Dalam situasi sosial yang semakin kompleks, budaya menjadi jangkar moral sekaligus identitas kolektif yang menyatukan kita sebagai bangsa.
Kita tidak bisa berharap pelestarian budaya akan tumbuh dari atas ke bawah. Tidak akan ada pelestarian budaya, adat, dan tradisi kalau tidak dimulai dari nagari. Mari kita tata kembali arah pembangunan budaya secara menyeluruh dengan menjadikan nagari sebagai pusat geraknya.(*)
Nagari yang kuat, budaya yang lestari. Budaya yang lestari, Indonesia yang kokoh dan maju.(*)
Penulis adalah Ketua KAN Nagari Gurun,
Mantan Staf Khusus Kemendes PDTT RI
Ketua Bidang Pariwisata DPP GEBU MINANG